“KONSEP PELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM
PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM”
Oleh : “Oemar” (Achmad Darwis)
Anggota Kehormatan Mapala PTM Sinjai
NRA.III.28806.043.BSM
Manusia dan
alam lingkungan merupakan dua unsur yang saling terkait dan tak terpisahkan. Kehadiran
manusia di bumi akan selalu berhubungan dengan lingkungannya, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosialnya untuk mempertahankan hidupnya.
Manusia dan
alam lingkungan adalah relasi dan
merupakan titipan Tuhan kepada manusia untuk dijaga, dilestarikan, dikelolah
dan dipergunakan sesuai batas kebutuhan sebagai perwujudan manusia sebagai khalifah fil-Ardhy (Khalifah di muka
bumi). Manusia sebagai subyek dan alam obyek pengelolaan gerakan manusia
sebagai hubungan yang tak terpisahkan namun tendensi manusia terkadang mengakar
dalam mencari kebutuhan di alam dengan tujuan kepuasan, namun berakar pula dari
akibat keserakahan itu menjadi sebuah ancaman pada system kehidupan (life system) manusia itu
sendiri. Fenomen-fenomena alam semacam gempa bumi, angin topan, banjir, tanah
longsor bukan sekedar peristiwa dalam pengertian intrinsiknya, melainkan suatu
konsekwensi yang berdimensi bathin dari aktiviatas manusia yang melanggar
hukum-hukum Tuhan, (M.Thoyibi; UMS 1993). Untuk itu
banyaknya bentuk-bentuk bencana sudah semestinya cukup membuat manusia sadar
dan melalukan introspeksi diri atas orientasi hidupnya; baik orientasi manusia
dalam menjalin relasi dengan lingkungan sosialnya (sesama manusia), manusia
dengan alam, maupun orientasi manusia dengan tuhan-Nya.
Persoalan lingkungan hidup adalah persoalan prilaku manusia, krisis ekologi
global adalah krisis moral secara global, dengan demikian mengatasinya haruslah
dengan etika lingkungan. Diharapkan dari berbagai perumusan lingkungan akan
muncul nilai dan etika dan menjadi acuan dalam pengelolaan lingkungan. Beberapa
prinsip yang dapat disebutkan pada permasalahan ini seperti, pertama;
perinsip kepemilikan, bahwa alam
beserta isinya adalah ciptaan Tuhan yang maha esa (Kode Etik Pencinta Alam
Indonesia) yang semestinya dijaga dan dilestarikan oleh manusia itu sendiri
namun tidak berlebihan dalam menggunakannya. Kepemilikan ini bahwa alam adalah
milik untuk orietasi hidup manusia dan tentunya dimensi kesadaran manusia dalam
menggunakan tetap menjadi prioritas utama. Kedua; prinsip peruntukan, bahwa
segala isi alam lingkungan diperuntukkan bagi manusia. Hal ini didasarkan pada
ayat Al-qur’an yang artinya, “Dialah
Allah yang menciptakan untuk kamu segala apa yang ada di bumi. (QS. Al-Baqarah,
2 : 29). Segala kebutuhan dan kelansungan serta kenyamanan hidupnya terhampar
di bumi namun manusia pula tak mampu menyadari hingga ujung-ujungnya
eksploitasi lingkungan. Ketiga; prinsip istiklaf, yaitu manusia dititipi amanah untuk mengurus
bumi (alam lingkungan). Telah menjadi kewajiban bagi siapa pun untuk menjaga
lingkungan alamnya itu sendiri. Dalam ayat Al-Qur’an dijelaskan yang artinya “Dialah Tuhanmu yang menciptakan kamu dari bumi dan
memerintahkannya untuk kemakmurannya”.
(Q.S. 11 : 61), sangat jelas bahwa manusia mendapat perintah untuk memakmurkan alam lingkungan
sehingga dengan melestarikan lingkungan, setidaknya manusia juga harus memahami
lingkungan itu sendiri. Di ayat lain beberapa peringatan tentang
kerusakan-kerusakan lingkungan sebagai bukti peringatan kepada manusia untuk
menyadari orientasi dan eksistensi hidupnya yang cenderung menyepelekan
peringatan Tuhan, dalam surat Ar-Ruum : 41, yang artinya “ Telah tanpak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpahakan kepada mereka sebahagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar)”. Dari hasil kajian ayat diatas mengundang
peringatan Tuhan agar manusia mencintai alam lingkungan sekaligus merawatnya
untuk mewujudkan kemakmuran. Asumsinya, relasi manusia dengan lingkungan alam
seharusnya diwujudkan dalam bentuk hubungan yang saling menguntungkan.
Disimpulkan oleh Abdullah Aly, bahwa kelestarian lingkungan hidup merupakan
cita-cita peradaban muslim, betapa pun manusia merupakan makhluk tertinggi dan
khalifah Allah dimuka bumi dan sekaligus alam dibuat lebih rendah agar dapat
dipergunakan manusia, hubungan manusia dengan alam harus tetap disertai sikap
rendah hati dengan menunjukkan sikap etis serta lebih apresiatif terhadap alam
lingkungan. (Abdullah Aly, UMS-1993).
Manusia sebagai khalifah mempunyai tugas mengantarkan alam lingkungan untuk
mencapai tujuan penciptaannya. Kekhalifaan adalah tugas yang dibebankan Allah
swt kepada manusia untuk membimbing, memelihara, dan mengantar semua ciptaan
Tuhan menuju tujuan penciptanya. Disisi lain prinsip tanggung jawab manusia
terhadap kerusakan lingkungan adalah sebuah dimensi keharusan yang memuat
kesadaran yang cinta akan lingkungan.
Beberapa yang dijelaskan pada ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an yang
tidak termuat dalam tulisan ini juga
merupakan dalil tentang tujuan yang sama dalam proses pelestarian lingkungan
alam sebagai tanggung jawab manusia yang bermukim di muka bumi. Akhir kata,
semoga catatan refleksi sederhana ini bisa dijadikan masukan bagi siapa saja
dalam menumbuhkan inspirasi dan strategi sebagai bentuk upaya pelestarian
lingkungan pada masa sekarang dan masa yang akan datang..... bukankan
bagitu....?.
Dikutip dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar