Tulisan ini telah diterbitkan dalam buku
Ontologi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Ontologi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
oleh Penerbit Ar-Ruzz Media Yogyakarta 2014
Cat: Jika dicopy mohon disertakan sumbernya.
Cat: Jika dicopy mohon disertakan sumbernya.
LANDASAN
KONSEPTUAL PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI:
Sebuah Tinjauan Kritis
Umar Ahmad Darwis
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Email: omar.beksam@yahoo.com
Email: omar.beksam@yahoo.com
A.
Abstrak
Pendidikan
di Indonesia telah berlansung sejak lama, pengembangan tersebut terwujud dari
berbagai aspek seperti mutu pendidikan-sumber daya manusia (Human Resources), sarana
prasarana hingga pembiayaan pendidikan, namun hingga kini belum sepenuhnya terimplementasi
maksimal sesuai dengan harapan dan cita-cita pendidikan nasional. Guna
tercapainya pendidikan yang mampu setaraf dengan negara-negara maju lainnya
maka unsur-unsur dalam pendidikan penting memahami hakikat pendidikan sehingga
dalam orientasinya menempatkan pendidikan sebagai suatu kebutuhan dasar,
melalui hal tersebut kurikulum sebagai titik tolak pelaksanaan pembelajaran
pada pendidikan selalu dikembangkan seiring kemajuan globalisasi dan kebutuhan
masyarakat.
Dalam
upaya pengembangan kurikulum didasarkan pada berbagai aspek landasan seperti
landasan agama−Islam, filosofis, yuridis, sosiologis, psikologis, iptek dan
kebutuhan masyarakat. Landasan kurikulum dijadikan sebagai kerangka konsep
dalam pendidikan pada umumnya dan Pendidikan Agama Islam (PAI) pada khususnya,
landasan teoritis tersebut ditinjau dalam upaya pengembangan kurikulum.
Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai bagian yang tak terpisahkan, dalam
pengembangannya diharapkan menjadikan landasan-landasan kurikulum yang bersifat
intergral dan holistic sehingga dapat menjadi kekuatan kurikulum Pendidikan
Agama Islam (PAI) dimasa-masa yang akan datang.
Kata Kunci: Landasan, Kurikulum, Pendidikan Agama Islam.
B.
Pendahuluan
Negara Indonesia
sebagai negara berkembang dan mayoritas muslim[1]
yang diperkirakan kurang lebih 250 juta jiwa mendiami berbagai kepulauan
nusantara dengan ragam aspek pembangunan yang salah satunya adalah aspek
pendidikan, pendidikan di tanah air senantiasa bertujuan meningkatkan harkat
dan martabat bangsa Indonesia sehingga dapat bersaing dengan negara-negara maju
lainnya, dalam mewujudkan strategi pendidikan berkualitas itu salah satu
komponen yang sangat berperan dalam menentukan tercapainya pendidikan nasional adalah
melalui aspek kurikulum.[2] Kurikulum
pendidikan nasional senantiasa dikembangkan dengan mempertimbangkan realitas
suatu negara dengan atas dasar kebutuhan dan cita-cita pendidikan bagi suatu
bangsa.
Kurikulum didalamnya merupakan suatu sistem dan program
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran pada lembaga pendidikan
sehingga kurikulum memegang peranan penting dalam mewujudkan sekolah yang
bermutu/berkualitas. Adanya beberapa program menyiapkan masyarakat dan bangsa
Indonesia yang mampu mengembangkan kehidupan demokratis yang mantap dalam
memasuki era globalisasi dan informasi sekarang ini.[3] Terwujudnya kurikulum pendidikan ditunjang melalui
asas atau landasan yang dapat menegakkan dan mengokohkan kurikulum tersebut.
Landasan suatu kurikulum bukan ada tanpa suatu sebab yang mendasarinya. Antara
suatu negara dengan negara yang lainnya jelas memiliki landasan yang tentunya
berbeda pula sesuai dengan pandangan, ideologi, dan karakteristik budaya suatu
negara, demikian halnya di Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika−pluralistis.
Abdullah Idi menuturkan falsafah
yang berlainan, bersifat otoriter, demokrasi, sekuler atau religius, akan
memberi warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh suatu bangsa bersangkutan.[4]
Oleh karena itu tujuan inti pendidikan di Indonesia adalah berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dalam rangka
mengimplementasikan prinsip spiritual bagi peserta didik tersebut maka
kurikulum pendidikan penting melakukan terobosan dan pengembangan kurikulum
dengan tetap menjadikan pendidikan agama sebagai kerangka penting dalam
meningkatkan derajat, harkat dan keimanan peserta didik hal ini dikarenakan
keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah tujuan inti dari pendidikan agama
tersebut.
Kurikulum merupakan jalur yang telah terpetakan dalam
cita-cita nasional pendidikan agar peserta didik dapat hidup sesuai dengan
nilai yang ada pada masyarakat. Peserta didik dibekali dengan ilmu pengetahuan
agama, moral, dan keterampilan yang tentunya sesuai dengan standar kebutuhan
yang akan siap menjawab problematika global dan kehidupan masyarakat. Namun
kenyataan ini belum sepenuhnya merata dari mutu pendidikan umum dan pendidikan
agama yang sesuai tujuan dan harapan.[5] Oleh karena itu, mutu pendidikan menjadi salah
satu problematika yang selalu mengiringi eksistensi pendidikan itu sendiri, hal
ini dapat dinilai terkait dengan kurikulum yang ditempuh dalam suatu lembaga
pendidikan. Terkhusus lembaga pendidikan Islam yang sebagian besar selama ini
menjadi sorotan.
Landasan-landasan pengembangan kurikulum (curriculum
development) di Indonesia pada umumnya dilakukan suatu pengembangan
kurikulum yang hanya mengacu pada perspektif yang sama dalam artian tinjauan
yang dirumuskan pemerintah melalui Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang
secara eksplisit menggelobal (bersifat makro). Dengan demikian
lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya selalu tertantang untuk melakukan
suatu terobosan baru dalam mengembangkan suatu kurikulum. Oleh karena itu
pentingnya tinjauan dan memahami mendalam landasan-landasan dalam pengembangan
kurikulum guna pengembangan lebih lanjut dan memiliki orientasi nyata dalam
menghadapi tantangan global dalam dunia pendidikan diera sekarang.
Sebagaimana termuat
dalam Peraturan Pemerintah pada prinsipnya mencakup aspek-aspek dalam kehidupan
bangsa Indonesia sehingga dengan landasan-landasan itulah yang dijadikan
sebagai pokok pandangan dan bagian dari kebijakan pendidikan nasional. Oleh
karena itu landasan-landasan kurikulum telah berpengaruh dan termanifestasi
dalam mutu pendidikan pada umumnya dan mutu pendidikan Agama Islam pada
khususnya.
Berangkat dari
uraian tersebut di atas, maka dapat ditelaah rumusan permasalahan yang perlu ditinjau
melalui pendekatan ideologis dan historis. Rumusan masalah tersebut yaitu, tinjauan
definisi kurikulum, landasan pengembangan kurikulum, tinjauan dan analisis kritis
landasan kurikulum sebagai kerangka konseptual dalam PAI. Dari hal tersebut diharapkan bertujuan untuk
memberikan informasi dan pemahaman bagi pemegang kebijakan pendidikan dan
unsur-unsur yang terkait dalam pengelolaan dan pengembang pendidikan khususnya
pengembangan kurikulum dalam PAI sekaligus sifatnya berperan menempatkan diri
disela-sela kekosongan ruang terhadap polemik dan dinamika pengembangan
pendidikan saat ini. Karena tidak dapat dipungkiri persoalan dalam pengembangan
kurikulum adalah suatu kebijakan yang terkadang didalamnya terdapat unsur-unsur
politik.
C.
Kurikulum
dan Pengembangan Kurikulum: Sebuah Tinjauan Definisi
Perkataan
kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang
lebih satu abad yang lampau. Dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer kurikulum
berarti perangkat mata pelajaran yang diberikan pada lembaga pendidikan.[6] Menurut
kamus Webster 1856 dalam S.Nasution (2006), kurikulum adalah: 1. a
race course; a place for running; a chariot. 2. a course in general; applied
particulary to the course of study in university. Dengan demikian kurikulum
dimaksud adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari atau kereta
dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. Kurikulum juga bermakna “chariot’
semacam kereta pacu pada zaman dahulu yakni suatu alat yang membawa seorang
dari garis start sampai finish.[7]
Kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang selalu digunakan dalam bidang
olah raga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak
yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish. Dalam
bahasa Arab, istilah “kurikulum”diartikan dengan Manhaj,[8]
yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia dalam
bidang kehidupannya.
Pengertian
diatas masih dianggap sebagai pengertian yang bersifat mikro. Definisi
kurikulum sangat berkembang dan bervariasi hal ini sebagaimana dikemukakan oleh
banyak pakar pendidikan diantaranya yaitu dalam S. Nasution, J. Galen Syalor dan William M.
Alexander (1956) menjelaskan arti kurikulum yakni segala usaha sekolah
untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah
atau diluar sekolah termasuk kurikulum dan meliputi juga kegiatan
eksrtrakurikuler. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan
Shores memandang kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara
potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir
dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya. William B. Ragan (1966), menggunakan
kurikulum dalam artian yang luas, yang meliputi seluruh program dan kehidupan
dalam sekolah, yakni segala kemampuan anak dibawah tanggung jawab sekolah,
kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan
dalam kelas. Jadi hubungan sosial antara guru dan murid, metode mengajar, cara
mengevaluasi termasuk kurikulum.[9]
Sedangkan Hilda Taba (1962) dalam Curriculum Development, Theori and
Practice, mendefinisikan“a curriculum is a plan for learning”,[10]
kurikulum yaitu perencanaan untuk belajar atau sesuatu yang direncanakan untuk
pelajaran anak.
Kurikulum
merupakan niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program
pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah. Isi kurikulum adalah
pengetahuan ilmiah, termasuk kegiatan dan pengalaman belajar, yang disusun
sesuai dengan taraf perkembangan siswa. Kurikulum akan mempunyai arti dan
fungsi untuk mengubah siswa apabila dilaksanakan dan ditransformasikan oleh
guru kepada siswa dalam suatu kegiatan yang disebut proses belajar mengajar.
Dengan kata lain proses belajar mengajar adalah operasionalisasi dari kurikulum.[11]
S.Nasution mendefinisikan kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai
pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya
bersifat ide, suatu cita-cita tentang manusia atau warga negara yang akan
dibentuk.[12]
Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada
pasal 1 ayat 19 dijelaskan kurikulum yaitu seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.[13] Sedangkan Abd
Rachman Assegaf memandang kurikulum adalah wahana belajar mengajar yang
dinamis, sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus-menerus dan
berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat.[14] Singkatnya
Subandijah dalam pengantarnya memandang kurikulum adalah alat untuk mencapai
tujuan pendidikan.[15]
Tinjauan
kurikulum seperti yang telah diuraikan di atas lebih terformat dan menekankan
pada mata pelajaran dan isi pelajaran atau dapat dikatakan mata pelajaran yang
harus ditempuh dan diikuti oleh siswa (anak didik) untuk kenaikan jenjang kelas
dan memperoleh ijazah. Sebaliknya berbeda dengan penekatan yang dikemukakan
oleh Hilda Taba yaitu “Curriculum is after all, a way of preparing young
people to participate a productive members af our culture”[16],−kurikulum
merupakan metodologi untuk mempersiapkan manusia agar dapat berpartisipasi
aktif sebagai anggota masyarakat yang produktif dari suatu budaya. Pendapat
tersebut tentunya berlaku pada lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat pada
umumnya.
Dalam
perspektif pendidikan Islam kurikulum merupakan materi yang diajarkan oleh guru
kepada siswa yang tersusun secara sistemik dengan yang hendak dicapai yaitu
tujuan pendidikan Islam. Dalam konteks pendidikan kurikulum, (manhaj)
sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan
orang-orang yang dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap mereka serta nilai-nilai.[17]
Kurikulum
adalah suatu kelompok pelajaran dan pengalaman yang diperoleh si pelajar
dibawah bimbingan sekolah. Atau suatu perangkat mata kuliah mengenai bidang
keahlian khusus. Atas dasar ini kurikulum mencakup rancangan tentang
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam ilmu pengetahuan, serta metode yang
digunakan untuk menyampaikan ilmu pengetahuan tersebut. Jadi kurikulum
mengandung dua sisi yaitu; mata pelajaran (ilmu pengetahuan itu sendiri) dan sistem/metode
penyampaian pelajaran tersebut.[18]Dalam
Islam, kurikulum pendidikan harus berdasarkan aqidah Islam.[19]
Sebab apabila aqidah Islam sudah menjadi asas yang mendasari bagi kehidupan
seorang muslim, asas bagi negaranya, asas bagi hubungan antar sesama muslim,
asas bagi aturan dan masyarakat umumnya maka seluruh pengetahuan yang diterima
oleh seorang muslim harus berdasarkan aqidah Islam pula, hal itu berupa
pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, hubungan antar sesama
muslim, masalah-masalah politik dan kenegaraan, atau masalah apapun yang ada kaitannya
dengan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Dari
beberapa pengertian kurikulum tersebut diatas hal ini dapat disimpulkan bahwa
kurikulum idealnya merupakan alat atau pemandu “peta dan kompas”dalam
pendidikan yang termuat komponen-komponen sistematis dan fleksibel baik yang
dijalankan oleh guru dan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan baik tujuan
jangka pendek maupun tujuan jangka panjang (tujuan pendidikan Islam), dengan
berkembang secara kontinyu sesuai dinamika dalam suatu masyarakat. Dengan
demikian rambu-rambu dan tujuan dalam pelaksanaan pembelajaran pada suatu
lembaga pendidikan diatur melalui kurikulum. Kurikulum menjadi inti dan kunci
kesuksesan maupun kegagalan suatu pendidikan yang diperankan oleh
pendidik/guru, oleh karena itu dalam penyusunan kurikulum diperlukan sebuah
ketelitian guna menghasilkan mutu (out put) pendidikan sebagaimana yang
diharapkan.
Dari
definisi di atas menguraikan empat unsur atau aspek utama dalam kurikulum yaitu:[20] Pertama.
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu, Kedua, Pengetahuan
(knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan
pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu, Ketiga, Metode
dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan mendorong
murid-murid belajar dan membawa mereka kearah yang dikehendaki oleh kurikulum, Keempat,
metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum
dan hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum.
Definisi
kurikulum di atas dapat pula ditelaah makna pengembangan kurikulum yakni suatu
proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari
serta bagaimana cara mempelajarinya. David Pratt (1980) memberikan pengertian
bahwa pengembangan kurikulum adalah proses atau kegiatan yang disengaja dan
dipikirkan untuk menghasilkan sebuah kurikulum sebagai pedoman dalam proses dan
penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di sekolah.[21] Pengembangan
kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimana pembuatan kurikulum
akan berjalan.[22]
Adapun prinsip pengembangan kurikulum
didasarkan pada prinsip relevansi, prinsip fleksibilitas, prinsip kontinuitas, prinsip
efektifitas (mencapai tujuan), prinsip efisiensi (sesuai kondisi),
dan prinsip praktis (dapat digunakan oleh siapa saja).[23]
Dengan demikian kurikulum yang merupakan suatu acuan yang digunakan menuju
tercapainya tujuan pendidikan tidak hanya berdasar pada satu konsep kurikulum
akan tetapi diperlukan suatu pengembangan sehingga mengalami sistematisasi
melengkapi kekurangan yang ada dengan tetap mempertimbangkan berbagai aspek
prinsip pengembangan kurikulum.
D. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI
Pengembangan
kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.[24] Dalam
pengembangan kurikulum pendidikan perlu didasari oleh landasan sebagai pondasi
pokok dalam merumuskan suatu kurikulum. Landasan kurikulum akan memberikan arah
pendidikan terkait dengan aspek-aspek tertentu sesuai dengan pandangan suatu
negara atau bangsa terhadap cita-cita dan tujuan pendidikannya. Di Indonesia
landasan pengembangan kurikulum ini disesuaikan pula dengan keadaan yang ada. Oleh
karena itu pengembangan kurikulum merupakan bagian dari strategi manajemen
pendidikan[25]untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan.[26] Landasan
merupakan pokok, pondasi atau dasar dalam membangun sesuatu demikian halnya
kurikulum pendidikan, membangun sebuah kurikulum pendidikan tentunya memiliki
landasan yang kokoh sehingga implementasi, arah dan tujuan dari pendidikan
tersebut jelas dan bertahan lama.
Pengembangan
tersebut harus berpijak pada pondasi yang kokok sebab pembelajaran dan
pendidikan pada prinsipnya senantiasa dihadapkan dengan berbagai tantangan yang
luar biasa seiring dengan perkembangan global. Perkembangan pendidikan suatu
bangsa termanifestasi dalam berbagai bentuk kemajuan pembangunan dan sumber
daya manusia. Pada sisi lain berbenturan dengan
yang kian kompleksnya sistem yang berlaku dunia pendidikan.
Dalam Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2013 Bab
XIA pasal 77A termuat kerangka dasar yang berisi landasan[27] kurikulum yang ditetapkan pemerintah yaitu
landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis dalam standar
nasional pendidikan.[28]
a.
Landasan
Filosofis (Philosophical foundation)
Dalam
pengembangan kurikulum, filsafat menempati peranan yang penting dalam
pengembangan suatu kurikulum pendidikan. Dalam filsafat pendidikan terdapat
berbagai aliran filsafat seperti perenialis, idealis, pragmatis,
rekonstruktif, eksistensialis,realis dan konstruktivis.[29]
Aliran filsafat dalam pendidikan tersebut menjadi pijakan pengembangan
kurikulum.
Dalam
filsafat pendidikan, pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata besar manfaatnya
bagi kurikulum karena menentukan arah kemana anak-anak harus dibimbing. Sekolah
ialah lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi
manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi filsafat
menentukan tujuan pendidikan.[30]
Landasan filosofis (philosophical foundation) memiliki peranan penting
dalam pengembangan kurikulum, ajaran filsafat memberikan ruang bagi pemikiran
manusia dalam melakukan pengkajian ilmiah terkait dengan aspek kehidupan yang
universal sehingga dapat menghasilkan pemikiran yang hakiki, hal ini tentunya
bersifat relatif dan subyektif.
Asas
filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesui dengan filsafat negara.
Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. “baik’’
pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita atau filsafat yang
dianut negara, tetapi juga guru, orang tua, masyarakat bahkan dunia. Kurikulum
tak dapat mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat bangsa dan negara terutama dalam menentukan manusia yang
dicita-citakan sebagai tujuan yang harus di capai melalui pendidikan formal.[31]
Di
Indonesia, Pancasila dan UUD 1945 telah diterima secara resmi sebagai falsafah
dan dasar pendidikan nasional kita demikian halnya tidak bertentangan dengan
filsafat pendidikan Islam dan agama lain. Hal ini didasarkan pada filsafat
pendidikan nasional yang selaras dengan filsafat pendidikan Islam yakni berada
pada tujuan filosofisnya masing-masing, hal ini dapat ditemukan dalam UU No. 20
Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, pendidikan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[32]
Dalam tujuan filsafat pendidikan Islam menurut Ramayulis dan Syamsul Nizar ada
dua dimensi pokok yaitu abadi dan positif. Abadi, karena tujuan akhir filsafat
pendidikan Islam menembus dimensi ruang dan waktu yaitu keselamatan di dunia
dan keselamatan di akhirat. Sedangkan positif, karena tujuan yang akan dicapai
senantiasa diarahkan pada bentuk bimbingan potensi manusia yang fitri: jasmani,
akal, qalb, dan ruh. Penempatan pemikiran dan tindakan sejalan dengan
prinsip Al-Qur’an dan Hadis.[33]
Dari hal tersebut di atas dapat dipahami bahwa kedua tujuan
filosofis tersebut tidaklah bertentangan namun bahkan saling melengkapi, tujuan
pendidikan nasional menitikberatkan pada perkembangan potensi iman,
keterampilan serta tanggung jawabnya sebagai manusia. Pada tujuan filsafat
pendidikan Islam lebih bersifat pada hal yang mutlak dan hakiki, keselamatan
jasad dan ruh di dunia dan akhirat. Dengan demikian disinilah pentingnya
landasan filosofis tersebut sebagai landasan dalam pengembangan kurikulum
khususnya kurikulum Pendidikan Agama Islam.
b.
Landasan
Sosiologis (Sociological foundation)
Landasan
sosiologis (sociological foundation) sangat berkenaan dengan
kebutuhan, perkembangan dan karakteristik suatu masyarakat yang mengalami suatu
proses sosial. mempertimbangkan
pola-pola interaksi suatu masyarakat yang mengalami dinamika dalam proses
sosial. Asas sosiologis mempunyai peranan penting dalam mengembangkan kurikulum
pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka bumi ini. Suatu kurikulum pada
prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan kebutuhan masyarakat.
Karena itu sudah sewajarnya kalau pendidikan memperhatikan aspirasi masyarakat,
dan pendidikan mesti memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari
kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan.[34]
Pendidikan pada dasarnya memiliki keterkaitan dengan aspek-aspek lain seperti
politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Oleh karena itu dalam system pendidikan
dan lembaga-lembaga pendidikan sangat berfungsi untuk kepentingan suatu
masyarakat bangsa. Jika ditinjau khususnya di Indonesia yang heterogen−aneka ragam
kultur dan latarbelakang sosial masyarakatnya, pendidikan selama ini yang telah
berjalan dengan semestinya merangkul dan mewujudkan fungsi utamanya dalam
perubahan sosial terhadap masyarakat.
Dalam
mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk
pada lingkungan atau dunia di mana mereka tinggal, merespon berbagai kebutuhan
yang dilontarkan atau diusulkan oleh beberapa golongan dalam masyarakat dan
memahami tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan bangsa dan
berkait dengan falsafah pendidikan yang berlaku.[35]
Sangat
banyak kebutuhan masyarakat yang perlu dipilah-pilah, disaring dan diseleksi.
Agar kebutuhan itu menjadi suatu keputusan dalam pengembangan kurikulum, maka
tugas pengembangan kurikulum pun sangat kompleks. Abdullah Idi mengutip Abu
Ahmad dan Nur Uhbiyati (1991), kompleksnya kehidupan dalam masyarakat
disebabkan karena;[36] (1)
dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam, (2) kepentingan
antar-individu berbeda-beda, dan (3) masyarakat selalu mengalami perubahan dan
perkembangan. Kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap
merujuk pada asas kemasyarakatan sekaligus dengan kebutuhan masyarakat. Oleh
karena itu pengembangan kurikulum dalam landasan sosiologisnya dipengaruhi oleh
kekuatan sosial, kemajuan IPTEK, perubahan pola hidup dan perubahan social
politik.[37]
c.
Landasan
Psikopedagogis−(Psikologis)
Psikopedagis
merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara pembelajaran mendidik atau cara
pendidikan yang menyelidiki pembelajaran terhadap anak didik yang terkait
dengan proses mental dan kejiawaannya. Landasan pedagogis ini
memberikan pengertian bahwa kurikulum pendidikan hendaknya disusun dengan
mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan anak dan perkembangan yang dilalui
anak didik. Kurikulum pendidikan harus dirancang sejalan dengan ciri-ciri
perkembangan anak didik, tahap kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual,
bahasa, emosi dan sosial, kebutuhan dan keinginan, minat, kecakapan, perbedaan
individual dan lain sebagainya yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologis.[38]
Dalam
pandangan Wina Sanjaya kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam mengantar
anak didik sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan. Secara psikologis anak
didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat,
maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan
alasan itulah, kurikulum harus memperhatikan kondisi psikologi perkembangan dan
psikologi belajar anak.[39]
Kedua landasan ini dianggap penting terutama dalam memilih dan menyusun isi
kurikulum, proses pembelajaran dan hasil belajar yang dinginkan.[40]
Meggi Ing (1978) dalam Abdullah Idi menyebutkan kontribusi terhadap studi
kurikulum memiliki dua bentuk. Pertama, model konseptual dan informasi
yang akan membangun perencanaan pendidikan. Kedua, berisikan berbagai
metodologi yang dapat diadaptasi untuk penelitian pendidikan.[41]
d.
Landasan
Yuridis (Juridical foundation)
Setiap
pendidikan formal sudah dipastikan akan dikelolah dengan badan hukum sesuai
dengan peraturan yang ditetapkan, termasuk kurikulum yang digunakan. Oleh
karena itu, pengembangan kurikulum yang dilakukan harus mengacu pada landasan
yuridis yang telah ditetapkan. Adapun landasan yuridis yang diberlakukan di
Indonesia adalah Pertama, UUD 1945 dan perubahannya BAB XII tentang
pendidikan dan kebudayaan Pasal 31. Kedua, TAP MPR No. IV/MPR/1999
tentang GBHN. Ketiga, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah. Keempat, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, Kelima,
Undang-Undang No. 20/2003tentang Sisdiknas. Keenam, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketujuh,
standar ini yang ditetapkan Permendiknas RI No. 22 tahun 2006. Kedelapan,
Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan dalam Permendiknas RI No. 23 Tahun
2006. Kesembilan, Pelaksanaan Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 dan
Permendiknas No. 23 tahun 2006 yang ditetapkan dengan Permendiknas RI No. 24
Tahun 2006[42]
dan regulasi yang terkait Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,yang
pada prinsipnya sama dengan implementasi Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005
sebelumnya pada Pasal 2 ayat (1) yang meliputi: a) standar isi; b) standar
proses; c) standar kompetensi lulusan; d) standar pendidik dan tenaga
kependidikan; e) standar sarana dan prasarana; f) standar pengelolaan; g)
standar pembiayaan; dan h) standar penilaian pendidikan.
Landasan-landasan
dalam pengembangan kurikulum tersebut di atas yang telah tertuang dalam
Peraturan Pemerintah dapat dikatakan telah mengakomodasi kebutuhan kurikulum
pendidikan dalam pendidikan nasional, namun pada aspek lain beberapa praktisi
pendidikan memberikan tinjauan sebagai landasan kurikulum yang wajib
diperhatikan dalam pengembangan kurikulum pendidikan. Beberapa landasan
tersebut diantaranya landasan organisatoris, landasan IPTEK, dan landasan
Agama−(agama Islam). Hal ini dapat ditinjau sebagai berikut:
e.
Landasan Organisatoris (Foundation organizational)
Salah satu tantangan dan beban baru dalam
pengembang kurikulum adalah keadaan masyarakat yang kian berubah dan kemajuan
sangat pesat, hal ini terkait dengan masalah apa yang seharusnya
diajarkan dan kepada siapa. Nasution (1989), menyatakan bahwa ada dua masalah
pokok yang harus dipertimbangkan, yakni : Pertama, pengetahuan apa yang
paling berharga untuk diberikan untuk anak didik dalam suatu bidang studi, Kedua,
bagaimana mengorganisasi bahan itu agar anak didik dapat menguasainya dengan
sebaik-baiknya.[43]
Lebih lanjut masalah lain tentang organisasi
bahan yang juga tak kalah penting dalam hal ini ada bermacam cara dalam
mengorganisasikan bahan sebagai keperluan pengajaran. Salah satu caranya adalah
mengorganisasikan bahan berdasarkan topik, tema, kronologi, konsep, isu logika,
dan proses disiplin.[44]
Oleh karena itu dalam landasan organisatoris ada tiga hal utama yang perlu
diperhatikan, yaitu: Tujuan bahan pelajaran, sasaran bahan pelajaran, dan
pengorganisasian bahan. Dengan demikian pemahaman mengenai asas-asas tersebut
bagi para pengembang kurikulum sangat penting dalam menghasilkan suatu
kurikulum yang diharapkan. Adiwikarta (1994), ada tiga hal kecenderungan yang
harus diperhatikan bagi pengembang dan pelaksana kurikulum yaitu: (1) Kekinian
dan kedisinian, (2) Kemasa-depanan, (3) Kepentingan satuan pendidikan.[45] Landasan
organisatoris dinilai sangat penting sebab menjangkau inti (core) dari
kegiatan pembelajaran yang bersifat sistematis dalam suatu proses pendidikan.
Terorganisirnya bahan pengajaran serta aspek peserta didik yang menjadi objek
pembelajaran sangat memungkinkan tujuan pendidikan akan tercapai dengan sebaik
mungkin.
f.
Landasan
Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) (The foundation of Science and
Technology)
Sesuai
dengan pandangan Wina Sanjaya di atas terkait kemajuan IPTEK yang turut
mempengaruhi landasan sosiologis, maka dengan demikian kurikulum senantiasa
turut beringingan dengan Ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta menjadikannya
sebagai salah satu landasan, terlebih dengan era globalisasi yang serba praktis
ini menuntut para pengembang dan pengguna kurikulum untuk berkreasi, menyiapkan
peserta didik menghadapi perubahan global guna mencapai tujuan pendidikan.
Zainal
Arifin memandang bahwa implikasinya dalam pengembangan kurikulum harus dapat
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik untuk lebih
banyak menghasilkan tekhnologi baru sesuai dengan perkembangan zaman dan
karakteristik masyarakat Indonesia. Pengembangan kurikulum harus difokuskan
pada kemampuan peserta didik untuk mengenali dan merevitalisasi produk
tekhnologi yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sesuai dengan
perkembangan IPTEK itu sendiri.[46]
Pengembangan
kurikulum melalui landasan IPTEK diharapkan peserta didik mampu merubah tatanan
kehidupan manusia melalui pengetahuan dan tekhnologi yang tepat guna yang tidak
hanya berorientasi pada masa sekarang akan tetapi diharapkan mampu mengakomodir
dan mengantisipasi laju perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada masa
yang akan datang. Selain itu peserta didik mampu mengimbangi kepentingan
bersama dengan menyelaraskan pola pengetahuan dan tekhnologi yang mengalami
perkembangan.
g.
Landasan
Kebutuhan Masyarakat (The foundation of Community Needs)
Masyarakat
tentu mengalami perubahan, baik perubahan sosial maupun perubahan pola hidup,
cepat berkembang dan penuh transisi baik dari segi budaya, ekonomi dan iptek serta
kebutuhan masyarakat lainnya. Dalam suatu masyarakat dipengaruhi pula oleh
perbedaan tempat dan latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Hal ini
sangat berpengaruh terhadap aspek kebijakan pendidikan. Dalam pengembangan
suatu kurikulum pendidikan, landasan pengembangan kurikulum penting mengikuti
ritme kebutuhan masyarakat tersebut yang diharapkan dapat mengakomodasi serta
memberi ruang perkembangan dengan asas kebutuhan. Hal ini memiliki keterkaitan
erat dengan aspek sosiologis masyarakat (landasan sosiologis).
Pada
masa kini kebutuhan masyarakat mengalami dinamika dan peningkatan seiring
dengan kemajuan pendidikan. Dalam realitas globalisasi masyarakat kian
mengalami kegelisahan yang terkadang sulit teratasi, dengan demikian pendidikan
dalam peranannya serta melalui pengembangan kurikulum hendak mampu memecahkan
persoalan dan menjawab kegelisahan suatu realitas sosial masyarakat.
h.
