Selasa, 11 November 2014

LANDASAN KONSEPTUAL PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI: Sebuah Tinjauan Kritis

Tulisan ini telah diterbitkan dalam buku
Ontologi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam 

oleh Penerbit Ar-Ruzz Media Yogyakarta 2014
Cat: Jika dicopy mohon disertakan sumbernya.



LANDASAN KONSEPTUAL PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI: 
Sebuah Tinjauan Kritis

Umar Ahmad Darwis
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Email: omar.beksam@yahoo.com


A.    Abstrak
Pendidikan di Indonesia telah berlansung sejak lama, pengembangan tersebut terwujud dari berbagai aspek seperti mutu pendidikan-sumber daya manusia (Human Resources), sarana prasarana hingga pembiayaan pendidikan, namun hingga kini belum sepenuhnya terimplementasi maksimal sesuai dengan harapan dan cita-cita pendidikan nasional. Guna tercapainya pendidikan yang mampu setaraf dengan negara-negara maju lainnya maka unsur-unsur dalam pendidikan penting memahami hakikat pendidikan sehingga dalam orientasinya menempatkan pendidikan sebagai suatu kebutuhan dasar, melalui hal tersebut kurikulum sebagai titik tolak pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan selalu dikembangkan seiring kemajuan globalisasi dan kebutuhan masyarakat.
Dalam upaya pengembangan kurikulum didasarkan pada berbagai aspek landasan seperti landasan agama−Islam, filosofis, yuridis, sosiologis, psikologis, iptek dan kebutuhan masyarakat. Landasan kurikulum dijadikan sebagai kerangka konsep dalam pendidikan pada umumnya dan Pendidikan Agama Islam (PAI) pada khususnya, landasan teoritis tersebut ditinjau dalam upaya pengembangan kurikulum. Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai bagian yang tak terpisahkan, dalam pengembangannya diharapkan menjadikan landasan-landasan kurikulum yang bersifat intergral dan holistic sehingga dapat menjadi kekuatan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dimasa-masa yang akan datang.

Kata Kunci: Landasan, Kurikulum, Pendidikan Agama Islam.

B.     Pendahuluan
Negara Indonesia sebagai negara berkembang dan mayoritas muslim[1] yang diperkirakan kurang lebih 250 juta jiwa mendiami berbagai kepulauan nusantara dengan ragam aspek pembangunan yang salah satunya adalah aspek pendidikan, pendidikan di tanah air senantiasa bertujuan meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia sehingga dapat bersaing dengan negara-negara maju lainnya, dalam mewujudkan strategi pendidikan berkualitas itu salah satu komponen yang sangat berperan dalam menentukan tercapainya pendidikan nasional adalah melalui aspek kurikulum.[2] Kurikulum pendidikan nasional senantiasa dikembangkan dengan mempertimbangkan realitas suatu negara dengan atas dasar kebutuhan dan cita-cita pendidikan bagi suatu bangsa.
Kurikulum didalamnya merupakan suatu sistem dan program pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran pada lembaga pendidikan sehingga kurikulum memegang peranan penting dalam mewujudkan sekolah yang bermutu/berkualitas. Adanya beberapa program menyiapkan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mampu mengembangkan kehidupan demokratis yang mantap dalam memasuki era globalisasi dan informasi sekarang ini.[3] Terwujudnya kurikulum pendidikan ditunjang melalui asas atau landasan yang dapat menegakkan dan mengokohkan kurikulum tersebut. Landasan suatu kurikulum bukan ada tanpa suatu sebab yang mendasarinya. Antara suatu negara dengan negara yang lainnya jelas memiliki landasan yang tentunya berbeda pula sesuai dengan pandangan, ideologi, dan karakteristik budaya suatu negara, demikian halnya di Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika−pluralistis. Abdullah Idi menuturkan falsafah yang berlainan, bersifat otoriter, demokrasi, sekuler atau religius, akan memberi warna yang berbeda dengan kurikulum yang  dimiliki oleh suatu bangsa bersangkutan.[4] Oleh karena itu tujuan inti pendidikan di Indonesia adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam rangka mengimplementasikan prinsip spiritual bagi peserta didik tersebut maka kurikulum pendidikan penting melakukan terobosan dan pengembangan kurikulum dengan tetap menjadikan pendidikan agama sebagai kerangka penting dalam meningkatkan derajat, harkat dan keimanan peserta didik hal ini dikarenakan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah tujuan inti dari pendidikan agama tersebut.
Kurikulum merupakan jalur yang telah terpetakan dalam cita-cita nasional pendidikan agar peserta didik dapat hidup sesuai dengan nilai yang ada pada masyarakat. Peserta didik dibekali dengan ilmu pengetahuan agama, moral, dan keterampilan yang tentunya sesuai dengan standar kebutuhan yang akan siap menjawab problematika global dan kehidupan masyarakat. Namun kenyataan ini belum sepenuhnya merata dari mutu pendidikan umum dan pendidikan agama yang sesuai tujuan dan harapan.[5] Oleh karena itu, mutu pendidikan menjadi salah satu problematika yang selalu mengiringi eksistensi pendidikan itu sendiri, hal ini dapat dinilai terkait dengan kurikulum yang ditempuh dalam suatu lembaga pendidikan. Terkhusus lembaga pendidikan Islam yang sebagian besar selama ini menjadi sorotan.
Landasan-landasan pengembangan kurikulum (curriculum development) di Indonesia pada umumnya dilakukan suatu pengembangan kurikulum yang hanya mengacu pada perspektif yang sama dalam artian tinjauan yang dirumuskan pemerintah melalui Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang secara eksplisit menggelobal (bersifat makro). Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya selalu tertantang untuk melakukan suatu terobosan baru dalam mengembangkan suatu kurikulum. Oleh karena itu pentingnya tinjauan dan memahami mendalam landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum guna pengembangan lebih lanjut dan memiliki orientasi nyata dalam menghadapi tantangan global dalam dunia pendidikan diera sekarang.
Sebagaimana termuat dalam Peraturan Pemerintah pada prinsipnya mencakup aspek-aspek dalam kehidupan bangsa Indonesia sehingga dengan landasan-landasan itulah yang dijadikan sebagai pokok pandangan dan bagian dari kebijakan pendidikan nasional. Oleh karena itu landasan-landasan kurikulum telah berpengaruh dan termanifestasi dalam mutu pendidikan pada umumnya dan mutu pendidikan Agama Islam pada khususnya.
Berangkat dari uraian tersebut di atas, maka dapat ditelaah rumusan permasalahan yang perlu ditinjau melalui pendekatan ideologis dan historis. Rumusan masalah tersebut yaitu, tinjauan definisi kurikulum, landasan pengembangan kurikulum, tinjauan dan analisis kritis landasan kurikulum sebagai kerangka konseptual dalam PAI. Dari hal tersebut diharapkan bertujuan untuk memberikan informasi dan pemahaman bagi pemegang kebijakan pendidikan dan unsur-unsur yang terkait dalam pengelolaan dan pengembang pendidikan khususnya pengembangan kurikulum dalam PAI sekaligus sifatnya berperan menempatkan diri disela-sela kekosongan ruang terhadap polemik dan dinamika pengembangan pendidikan saat ini. Karena tidak dapat dipungkiri persoalan dalam pengembangan kurikulum adalah suatu kebijakan yang terkadang didalamnya terdapat unsur-unsur politik.

C.    Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum: Sebuah Tinjauan Definisi
Perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer kurikulum berarti perangkat mata pelajaran yang diberikan pada lembaga pendidikan.[6] Menurut kamus Webster 1856 dalam S.Nasution (2006), kurikulum adalah: 1. a race course; a place for running; a chariot. 2. a course in general; applied particulary to the course of study in university. Dengan demikian kurikulum dimaksud adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. Kurikulum juga bermakna “chariot’ semacam kereta pacu pada zaman dahulu yakni suatu alat yang membawa seorang dari garis start sampai finish.[7] Kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang selalu digunakan dalam bidang olah raga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish. Dalam bahasa Arab, istilah “kurikulum”diartikan dengan Manhaj,[8] yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia dalam bidang kehidupannya.
Pengertian diatas masih dianggap sebagai pengertian yang bersifat mikro. Definisi kurikulum sangat berkembang dan bervariasi hal ini sebagaimana dikemukakan oleh banyak pakar pendidikan diantaranya yaitu dalam S. Nasution,  J. Galen Syalor dan William M. Alexander (1956) menjelaskan arti kurikulum yakni segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum dan meliputi juga kegiatan eksrtrakurikuler. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya. William B. Ragan (1966), menggunakan kurikulum dalam artian yang luas, yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala kemampuan anak dibawah tanggung jawab sekolah, kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial antara guru dan murid, metode mengajar, cara mengevaluasi termasuk kurikulum.[9] Sedangkan Hilda Taba (1962) dalam Curriculum Development, Theori and Practice, mendefinisikan“a curriculum is a plan for learning”,[10] kurikulum yaitu perencanaan untuk belajar atau sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak.
Kurikulum merupakan niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah. Isi kurikulum adalah pengetahuan ilmiah, termasuk kegiatan dan pengalaman belajar, yang disusun sesuai dengan taraf perkembangan siswa. Kurikulum akan mempunyai arti dan fungsi untuk mengubah siswa apabila dilaksanakan dan ditransformasikan oleh guru kepada siswa dalam suatu kegiatan yang disebut proses belajar mengajar. Dengan kata lain proses belajar mengajar adalah operasionalisasi dari kurikulum­.[11] S.Nasution mendefinisikan kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat ide, suatu cita-cita tentang manusia atau warga negara yang akan dibentuk.[12] Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada pasal 1 ayat 19 dijelaskan kurikulum  yaitu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[13] Sedangkan Abd Rachman Assegaf memandang kurikulum adalah wahana belajar mengajar yang dinamis, sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus-menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat.[14] Singkatnya Subandijah dalam pengantarnya memandang kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.[15]
Tinjauan kurikulum seperti yang telah diuraikan di atas lebih terformat dan menekankan pada mata pelajaran dan isi pelajaran atau dapat dikatakan mata pelajaran yang harus ditempuh dan diikuti oleh siswa (anak didik) untuk kenaikan jenjang kelas dan memperoleh ijazah. Sebaliknya berbeda dengan penekatan yang dikemukakan oleh Hilda Taba yaitu “Curriculum is after all, a way of preparing young people to participate a productive members af our culture”[16],kurikulum merupakan metodologi untuk mempersiapkan manusia agar dapat berpartisipasi aktif sebagai anggota masyarakat yang produktif dari suatu budaya. Pendapat tersebut tentunya berlaku pada lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Dalam perspektif pendidikan Islam kurikulum merupakan materi yang diajarkan oleh guru kepada siswa yang tersusun secara sistemik dengan yang hendak dicapai yaitu tujuan pendidikan Islam. Dalam konteks pendidikan kurikulum, (manhaj) sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka serta nilai-nilai.[17]
Kurikulum adalah suatu kelompok pelajaran dan pengalaman yang diperoleh si pelajar dibawah bimbingan sekolah. Atau suatu perangkat mata kuliah mengenai bidang keahlian khusus. Atas dasar ini kurikulum mencakup rancangan tentang pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam ilmu pengetahuan, serta metode yang digunakan untuk menyampaikan ilmu pengetahuan tersebut. Jadi kurikulum mengandung dua sisi yaitu; mata pelajaran (ilmu pengetahuan itu sendiri) dan sistem/metode penyampaian pelajaran tersebut.[18]Dalam Islam, kurikulum pendidikan harus berdasarkan aqidah Islam.[19] Sebab apabila aqidah Islam sudah menjadi asas yang mendasari bagi kehidupan seorang muslim, asas bagi negaranya, asas bagi hubungan antar sesama muslim, asas bagi aturan dan masyarakat umumnya maka seluruh pengetahuan yang diterima oleh seorang muslim harus berdasarkan aqidah Islam pula, hal itu berupa pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, hubungan antar sesama muslim, masalah-masalah politik dan kenegaraan, atau masalah apapun yang ada kaitannya dengan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Dari beberapa pengertian kurikulum tersebut diatas hal ini dapat disimpulkan bahwa kurikulum idealnya merupakan alat atau pemandu “peta dan kompas”dalam pendidikan yang termuat komponen-komponen sistematis dan fleksibel baik yang dijalankan oleh guru dan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang (tujuan pendidikan Islam), dengan berkembang secara kontinyu sesuai dinamika dalam suatu masyarakat. Dengan demikian rambu-rambu dan tujuan dalam pelaksanaan pembelajaran pada suatu lembaga pendidikan diatur melalui kurikulum. Kurikulum menjadi inti dan kunci kesuksesan maupun kegagalan suatu pendidikan yang diperankan oleh pendidik/guru, oleh karena itu dalam penyusunan kurikulum diperlukan sebuah ketelitian guna menghasilkan mutu (out put) pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Dari definisi di atas menguraikan empat unsur atau aspek utama dalam kurikulum yaitu:[20] Pertama. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu, Kedua, Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu, Ketiga, Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan mendorong murid-murid belajar dan membawa mereka kearah yang dikehendaki oleh kurikulum, Keempat, metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum.
Definisi kurikulum di atas dapat pula ditelaah makna pengembangan kurikulum yakni suatu proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. David Pratt (1980) memberikan pengertian bahwa pengembangan kurikulum adalah proses atau kegiatan yang disengaja dan dipikirkan untuk menghasilkan sebuah kurikulum sebagai pedoman dalam proses dan penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di sekolah.[21] Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimana pembuatan kurikulum akan berjalan.[22] Adapun prinsip pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip relevansi, prinsip fleksibilitas, prinsip kontinuitas, prinsip efektifitas (mencapai tujuan), prinsip efisiensi (sesuai kondisi), dan prinsip praktis (dapat digunakan oleh siapa saja).[23] Dengan demikian kurikulum yang merupakan suatu acuan yang digunakan menuju tercapainya tujuan pendidikan tidak hanya berdasar pada satu konsep kurikulum akan tetapi diperlukan suatu pengembangan sehingga mengalami sistematisasi melengkapi kekurangan yang ada dengan tetap mempertimbangkan berbagai aspek prinsip pengembangan kurikulum.