Landasan
agama−“Agama Islam” (The foundation of religion)
Landasan
pengembangan kurikulum yang tak kalah penting adalah landasan agama. Di
Indonesia dalam mengembangkan kurikulum hendaknya berlandaskan pada Sila Pertama
Pancasila yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” hal ini menyatakan bahwa
kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi individu peserta didik sesuai
dengan agama dan kepercayaannya pentingnya suatu kurikulum berlandaskan pada
aspek agama tersebut. Hal ini didasarkan bahwa dalam kehidupan peserta didik
senantiasa diharapkan untuk saling bekerja sama dan saling menghormati terhadap
sesama penganut agama yang berbeda sehingga tercipta suatu keharmonisan, rukun
dan damai.
Dalam
pendidikan Islam dasar utama dalam pengembangan kurikulum adalah dasar agama
Islam. Pendidikan Islam sebagai salah satu sistem yang berlaku dalam
masyarakat, maka sistem pendidikan juga harus berlandaskan pada agama Islam.
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Oemar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany bahwa
sistem pendidikan harus meletakkan dasar filsafah, tujuan, dan kurikulumnya
pada agama Islam atau syariat Islam dan pada apa yang terkandung pada syariat
termasuk prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran yang berkaitan dengan akidah,
ibadat, mu’amalat dan hubugan-hubungan yang berlaku dalam masyarakat.[47]Al-Syaibani
memberikan kerangka dasar ini tentang kurikulum Islam, bahwa dasar ini
hendaknya menjadi ruh dan target tertinggi dalam kurikulum. Dasar agama dalam
kurikulum pendidikan Islam jelas hams didasarkan pada al-Qur’an, al-Sunnah dan
sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya. Selain dasar agama terdapat pula
dasar falsafah, psikologis, dan sosial.[48]
Lebih
lanjut Al-Syaibany menjelaskan dari keseluruhan sumber inilah pendidikan Islam
mengambil falsafah, tujuan-tujuan, matlamat-matlamat, dasar-dasar kurikulum dan
metode-metodenya. Kurikulum sendiri, pendidikan yang berdasar pada agama Islamharuslah
berusaha agar kurikulumnya menolong pelajar-pelajar untuk membina iman yang
kuat dan sehat kepada Allah, demikian halnya harus menanamkan jiwa yang berpegang teguh kepada
ajaran-ajaran agama dan akhlak yang mulia, dan menambahkan kesadaran agama dan
melengkapinya dengan ilmu yang berguna bagi mereka di dunia dan akhirat.[49]
Dalam
mencapai tujuan-tujuan pendidikan Islam, haruslah kurikulum dalam pendidikan
Islam dan menyeluruh kandungan-kandungannya, melebihi ilmu-ilmu agama dan
alat-alatnya termasuk tafsir, hadist, fiqhi, dasar-dasar aqidah, ilmu
hadist, ushul fiqh, nahu, saraf, balaghah, adab dan lain-lain.[50]
Hasan Langgulung menambahkan bahwa secara umum kurikulum pendidikan Islam itu
meliputi ilmu-ilmu bahasa dan agama, ilmu-ilmu kealaman (natural),
sebagian ilmu-ilmu yang membantu ilmu-ilmu ini atau seperti sejarah, sastra,
sya’ir, nahu, balaghah, filsafat dan logika harus terjaga.[51] Abuddin
Nata[52]
menjelaskan (landasan agama) the foundation of religion menjadi
bagian yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dengan cermat dalam menyusun
kurikulum pendidikan Islam, karena dalam berbagai disiplin ilmu tersebut tidak
selamanya sejalan dengan ajaran Islam mengingat dasar ontologis, epistemologis
dan aksiologis berbeda. Berbagai ilmu pengetahuan berkembang di Barat pada
umumnya berdasarkan pada pandangan rasional, empiris dan objektif belaka.
Adapun dalam pendidikan Islam selain berdasarkan pada pandangan tersebut juga
harus berdasarkan pada pandangan tauhid,
akhlak mulia, yakni bahwa semua ilmu tersebut diyakini sebagai pemberian dan
tanda kekuasaan Tuhan, dan harus digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
masyarakat.
Dari
uraian tersebut landasan agama sebagai landasan yang terpenting dalam pengembangan
kurikulum maka dalam menentukan arah, tujuan dan pengembangan pendidikan Islam
haruslah tercakup landasan tersebut sebagai poin yang paling utama. Tanpa
landasan agama sebagai landasan pokok dalam pengembangan suatu kurikulum maka arah dan tujuan pendidikan yang
diharapkan hanya menjauhkan peserta didik dari nilai-nilai tauhid, spiritual
yang pada gilirannya kehidupan yang dihadapi terasa hampa. Dengan landasan
agama dalam kurikulum pendidikan dapat menentukan arah dan tujuan suatu
pendidikantersebut. Landasan agama ini jelas keterkaitannya dengan landasan
dalam pengembangan kurikulum sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.
Diantaranya landasan filosofis bangsa Indonesia yang jika dikaitkan slogan
sebagai bangsa mayoritas muslim. Maka tentunya dalam pendidikan Islam khususnya
inilah yang menjadi landasan pertama sebagai landasan pengembangan kurikulum.
Kurikulum
pendidikan Islam bersifat fungsional, tujuannya mengeluarkan dan membentuk
manusia muslim, kenal agama dan Tuhannya, berakhlak Al-Qur’an, tetapi juga
mengelurkan manusia yang mengenal kehidupan, sanggup menikmati kehidupan yang
mulia, dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi makna dan membina
masyarakat, mendorong dan mengembangkan kehidupan melalui pekerjaan yang
dikuasainya.[53]
E.
Tinjaun
Kritis Landasan Konseptual Kurikulum PAI
Mengingat
pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan, maka dalam rangka melayani
harapan masyarakat kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan zaman,
dilakukan perubahan dan penyempurnaan secara berkelanjutan. Untuk itu, dalam
penyusunan kurikulum diperlukan landasan yang kuat dan kokoh dengan mendasarkan
pada hasil pemikiran-pemikiran dan penelitian secara mendalam sebagai hasil
kerja intelektual yang dilakukan secara teliti dan sistematis terhadap praktek
pendidikan sehingga sejalan dengan apa yang menjadi tujuan masyarakat.[54]
Landasan
pengembangan kurikulum dapat menjadi titik tolak sekaligus titik sampai. Titik
tolak berarti pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembaharuan tertentu
seperti penemuan teori belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat
terhadap fungsi sekolah. Titik sampai berarti masyarakat harus dikembangkan
sedemikian rupa sehingga dapat merealisasi perkembangan tertentu, seperti inpak
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, tuntutan-tuntutan sejarah masa lalu,
perbedaan latar belakang murid, nilai-nilai filsafat suatu masyarakat, dan
tuntutan-tuntutan kultur tertentu.[55]
Landasan
tersebut sebagaimana diuraikan diawal eksistensinya merupakan suatu
karakteristik di negara Indonesia hal ini adalah wujud kebijakan pemerintah
sepanjang sejarah pendidikan nasional yang melahirkan perubahan kurikulum dari
masa kemasa yang jelas memiliki orientasi berbeda sesuai dengan pola pikir
masing-masing pemegang kebijakan pendidikan. Landasan sebagai kerangka
konseptual turut memberikan dorongan terhadap pola pengembangan kurikulum Pendidikan
Agama Islam (PAI), dalam landasan pengembangan kurikulum memiliki muatan-muatan
yang saling terintegrasi sehingga saling melengkapi satu sama lain. Dengan demikian
Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak hanya penting menjadikan landasan utama yaitu
pada akar fundamentalnya sebagai konseptual semata tetapi Pendidikan Agama
Islam (PAI) dalam kurikulumnya penting turut mengikuti ritme global dan
dinamika masyarakat yang kian berkembang dan penuh tantangan. Sehingga dengan
keterpaduan landasan pengembangan kurikulum menjadikan Pendidikan Agama Islam
(PAI) memiliki kekuatan kurikulum dan berbeda dengan pelajaran lainnya.
Islam
merupakan agama yang universal, menjangkau aspek kehidupan manusia sepanjang
zaman. Agama Islam yang rahmatan lil alamin
menempatkan posisi pada berbagai aspek ilmu pengetahuan yang dalam orientasinya
mengarahkan manusia untuk memaksimalkan potensi ilmunya dan kehidupan guna
kemaslahatan umat manusia di muka bumi, baik dalam memaksimalkan potensi sistem
yang berlaku dalam kehidupan secara umum maupun sistem dalam pendidikan secara
khusus. Dilain hal Abdurrahman Saleh Abdullah[56]
menyebutkan bahwa Islam menolak dualisme sistem kurikulum dan sekularisme,
keberadaan sistem pendidikan yang berbeda pada gilirannya menuju pada dualisme
ilmu pengetahuan yang terdapat pada kurikulum pendidikan. Bidang-bidang
pengajaran yang dipinjamkan dari lembaga-lembaga pendidikan modern telah diadopsi
oleh barat, karena itu materi-materi pendidikan yang ditransformasikan itu
menjadi tanpa bentuk. Akibat yang berbahaya bagi setiap pendidik muslim
berkenang dengan adopsi dualisme pendidikan itu ada dua, yaitu; Pertama,
pokok-pokok studi ilmu Islam yang segera akan membentuk kerangka landasan
kurikulum. Kedua, adopsi sekularisme[57]
yang bertentangan dengan pandangan Islam.
Pandangan
ini pula tidak salah sama sekali jika mengupayakan adopsi sekularisme dalam
kurikulum pendidikan agama Islam dan dari konsistensinya dengan asas-asas pokok
Islam yang sebenarnya sangat memungkinkan,[58]
hal ini dalam pandangan penulis sekularisme tak selalu memiliki misi yang buruk
(orientasi sekuler) namun yang terpenting dalam pendidikan agama Islam adalah
perlunya mempertahankan nilai-nilai dan tujuan pendidikan yang sebenarnya yakni
dengan menyatukan muatan-muatan positif dari konsep-konsep pendidikan yang
sekuler itu sebagai pendukung kekuatan dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Selain
itu Mastuhu[59]
juga menyarankan bahwa sebaiknya masing-masing
penyelenggara perguruan merencanakan kurikulumnya sendiri sesuai dengan
pandangannya, namun harus tetap dalam rambu-rambu kebangsaan, kebernegaraan dan
matched dengan tantangan kehidupan lokal dan global.
Pendidikan
Islam sebagai bagian dari pendidikan nasional, landasan dalam kurikulum
tersebut sangat tidak berlebihan jika landasan-landasan ini saling terpadu dan
melengkapi sehingga merupakan hal yang utama dalam penyusunan dan pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam (PAI), hal ini tentunya diharapkan
berimplikasi nyata pada mutu pendidikan agama Islam (PAI) sendiri. Bagi bangsa Indonesia dengan suku dan agama yang begitu
plural, masyarakatnya mayoritas beragama Islam demikian halnya banyaknya
lembaga-lembaga pendidikan Islam, kurikulum-kurikulum yang dipergunakan selalu
menjadi tinjauan seiring dengan perkembangan global sehingga dalam pendidikan
agama Islam (PAI) tantangan sangat kompleks oleh karena itu dengan menelaah
landasan kurikulum diawal maka dalam pengembangan-pengembangan kurikulum PAI di
lembaga-lembaga pendidikan penting mempertimbangkan beberapa hal diantaranya
yaitu:
Pertama, Kurikulum
harus berdasar pada filsafat ilmu keberagamaan Islam, kurikulum pendidikan
agama Islam (PAI) harus memberikan rambu-rambu sesuai asas agama Islam,
mengarahkan pendidikan ditengah iringan global yang sesuai asas fundamentalnya
sebagai hal yang utama melalui landasan organisnya yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Kedua, Nilai-nilai
agama Islam yang sesuai dengan karakter budaya lokal tidak dapat dilepaskan
dalam kurikulum PAI sehingga menjadi sebuah rangkaian yang utuh dalam
pendidikan guna tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, pentingnya
“Integratif”, landasan-landasan sebagai kerangka konseptual pengembangan
kurikulum terutama dalam menghadapi kehidupan mengglobal sekarang ini maka
aspek landasan secara keseluruhan hendaknya saling terpaut, terpadu sehingga
menjadi suatu kekuatan kurikulum menuju tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya
dan pendidikan Islam khususnya.