D.    Landasan Pengembangan Kurikulum PAI
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.[24] Dalam pengembangan kurikulum pendidikan perlu didasari oleh landasan sebagai pondasi pokok dalam merumuskan suatu kurikulum. Landasan kurikulum akan memberikan arah pendidikan terkait dengan aspek-aspek tertentu sesuai dengan pandangan suatu negara atau bangsa terhadap cita-cita dan tujuan pendidikannya. Di Indonesia landasan pengembangan kurikulum ini disesuaikan pula dengan keadaan yang ada. Oleh karena itu pengembangan kurikulum merupakan bagian dari strategi manajemen pendidikan[25]untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.[26] Landasan merupakan pokok, pondasi atau dasar dalam membangun sesuatu demikian halnya kurikulum pendidikan, membangun sebuah kurikulum pendidikan tentunya memiliki landasan yang kokoh sehingga implementasi, arah dan tujuan dari pendidikan tersebut jelas dan bertahan lama.
Pengembangan tersebut harus berpijak pada pondasi yang kokok sebab pembelajaran dan pendidikan pada prinsipnya senantiasa dihadapkan dengan berbagai tantangan yang luar biasa seiring dengan perkembangan global. Perkembangan pendidikan suatu bangsa termanifestasi dalam berbagai bentuk kemajuan pembangunan dan sumber daya manusia. Pada sisi lain berbenturan dengan  yang kian kompleksnya sistem yang berlaku dunia pendidikan.
Dalam Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2013 Bab XIA pasal 77A termuat kerangka dasar yang berisi landasan[27] kurikulum yang ditetapkan pemerintah yaitu landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis dalam standar nasional pendidikan.[28]
a.      Landasan Filosofis (Philosophical foundation)
Dalam pengembangan kurikulum, filsafat menempati peranan yang penting dalam pengembangan suatu kurikulum pendidikan. Dalam filsafat pendidikan terdapat berbagai aliran filsafat seperti perenialis, idealis, pragmatis, rekonstruktif, eksistensialis,realis dan konstruktivis.[29] Aliran filsafat dalam pendidikan tersebut menjadi pijakan pengembangan kurikulum.
Dalam filsafat pendidikan, pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata besar manfaatnya bagi kurikulum karena menentukan arah kemana anak-anak harus dibimbing. Sekolah ialah lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi filsafat menentukan tujuan pendidikan.[30] Landasan filosofis (philosophical foundation) memiliki peranan penting dalam pengembangan kurikulum, ajaran filsafat memberikan ruang bagi pemikiran manusia dalam melakukan pengkajian ilmiah terkait dengan aspek kehidupan yang universal sehingga dapat menghasilkan pemikiran yang hakiki, hal ini tentunya bersifat relatif dan subyektif.
Asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesui dengan filsafat negara. Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. “baik’’ pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita atau filsafat yang dianut negara, tetapi juga guru, orang tua, masyarakat bahkan dunia. Kurikulum tak dapat mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat bangsa dan negara  terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus di capai melalui pendidikan formal.[31]
Di Indonesia, Pancasila dan UUD 1945 telah diterima secara resmi sebagai falsafah dan dasar pendidikan nasional kita demikian halnya tidak bertentangan dengan filsafat pendidikan Islam dan agama lain. Hal ini didasarkan pada filsafat pendidikan nasional yang selaras dengan filsafat pendidikan Islam yakni berada pada tujuan filosofisnya masing-masing, hal ini dapat ditemukan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[32] Dalam tujuan filsafat pendidikan Islam menurut Ramayulis dan Syamsul Nizar ada dua dimensi pokok yaitu abadi dan positif. Abadi, karena tujuan akhir filsafat pendidikan Islam menembus dimensi ruang dan waktu yaitu keselamatan di dunia dan keselamatan di akhirat. Sedangkan positif, karena tujuan yang akan dicapai senantiasa diarahkan pada bentuk bimbingan potensi manusia yang fitri: jasmani, akal, qalb, dan ruh. Penempatan pemikiran dan tindakan sejalan dengan prinsip Al-Qur’an dan Hadis.[33]
Dari hal tersebut di atas dapat dipahami bahwa kedua tujuan filosofis tersebut tidaklah bertentangan namun bahkan saling melengkapi, tujuan pendidikan nasional menitikberatkan pada perkembangan potensi iman, keterampilan serta tanggung jawabnya sebagai manusia. Pada tujuan filsafat pendidikan Islam lebih bersifat pada hal yang mutlak dan hakiki, keselamatan jasad dan ruh di dunia dan akhirat. Dengan demikian disinilah pentingnya landasan filosofis tersebut sebagai landasan dalam pengembangan kurikulum khususnya kurikulum Pendidikan Agama Islam.
b.      Landasan Sosiologis (Sociological foundation)
Landasan sosiologis (sociological foundation) sangat berkenaan dengan kebutuhan, perkembangan dan karakteristik suatu masyarakat yang mengalami suatu proses sosial.  mempertimbangkan pola-pola interaksi suatu masyarakat yang mengalami dinamika dalam proses sosial. Asas sosiologis mempunyai peranan penting dalam mengembangkan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka bumi ini. Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan kebutuhan masyarakat. Karena itu sudah sewajarnya kalau pendidikan memperhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan mesti memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan.[34] Pendidikan pada dasarnya memiliki keterkaitan dengan aspek-aspek lain seperti politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Oleh karena itu dalam system pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan sangat berfungsi untuk kepentingan suatu masyarakat bangsa. Jika ditinjau khususnya di Indonesia yang heterogen−aneka ragam kultur dan latarbelakang sosial masyarakatnya, pendidikan selama ini yang telah berjalan dengan semestinya merangkul dan mewujudkan fungsi utamanya dalam perubahan sosial terhadap masyarakat.
Dalam mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada lingkungan atau dunia di mana mereka tinggal, merespon berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkan oleh beberapa golongan dalam masyarakat dan memahami tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan bangsa dan berkait dengan falsafah pendidikan yang berlaku.[35]
Sangat banyak kebutuhan masyarakat yang perlu dipilah-pilah, disaring dan diseleksi. Agar kebutuhan itu menjadi suatu keputusan dalam pengembangan kurikulum, maka tugas pengembangan kurikulum pun sangat kompleks. Abdullah Idi mengutip Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati (1991), kompleksnya kehidupan dalam masyarakat disebabkan karena;[36] (1) dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam, (2) kepentingan antar-individu berbeda-beda, dan (3) masyarakat selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap merujuk pada asas kemasyarakatan sekaligus dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu pengembangan kurikulum dalam landasan sosiologisnya dipengaruhi oleh kekuatan sosial, kemajuan IPTEK, perubahan pola hidup dan perubahan social politik.[37]
c.       Landasan Psikopedagogis−(Psikologis)
Psikopedagis merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara pembelajaran mendidik atau cara pendidikan yang menyelidiki pembelajaran terhadap anak didik yang terkait dengan proses mental dan kejiawaannya. Landasan pedagogis ini memberikan pengertian bahwa kurikulum pendidikan hendaknya disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan anak dan perkembangan yang dilalui anak didik. Kurikulum pendidikan harus dirancang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan anak didik, tahap kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan sosial, kebutuhan dan keinginan, minat, kecakapan, perbedaan individual dan lain sebagainya yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologis.[38]
Dalam pandangan Wina Sanjaya kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam mengantar anak didik sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan. Secara psikologis anak didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah, kurikulum harus memperhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak.[39] Kedua landasan ini dianggap penting terutama dalam memilih dan menyusun isi kurikulum, proses pembelajaran dan hasil belajar yang dinginkan.[40] Meggi Ing (1978) dalam Abdullah Idi menyebutkan kontribusi terhadap studi kurikulum memiliki dua bentuk. Pertama, model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan. Kedua, berisikan berbagai metodologi yang dapat diadaptasi untuk penelitian pendidikan.[41]
d.      Landasan Yuridis (Juridical foundation)
Setiap pendidikan formal sudah dipastikan akan dikelolah dengan badan hukum sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, termasuk kurikulum yang digunakan. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang dilakukan harus mengacu pada landasan yuridis yang telah ditetapkan. Adapun landasan yuridis yang diberlakukan di Indonesia adalah Pertama, UUD 1945 dan perubahannya BAB XII tentang pendidikan dan kebudayaan Pasal 31. Kedua, TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN. Ketiga, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Keempat, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, Kelima, Undang-Undang No. 20/2003tentang Sisdiknas. Keenam, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketujuh, standar ini yang ditetapkan Permendiknas RI No. 22 tahun 2006. Kedelapan, Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan dalam Permendiknas RI No. 23 Tahun 2006. Kesembilan, Pelaksanaan Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 23 tahun 2006 yang ditetapkan dengan Permendiknas RI No. 24 Tahun 2006[42] dan regulasi yang terkait Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,yang pada prinsipnya sama dengan implementasi Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 sebelumnya pada Pasal 2 ayat (1) yang meliputi: a) standar isi; b) standar proses; c) standar kompetensi lulusan; d) standar pendidik dan tenaga kependidikan; e) standar sarana dan prasarana; f) standar pengelolaan; g) standar pembiayaan; dan h) standar penilaian pendidikan.
Landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum tersebut di atas yang telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah dapat dikatakan telah mengakomodasi kebutuhan kurikulum pendidikan dalam pendidikan nasional, namun pada aspek lain beberapa praktisi pendidikan memberikan tinjauan sebagai landasan kurikulum yang wajib diperhatikan dalam pengembangan kurikulum pendidikan. Beberapa landasan tersebut diantaranya landasan organisatoris, landasan IPTEK, dan landasan Agama−(agama Islam). Hal ini dapat ditinjau sebagai berikut:
e.       Landasan Organisatoris  (Foundation organizational)
Salah satu tantangan dan beban baru dalam pengembang kurikulum adalah keadaan masyarakat yang kian berubah dan kemajuan sangat pesat, hal ini terkait dengan masalah apa yang seharusnya diajarkan dan kepada siapa. Nasution (1989), menyatakan bahwa ada dua masalah pokok yang harus dipertimbangkan, yakni : Pertama, pengetahuan apa yang paling berharga untuk diberikan untuk anak didik dalam suatu bidang studi, Kedua, bagaimana mengorganisasi bahan itu agar anak didik dapat menguasainya dengan sebaik-baiknya.[43]
Lebih lanjut masalah lain tentang organisasi bahan yang juga tak kalah penting dalam hal ini ada bermacam cara dalam mengorganisasikan bahan sebagai keperluan pengajaran. Salah satu caranya adalah mengorganisasikan bahan berdasarkan topik, tema, kronologi, konsep, isu logika, dan proses disiplin.[44] Oleh karena itu dalam landasan organisatoris ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan, yaitu: Tujuan bahan pelajaran, sasaran bahan pelajaran, dan pengorganisasian bahan. Dengan demikian pemahaman mengenai asas-asas tersebut bagi para pengembang kurikulum sangat penting dalam menghasilkan suatu kurikulum yang diharapkan. Adiwikarta (1994), ada tiga hal kecenderungan yang harus diperhatikan bagi pengembang dan pelaksana kurikulum yaitu: (1) Kekinian dan kedisinian, (2) Kemasa-depanan, (3) Kepentingan satuan pendidikan.[45] Landasan organisatoris dinilai sangat penting sebab menjangkau inti (core) dari kegiatan pembelajaran yang bersifat sistematis dalam suatu proses pendidikan. Terorganisirnya bahan pengajaran serta aspek peserta didik yang menjadi objek pembelajaran sangat memungkinkan tujuan pendidikan akan tercapai dengan sebaik mungkin.
f.        Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) (The foundation of Science and Technology)
Sesuai dengan pandangan Wina Sanjaya di atas terkait kemajuan IPTEK yang turut mempengaruhi landasan sosiologis, maka dengan demikian kurikulum senantiasa turut beringingan dengan Ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta menjadikannya sebagai salah satu landasan, terlebih dengan era globalisasi yang serba praktis ini menuntut para pengembang dan pengguna kurikulum untuk berkreasi, menyiapkan peserta didik menghadapi perubahan global guna mencapai tujuan pendidikan.
Zainal Arifin memandang bahwa implikasinya dalam pengembangan kurikulum harus dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik untuk lebih banyak menghasilkan tekhnologi baru sesuai dengan perkembangan zaman dan karakteristik masyarakat Indonesia. Pengembangan kurikulum harus difokuskan pada kemampuan peserta didik untuk mengenali dan merevitalisasi produk tekhnologi yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sesuai dengan perkembangan IPTEK itu sendiri.[46]
Pengembangan kurikulum melalui landasan IPTEK diharapkan peserta didik mampu merubah tatanan kehidupan manusia melalui pengetahuan dan tekhnologi yang tepat guna yang tidak hanya berorientasi pada masa sekarang akan tetapi diharapkan mampu mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada masa yang akan datang. Selain itu peserta didik mampu mengimbangi kepentingan bersama dengan menyelaraskan pola pengetahuan dan tekhnologi yang mengalami perkembangan.
g.      Landasan Kebutuhan Masyarakat (The foundation of Community Needs)
Masyarakat tentu mengalami perubahan, baik perubahan sosial maupun perubahan pola hidup, cepat berkembang dan penuh transisi baik dari segi budaya, ekonomi dan iptek serta kebutuhan masyarakat lainnya. Dalam suatu masyarakat dipengaruhi pula oleh perbedaan tempat dan latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Hal ini sangat berpengaruh terhadap aspek kebijakan pendidikan. Dalam pengembangan suatu kurikulum pendidikan, landasan pengembangan kurikulum penting mengikuti ritme kebutuhan masyarakat tersebut yang diharapkan dapat mengakomodasi serta memberi ruang perkembangan dengan asas kebutuhan. Hal ini memiliki keterkaitan erat dengan aspek sosiologis masyarakat (landasan sosiologis).
Pada masa kini kebutuhan masyarakat mengalami dinamika dan peningkatan seiring dengan kemajuan pendidikan. Dalam realitas globalisasi masyarakat kian mengalami kegelisahan yang terkadang sulit teratasi, dengan demikian pendidikan dalam peranannya serta melalui pengembangan kurikulum hendak mampu memecahkan persoalan dan menjawab kegelisahan suatu realitas sosial masyarakat.
h.      Landasan agama−“Agama Islam” (The foundation of religion)
Landasan pengembangan kurikulum yang tak kalah penting adalah landasan agama. Di Indonesia dalam mengembangkan kurikulum hendaknya berlandaskan pada Sila Pertama Pancasila yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” hal ini menyatakan bahwa kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi individu peserta didik sesuai dengan agama dan kepercayaannya pentingnya suatu kurikulum berlandaskan pada aspek agama tersebut. Hal ini didasarkan bahwa dalam kehidupan peserta didik senantiasa diharapkan untuk saling bekerja sama dan saling menghormati terhadap sesama penganut agama yang berbeda sehingga tercipta suatu keharmonisan, rukun dan damai.
Dalam pendidikan Islam dasar utama dalam pengembangan kurikulum adalah dasar agama Islam. Pendidikan Islam sebagai salah satu sistem yang berlaku dalam masyarakat, maka sistem pendidikan juga harus berlandaskan pada agama Islam. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Oemar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany bahwa sistem pendidikan harus meletakkan dasar filsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada agama Islam atau syariat Islam dan pada apa yang terkandung pada syariat termasuk prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran yang berkaitan dengan akidah, ibadat, mu’amalat dan hubugan-hubungan yang berlaku dalam masyarakat.[47]Al-Syaibani memberikan kerangka dasar ini tentang kurikulum Islam, bahwa dasar ini hendaknya menjadi ruh dan target tertinggi dalam kurikulum. Dasar agama dalam kurikulum pendidikan Islam jelas hams didasarkan pada al-Qur’an, al-Sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya. Selain dasar agama terdapat pula dasar falsafah, psikologis, dan sosial.[48]
Lebih lanjut Al-Syaibany menjelaskan dari keseluruhan sumber inilah pendidikan Islam mengambil falsafah, tujuan-tujuan, matlamat-matlamat, dasar-dasar kurikulum dan metode-metodenya. Kurikulum sendiri, pendidikan yang berdasar pada agama Islamharuslah berusaha agar kurikulumnya menolong pelajar-pelajar untuk membina iman yang kuat dan sehat kepada Allah, demikian halnya harus menanamkan  jiwa yang berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama dan akhlak yang mulia, dan menambahkan kesadaran agama dan melengkapinya dengan ilmu yang berguna bagi mereka di dunia dan akhirat.[49]
Dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan Islam, haruslah kurikulum dalam pendidikan Islam dan menyeluruh kandungan-kandungannya, melebihi ilmu-ilmu agama dan alat-alatnya termasuk tafsir, hadist, fiqhi, dasar-dasar aqidah, ilmu hadist, ushul fiqh, nahu, saraf, balaghah, adab dan lain-lain.[50] Hasan Langgulung menambahkan bahwa secara umum kurikulum pendidikan Islam itu meliputi ilmu-ilmu bahasa dan agama, ilmu-ilmu kealaman (natural), sebagian ilmu-ilmu yang membantu ilmu-ilmu ini atau seperti sejarah, sastra, sya’ir, nahu, balaghah, filsafat dan logika harus terjaga.[51] Abuddin Nata[52] menjelaskan (landasan agama) the foundation of religion menjadi bagian yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dengan cermat dalam menyusun kurikulum pendidikan Islam, karena dalam berbagai disiplin ilmu tersebut tidak selamanya sejalan dengan ajaran Islam mengingat dasar ontologis, epistemologis dan aksiologis berbeda. Berbagai ilmu pengetahuan berkembang di Barat pada umumnya berdasarkan pada pandangan rasional, empiris dan objektif belaka. Adapun dalam pendidikan Islam selain berdasarkan pada pandangan tersebut juga harus berdasarkan pada  pandangan tauhid, akhlak mulia, yakni bahwa semua ilmu tersebut diyakini sebagai pemberian dan tanda kekuasaan Tuhan, dan harus digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Dari uraian tersebut landasan agama sebagai landasan yang terpenting dalam pengembangan kurikulum maka dalam menentukan arah, tujuan dan pengembangan pendidikan Islam haruslah tercakup landasan tersebut sebagai poin yang paling utama. Tanpa landasan agama sebagai landasan pokok dalam pengembangan suatu kurikulum  maka arah dan tujuan pendidikan yang diharapkan hanya menjauhkan peserta didik dari nilai-nilai tauhid, spiritual yang pada gilirannya kehidupan yang dihadapi terasa hampa. Dengan landasan agama dalam kurikulum pendidikan dapat menentukan arah dan tujuan suatu pendidikantersebut. Landasan agama ini jelas keterkaitannya dengan landasan dalam pengembangan kurikulum sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Diantaranya landasan filosofis bangsa Indonesia yang jika dikaitkan slogan sebagai bangsa mayoritas muslim. Maka tentunya dalam pendidikan Islam khususnya inilah yang menjadi landasan pertama sebagai landasan pengembangan kurikulum.
Kurikulum pendidikan Islam bersifat fungsional, tujuannya mengeluarkan dan membentuk manusia muslim, kenal agama dan Tuhannya, berakhlak Al-Qur’an, tetapi juga mengelurkan manusia yang mengenal kehidupan, sanggup menikmati kehidupan yang mulia, dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi makna dan membina masyarakat, mendorong dan mengembangkan kehidupan melalui pekerjaan yang dikuasainya.[53]

E.     Tinjaun Kritis Landasan Konseptual Kurikulum PAI
Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan, maka dalam rangka melayani harapan masyarakat kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan zaman, dilakukan perubahan dan penyempurnaan secara berkelanjutan. Untuk itu, dalam penyusunan kurikulum diperlukan landasan yang kuat dan kokoh dengan mendasarkan pada hasil pemikiran-pemikiran dan penelitian secara mendalam sebagai hasil kerja intelektual yang dilakukan secara teliti dan sistematis terhadap praktek pendidikan sehingga sejalan dengan apa yang menjadi tujuan masyarakat.[54]
Landasan pengembangan kurikulum dapat menjadi titik tolak sekaligus titik sampai. Titik tolak berarti pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembaharuan tertentu seperti penemuan teori belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi sekolah. Titik sampai berarti masyarakat harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat merealisasi perkembangan tertentu, seperti inpak kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, tuntutan-tuntutan sejarah masa lalu, perbedaan latar belakang murid, nilai-nilai filsafat suatu masyarakat, dan tuntutan-tuntutan kultur tertentu.[55]
Landasan tersebut sebagaimana diuraikan diawal eksistensinya merupakan suatu karakteristik di negara Indonesia hal ini adalah wujud kebijakan pemerintah sepanjang sejarah pendidikan nasional yang melahirkan perubahan kurikulum dari masa kemasa yang jelas memiliki orientasi berbeda sesuai dengan pola pikir masing-masing pemegang kebijakan pendidikan. Landasan sebagai kerangka konseptual turut memberikan dorongan terhadap pola pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), dalam landasan pengembangan kurikulum memiliki muatan-muatan yang saling terintegrasi sehingga saling melengkapi satu sama lain. Dengan demikian Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak hanya penting menjadikan landasan utama yaitu pada akar fundamentalnya sebagai konseptual semata tetapi Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam kurikulumnya penting turut mengikuti ritme global dan dinamika masyarakat yang kian berkembang dan penuh tantangan. Sehingga dengan keterpaduan landasan pengembangan kurikulum menjadikan Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki kekuatan kurikulum dan berbeda dengan pelajaran lainnya.
Islam merupakan agama yang universal, menjangkau aspek kehidupan manusia sepanjang zaman. Agama Islam yang rahmatan lil alamin menempatkan posisi pada berbagai aspek ilmu pengetahuan yang dalam orientasinya mengarahkan manusia untuk memaksimalkan potensi ilmunya dan kehidupan guna kemaslahatan umat manusia di muka bumi, baik dalam memaksimalkan potensi sistem yang berlaku dalam kehidupan secara umum maupun sistem dalam pendidikan secara khusus. Dilain hal Abdurrahman Saleh Abdullah[56] menyebutkan bahwa Islam menolak dualisme sistem kurikulum dan sekularisme, keberadaan sistem pendidikan yang berbeda pada gilirannya menuju pada dualisme ilmu pengetahuan yang terdapat pada kurikulum pendidikan. Bidang-bidang pengajaran yang dipinjamkan dari lembaga-lembaga pendidikan modern telah diadopsi oleh barat, karena itu materi-materi pendidikan yang ditransformasikan itu menjadi tanpa bentuk. Akibat yang berbahaya bagi setiap pendidik muslim berkenang dengan adopsi dualisme pendidikan itu ada dua, yaitu; Pertama, pokok-pokok studi ilmu Islam yang segera akan membentuk kerangka landasan kurikulum. Kedua, adopsi sekularisme[57] yang bertentangan dengan pandangan Islam.
Pandangan ini pula tidak salah sama sekali jika mengupayakan adopsi sekularisme dalam kurikulum pendidikan agama Islam dan dari konsistensinya dengan asas-asas pokok Islam yang sebenarnya sangat memungkinkan,[58] hal ini dalam pandangan penulis sekularisme tak selalu memiliki misi yang buruk (orientasi sekuler) namun yang terpenting dalam pendidikan agama Islam adalah perlunya mempertahankan nilai-nilai dan tujuan pendidikan yang sebenarnya yakni dengan menyatukan muatan-muatan positif dari konsep-konsep pendidikan yang sekuler itu sebagai pendukung kekuatan dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Selain itu Mastuhu[59] juga menyarankan bahwa sebaiknya masing-masing penyelenggara perguruan merencanakan kurikulumnya sendiri sesuai dengan pandangannya, namun harus tetap dalam rambu-rambu kebangsaan, kebernegaraan dan matched dengan tantangan kehidupan lokal dan global.
Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan nasional, landasan dalam kurikulum tersebut sangat tidak berlebihan jika landasan-landasan ini saling terpadu dan melengkapi sehingga merupakan hal yang utama dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI), hal ini tentunya diharapkan berimplikasi nyata pada mutu pendidikan agama Islam (PAI) sendiri. Bagi bangsa Indonesia dengan suku dan agama yang begitu plural, masyarakatnya mayoritas beragama Islam demikian halnya banyaknya lembaga-lembaga pendidikan Islam, kurikulum-kurikulum yang dipergunakan selalu menjadi tinjauan seiring dengan perkembangan global sehingga dalam pendidikan agama Islam (PAI) tantangan sangat kompleks oleh karena itu dengan menelaah landasan kurikulum diawal maka dalam pengembangan-pengembangan kurikulum PAI di lembaga-lembaga pendidikan penting mempertimbangkan beberapa hal diantaranya yaitu:
Pertama, Kurikulum harus berdasar pada filsafat ilmu keberagamaan Islam, kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) harus memberikan rambu-rambu sesuai asas agama Islam, mengarahkan pendidikan ditengah iringan global yang sesuai asas fundamentalnya sebagai hal yang utama melalui landasan organisnya yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Kedua, Nilai-nilai agama Islam yang sesuai dengan karakter budaya lokal tidak dapat dilepaskan dalam kurikulum PAI sehingga menjadi sebuah rangkaian yang utuh dalam pendidikan guna tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, pentingnya “Integratif”, landasan-landasan sebagai kerangka konseptual pengembangan kurikulum terutama dalam menghadapi kehidupan mengglobal sekarang ini maka aspek landasan secara keseluruhan hendaknya saling terpaut, terpadu sehingga menjadi suatu kekuatan kurikulum menuju tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam khususnya.
Keempat, mengingat tantangan global dewasa ini terhadap peserta didik yakni adanya pergeseran nilai dan karakter generasi bangsa yang kian memudar, maka dalam suatu pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) hendaknya menjadikan aspek pendidikan nilai (value education) (karakter, moral) sebagai suatu tumpuan sekaligus muatan utama dalam kurikulum pendidikan pada umumnya dan PAI pada khususnya.
Kelima, kesenjangan dalam realitas masyarakat serta pendidikan Islam selama ini yang orientasinya dihadapkan pada nilai-nilai teologis masa lampau, sedangkan kehidupan masyarakat ada pada realitas kekinian (modern) dan jangka panjang, oleh karena itu salah satu hal yang dapat berperan adalah kurikulum PAI yang pengembangannya penting menjembatani realitas keduanya guna lebih mencerahkan kehidupan masyarakat khususnya dilingkungan edukatif yakni peserta didik.
Keenam, peserta didik dimasa yang akan datang tentunya akan menjadi masyarakat yang berciri akademik “society knowledge” yang bermodalkan kecerdasan, intelektual dan keterampilan yang memadai, namun tak hanya itu yang perlu diejawantahkan dalam menghadapi kehidupan dimasa yang akan datang, intelektual emosional dan spiritual fundamental perlu terpadu diajarkan secara holistik dalam mata-mata pelajaran hal ini guna membekali peserta didik untuk selalu berpikir logis, dan rasional.
Hal ini tentu menarik sebab ditahun 2013 diterapkan kurikulum 2013 yang tentunya diharapkan peserta didik dimasa yang akan datang bermodalkan nilai-nilai pendidikan secara holistik. Menurut Head of Research & Defelopment Santa Laurensia Jeani Budiawati Tjandiagung berpendapat bahwa kurikulum 2013 memiliki dasar yang sangat bagus, hal ini bisa dilihat dari content yang didalamnya terpusat pada pengembangan kompetensi dan kemampuan karakter. Lebih lanjut menuturkan pada masa depan, Indonesia membutuhkan anak bangsa yang memiliki kekuatan pada 4C yaitu, critical, creative, communicative, dan critical thingking.[60] Namun harapan baik ini tentu penting adanya keterlibatan berbagai unsur pendidikan dalam mengontrol perkembangan mutu dan realisasinya dimasa-masa yang akan datang.