Keempat, mengingat
tantangan global dewasa ini terhadap peserta didik yakni adanya pergeseran
nilai dan karakter generasi bangsa yang kian memudar, maka dalam suatu
pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) hendaknya menjadikan aspek
pendidikan nilai (value education) (karakter, moral) sebagai suatu
tumpuan sekaligus muatan utama dalam kurikulum pendidikan pada umumnya dan PAI
pada khususnya.
Kelima,
kesenjangan dalam realitas masyarakat serta pendidikan Islam selama ini yang
orientasinya dihadapkan pada nilai-nilai teologis masa lampau, sedangkan
kehidupan masyarakat ada pada realitas kekinian (modern) dan jangka panjang, oleh
karena itu salah satu hal yang dapat berperan adalah kurikulum PAI yang
pengembangannya penting menjembatani realitas keduanya guna lebih mencerahkan
kehidupan masyarakat khususnya dilingkungan edukatif yakni peserta didik.
Keenam, peserta
didik dimasa yang akan datang tentunya akan menjadi masyarakat yang berciri
akademik “society knowledge” yang bermodalkan kecerdasan, intelektual
dan keterampilan yang memadai, namun tak hanya itu yang perlu diejawantahkan
dalam menghadapi kehidupan dimasa yang akan datang, intelektual emosional dan
spiritual fundamental perlu terpadu diajarkan secara holistik dalam mata-mata
pelajaran hal ini guna membekali peserta didik untuk selalu berpikir logis, dan
rasional.
Hal ini tentu menarik sebab ditahun 2013 diterapkan
kurikulum 2013 yang tentunya diharapkan peserta didik dimasa yang akan datang
bermodalkan nilai-nilai pendidikan secara holistik. Menurut Head of Research
& Defelopment Santa Laurensia Jeani Budiawati Tjandiagung berpendapat
bahwa kurikulum 2013 memiliki dasar yang sangat bagus, hal ini bisa dilihat
dari content yang didalamnya terpusat pada pengembangan kompetensi dan
kemampuan karakter. Lebih lanjut menuturkan pada masa depan, Indonesia
membutuhkan anak bangsa yang memiliki kekuatan pada 4C yaitu, critical,
creative, communicative, dan critical thingking.[60]
Namun harapan baik ini tentu penting adanya keterlibatan berbagai unsur
pendidikan dalam mengontrol perkembangan mutu dan realisasinya dimasa-masa yang
akan datang.
F.
Kesimpulan
Kurikulum
merupakan alat (peta dan kompas) yang termuat komponen-komponen
sistematis baik garis star, jalur tempuh hingga titik akhir finish dan dapat dikonotasikan
sebagai koordinat akhir atau pembelajaran dalam suatu proses pendidikan.
Kurikulum tersebut dijalankan oleh guru dan peserta didik guna mencapai tujuan
pendidikan baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Jangka
pendek merupakan tujuan sementara untuk mengukur kemampuan dan pengetahuan
serta keterampilan individu peserta didik. Jangka panjangnya adalah tentu
tujuan akhir dari pendidikan (pendidikan Islam), tujuan akhir ini sebagai
puncak dari pendidikan yang bersifat hakiki.
Pengembangan
kurikulum (secara kontinyu) tentu sesuai dinamika dalam suatu masyarakat dan
tetap berdasarkan aqidah Islam, sebab aqidah Islam penting menjadi asas yang
mendasari bagi kehidupan seorang muslim, baik asas dalam lingkungan atau
negara, antar sesama serta aturan yang berlaku pada masyarakat umumnya. Dalam
pengembangan suatu kurikulum, terkhusus kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)
harus mengacu pada beberapa aspek dasar yang berupa landasan-landasan kurikulum
guna menjadikan titik tolak terwujudnya pembelajaran sehingga tujuan dari
pendidikan tersebut dapat diketahui. Landasan-landasan dalam pengembangan
kurikulum tersebut setidaknya terbagi atas delapan landasan pokok yaitu, (1) Landasan
filosofis (Philosophical foundation), (2) Landasan sosiologis (Sociological foundation), (3)
Landasan psikopedagogis-(psikologis), (4) Landasan yuridis (Juridical
foundation), (5) Landasan organisatoris
(Foundation organizational), (6) Landasan llmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK) (The
foundation of Science and Technology), (7) Landasan kebutuhan masyarakat (The
foundation of Community Needs), dan (8) Landasan agama−“Agama Islam” (The
foundation of religion).
Tanpa landasan kurikulum
yang kokoh maka kurikulum dan pendidikan tidak akan mampu berorientasi pada
aspek kehidupan dan tantangan global, baik pada kurikulum pendidikan umum
maupun kurikulum PAI secara khusus. Dalam pengembangan kurikulum PAI diharapkan
menjangkau realitas sosial kehidupan masyarakat baik dalam lokal maupun secara
global dengan realitasnya yang lahir dan terus , sehingga konseptual kurikulum
PAI urgen ditempatkan pada posisi tersebut. Landasan yang terpadu dan holistik
dalam pengembangan kurikulum PAI akan menjadi sebuah kekuatan kurikulum dan
dinilai akan memberikan pengaruh besar terhadap mutu pendidikan baik pada
lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya lembaga pendidikan pada umumnya
sesuai pada tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan
dimasa yang akan datang akan terus tertantang dengan berbagai aspek transisi kehidupan
yang terus menggeliat dan praktis dengan melalui landasan kurikulum dalam
mengembangkan konsep pendidikan konfrehensif bagi peserta didik berintelektual,
spiritual, humanistik, terampil dan berakhlak maka aspek kurikulum selalui
diperlukan reorientasi melalui landasan-landasan teoritisnya, dengan melibatkan
koordinasi antar pihak yaitu aktor dalam pendidikan di sekolah, masyarakat,
praktisi, maupun pemerintah.
G.
Daftar
Pustaka
Abdullah, Saleh, Abdurrahman, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan
Al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Assegaf, Rachman Abd.,Materi Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI,
(dalam power point).
_______, Rachman,Abd.,Internasionalisasi Pendidikan, Sketsa
Perbandingan Pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat,Yogyakarta: Gama
Media, 2003.
Arifin, Zainal,Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Konsep
Teoritis, Prinsip, Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi &
Inovasi,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Aziz, Abd.,Filsafat Pendidikan Islam, Sebuah Gagasan Membangun
Pendidikan Islam, Yogyakarta, Teras, 2009.
BaghdadiAl, Abdurrahman ,