F.     Kesimpulan
Kurikulum merupakan alat (peta dan kompas) yang termuat komponen-komponen sistematis baik garis star, jalur tempuh hingga titik akhir finish dan dapat dikonotasikan sebagai koordinat akhir atau pembelajaran dalam suatu proses pendidikan. Kurikulum tersebut dijalankan oleh guru dan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Jangka pendek merupakan tujuan sementara untuk mengukur kemampuan dan pengetahuan serta keterampilan individu peserta didik. Jangka panjangnya adalah tentu tujuan akhir dari pendidikan (pendidikan Islam), tujuan akhir ini sebagai puncak dari pendidikan yang bersifat hakiki.
Pengembangan kurikulum (secara kontinyu) tentu sesuai dinamika dalam suatu masyarakat dan tetap berdasarkan aqidah Islam, sebab aqidah Islam penting menjadi asas yang mendasari bagi kehidupan seorang muslim, baik asas dalam lingkungan atau negara, antar sesama serta aturan yang berlaku pada masyarakat umumnya. Dalam pengembangan suatu kurikulum, terkhusus kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) harus mengacu pada beberapa aspek dasar yang berupa landasan-landasan kurikulum guna menjadikan titik tolak terwujudnya pembelajaran sehingga tujuan dari pendidikan tersebut dapat diketahui. Landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum tersebut setidaknya terbagi atas delapan landasan pokok yaitu, (1) Landasan filosofis (Philosophical foundation), (2) Landasan sosiologis  (Sociological foundation), (3) Landasan psikopedagogis-(psikologis), (4) Landasan yuridis (Juridical foundation), (5) Landasan organisatoris (Foundation organizational), (6) Landasan  llmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK) (The foundation of Science and Technology), (7) Landasan kebutuhan masyarakat (The foundation of Community Needs), dan (8) Landasan agama−“Agama Islam” (The foundation of religion).
Tanpa landasan kurikulum yang kokoh maka kurikulum dan pendidikan tidak akan mampu berorientasi pada aspek kehidupan dan tantangan global, baik pada kurikulum pendidikan umum maupun kurikulum PAI secara khusus. Dalam pengembangan kurikulum PAI diharapkan menjangkau realitas sosial kehidupan masyarakat baik dalam lokal maupun secara global dengan realitasnya yang lahir dan terus , sehingga konseptual kurikulum PAI urgen ditempatkan pada posisi tersebut. Landasan yang terpadu dan holistik dalam pengembangan kurikulum PAI akan menjadi sebuah kekuatan kurikulum dan dinilai akan memberikan pengaruh besar terhadap mutu pendidikan baik pada lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya lembaga pendidikan pada umumnya sesuai pada tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan dimasa yang akan datang akan terus tertantang dengan berbagai aspek transisi kehidupan yang terus menggeliat dan praktis dengan melalui landasan kurikulum dalam mengembangkan konsep pendidikan konfrehensif bagi peserta didik berintelektual, spiritual, humanistik, terampil dan berakhlak maka aspek kurikulum selalui diperlukan reorientasi melalui landasan-landasan teoritisnya, dengan melibatkan koordinasi antar pihak yaitu aktor dalam pendidikan di sekolah, masyarakat, praktisi, maupun pemerintah.

G.    Daftar Pustaka


Abdullah, Saleh, Abdurrahman, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Assegaf, Rachman Abd.,Materi Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI, (dalam power point).

_______, Rachman,Abd.,Internasionalisasi Pendidikan, Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat,Yogyakarta: Gama Media, 2003.

Arifin, Zainal,Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Konsep Teoritis, Prinsip, Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi & Inovasi,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.

Aziz, Abd.,Filsafat Pendidikan Islam, Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam, Yogyakarta, Teras, 2009.

BaghdadiAl, Abdurrahman ,Sistem Pendidikan Islam di Masa Khilafah Islam,Surabaya: Al-Izzah, 1996.

Halim Abdul, Nizar, Syamsul (edt.), Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002.

Hamalik, Oemar,Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum,Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007.

Idi, Abdullah,Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2007.

Koran Harian Kompas, Rabu, 18 September 2013, Mengupas Sisi Positif Kurikulum 2013.

Langgulung, Hasan,Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 2000.

Machali Imam, dan Ara Hidayat, Pengelolaan Pendidikan, Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelolah Sekolah dan Madrasah,Yogyakarta: Kaukaba, 2012.

Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya,Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999.

Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, Yogyakarta: Safiriah Insania Press, 2004.

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007.

Nasution, S.,Asas-Asas Kurikulum,Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Nata, Abuddin,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010.

Nizar, Syamsul, dan Ramayulis,Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya,Jakarta: Kalam Mulia, 2010.

Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,Jakarta: Balai Pustaka, 2005.    
                 
Penjelasan atas Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (dalam pdf), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301.

Peraturan Pemerintah RI, Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Salinan dalam pdf), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71.

Raharjo, Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Membangun Generasi Cerdas & Berkarakter Menuju Kemajuan Bangsa,Yogyakarta: Baituna Publishing, 2012.

Rosyadi, Khairon,Pendidikan Profetik,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Rusman, Manajemen Kurikulum,Jakarta: Rajawali Press, 2009.

Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),Jakarta: Kencana, 2010.

Salim Yenni, dan Salim Peter, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi I,Jakarta: Modern English Press, 1991.

Santoso dkk, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum,Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1988.

Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996.

Sudjana, Nana,Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah,Bandung: Sinar Baru, 1991.

Sukmadinata, Syaodih, Nana,Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek,Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1997.

Syaebany, As-,Falsafat Al-Tarbiyah al-Islamiyah, Terjemahan Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Taba, Hilda,Curriculum Development, Theori and Practice,New York: Harcourt, Brace & World, Inc, 1962.

Wasty Soemanto, Hendiyat Soetopo dan, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan,Jakarta: Bina Aksara, 1986.

Yamin, Moh.,Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, (Panduan Menciptakan Manajemen Mutu Pendidikan Berbasis Kurikulum yang Progresif dan Inspiratif,Yogyakarta: Diva Press, 2009.







[1]Hasil penelitian pernah menunjukkan sekitar 87.21% adalah muslim; 6.04% Kristen Protestan; 3.58% Kristen Katolik; 1.83% Hindu; 1.03% Budha; dan 0.31% animisme. Lihat Abd. Rachman Assegaf, Internasionalisasi Pendidikan, Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hlm. 255
[2]Dalam pendidikan, kurikulum merupakan syarat yang mutlak terutama pada proses pengajaran di sekolah yang dilakukan oleh pendidik atau guru. Nana Syaodih Sukmadinata (1997),  mengemukakan bahwa kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional. Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal maupun nonformal selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan oleh karenanya kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut. Lihat, Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. v.
[3]Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm.1
[4]Lihat, Abdullah Idi. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2007), hlm. 67.
[5]Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, penjelasan Pasal 37 ayat (1) tertuang secara eksplisit bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Penjelasan atas Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (dalam pdf), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301. Diundangkan di Jakarta, 8 Juli Tahun 2003, hlm.32.
[6]Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi I, (Jakarta: Modern English Press, 1991), hlm. 802. Lihat juga, Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 617.
[7]S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 1-2. Lihat juga Moh. Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, (Panduan Menciptakan Manajemen Mutu Pendidikan Berbasis Kurikulum yang Progresif dan Inspiratif, (Yogyakarta: Diva Press, 2009), hlm. 21.
[8]Menurut Al-Khauly dalam Muhaimin, menjelaskan bahwa al-Manhaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Lihat, Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 1. Lihat juga Oemar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafat Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 478.
[9]S. Nasution, Asas-Asas., hlm. 4-5.
[10]Hilda Taba, Curriculum Development, Theori and Practice, (New York: Harcourt, Brace & World, Inc, 1962), hlm. 11.
[11]Lihat Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1991), hlm.3.
[12]S. Nasution, Asas-Asas., hlm. 8.
[13]Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional., hlm. 3.
[14]Abd. Rachman Assegaf, Materi Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI, (power point), Slide. 28.
[15]Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.v
[16]Hilda Taba, Curriculum.,hlm. 10.
[17]Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Teras, 2009), hlm. 156.
[18]Abdurrahman Al Baghdadi, Sistem Pendidikan Islam di Masa Khilafah Islam, (Surabaya: Al-Izzah, 1996), hlm. 9.
[19]Ibid.,
[20]Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 2000), hlm. 337-338.
[21] Lihat, http://www.slideshare.net/drex991, diakses, 12 Desember 2013, pukul 22.27.
[22]Abd. Rachman Assegaf, Materi Kuliah…
[23]Ibid…slide. 15.
[24]Lihat Pasal 36 ayat 1,Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, hlm. 14.
[25]Manajemen pendidikan pada dasarnya adalah alat-alat yang diperlukan dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Manajemen pendidikan sebagai seluruh proses kegiatan bersama dalam bidang pendidikan dengan mendayagunakan semua sumber daya yang ada yang dikelolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sumber daya dalam konteks manajemen pendidikan adalah berupa man (manusia=guru, siswa, karyawan), money (uang=biaya), materials (bahan/alat-alat pembelajaran), methods (teknik/cara), machines (mesin/fasilitas), market (pasar), dan minuts (waktu).. Lihat, Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelolah Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: Kaukaba, 2012), hlm. 5-6.
[26]Tujuan pendidikan (goal, objective, atau purpose) berfungsi bukan saja bersifat mengarahkan, tetapi juga menjadi dasar dalam menentukan isi pelajaran, metode dan prosedur pengajaran maupun penilaian, bahkan mendasari motifasi kerja murid dan guru di sekolah. Melihat fungsi yang demikian penting ini, maka jelaslah bahwa tujuan pendidikan merupakan dasar yang sangat penting dalam penyusunan kurikulum. Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 59
[27]Siregar dan Nara dalam Rahmat Raharjo, menjelaskan bahwa landasan adalah; (a) sebuah fondasi yang diatasnya dibangun sebuah bangunan, (b) pikiran-pikiran abstrak yang dijadikan titik tolak atau titik berangkat bagi pelaksanaan suatu kegiatan, (c) pandangan-pandangan abstrak yang telah teruji, yang dipergunakan sebagai titik tolak dalam penyusunan konsep, melaksanakan konsep, dan mengevaluasi konsep. Rahmat Raharjo sendiri memandang landasan pengembangan kurikulum sebagai suatu gagasan, asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum dengan tetap mempertimbangkan landasan filosofi, landasan yuridis, landasan psikologi, landasan sosiologis, serta landasan empiris; ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Lihat Rahmat Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Membangun Generasi Cerdas & Berkarakter Menuju Kemajuan Bangsa, (Yogyakarta: Baituna Publishing, 2012), hlm. 27-28. Lihat juga, Santoso dkk, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1988), hlm. 1.
[28]Peraturan Pemerintah RI, Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Salinan dalam pdf), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71. Diundangkan di Jakarta, 7 Mei 2013.hlm. 19.
[29]Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?. PragmatismeProgresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses. Lihat, Akhmad Sudrajat, dalam website; http://akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses 1 Desember 2013, pukul 23.36 WIB, Realisme merupakan paham atau ajaran yg selalu bertolak dari kenyataan,  Sedangkan arti Idealisme adalah: (1) aliran ilmu filsafat yg menganggap pikiran atau cita-cita sbg satu-satunya hal yg benar yg dapat dicamkan dan dipahami; (2) hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yg dianggap sempurna; (3) Sas aliran yg mementingkan khayal atau fantasi untuk menunjukkan keindahan dan kesempurnaan meskipun tidak sesuai dng kenyataan. Lihat realisme dan idealisme dalam http://artikata.com, diakses 16 Des 2013, pukul 00.14 WIB
[30]S. Nasution, Asas-Asas., hlm. 28.                           
[31]Ibid.,hlm. 11-12.
[32]Lihat, BAB II Pasal 3, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[33]Ramayulis dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm. 10.
[34]Abdullah Idi, Pengembangan., hlm.75-76
[35]Ibid., hlm. 77-78
[36]Ibid.,
[37]Lihat Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 55-60.
[38]Syamsul Nizar, Abdul halim (edt.), Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 58.
[39]Pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan ini disebabkan beberapa alasan yaitu; (1) setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu. Pada setiap tahapan itu anak memiliki karakteristik dan tugas-tugas perkembangan tertentu. (2) anak didik yang sedang pada masa perkembanganmerupakan periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka. Pada masa itu anak berada pada periode perkembangan yang sangat cepat dalam berbagai aspek perkembangan. (3) Pemahaman akan perkembangan anak, akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan, terkait proses pemberian bantuan memecahkan masalah yang dihadapi, maupun dalam antisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan. Sedangkan pada psikologi belajar, pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas karena pada dasarnya kurikulum disusun untuk membelajarkan siswa. Wina Sanjaya, Kurikulum., hlm. 48 dan 54.
[40]Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Konsep Teoritis, Prinsip, Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi & Inovasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 56
[41]Abdullah Idi, Pengembangan.,hlm. 79.
[42]Rahmat Raharjo, Pengembangan., hlm. 29-30.
[43]Lihat, Abdullah Idi, Pengembangan.,hlm. 92.
[44]Ibid., hlm.93.
[45]Lihat Ibid., hlm. 94.
[46] Zainal Arifin, Konsep.,hlm.78.
[47] Oemar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Filsafat.,hlm. 524
[48]Ibid., hlm. 124, Lihat juga Ramayulis dan Syamsul Nizar, Filsafat.,hlm.195.
[49]Ibid., hlm. 524.
[50]Ibid.,
[51]Hasan Langgulung, Asas-Asas… hlm. 130.
[52]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 132.
[53]Hasan Langgulung, Asas-Asas…hlm.131.
[54]Effendi dalam Rahmat Raharjo, Pengembangan., hlm. 27.
[55]Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hlm. 46.
[56]Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994),  hlm.163-164. Lihat  juga Khairon Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 259.
[57]Paham atau pandangan filsafat yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada ajaran agama. Lihat Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux, (Semarang: Widiya Karya, 2011), hlm. 468. Apa yang selama ini ditiru dari dunia barat menurutnya sekuler ialah menyusun kurikulum  dari tingkat-tingkat yang lebih rendah. Menurutnya cara ini tidak akan pernah berhasil mengingat tidak adanya model yang sempuran dan lengkap dari keteraturan yang lebih tinggi untuk dijadikan kriteria bagi perumusan ruang lingkup dan kandungannya. Pada pendidikan sekuler, gambaran mengenai manusia yang utuh itu memang tidak dimilikinya. Lihat juga Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 49.
[58]Tinjaun positif ini sebagaimana diungkapkan oleh Hasan dalam Abdurrahman Saleh Abdullah, dalam hal ini, pengakuan para sarjana muslim sama dengan barisan-barisan tradisional  yang merasa berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap pendidikan umat, bahwa sekuler Barat mengadakan pendekatan dengan tidak diisyaratkan sebagai makna penyebaran agama bagi kaum Kristiani, bukan juga anti-Islam, melainkan lebih memperlengkap instrument yang diperlukan bagi perkembangan sosial dan kemajuan ekonomi bangsa. Lihat, Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori.,hlm. 164-165.
[59]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, (Yogyakarta: Safiriah Insania Press, 2004), hlm. 105.
[60] Koran Harian Kompas, Rabu, 18 September 2013,  dalam Mengupas Sisi Positif Kurikulum 2013,.

Tidak ada komentar: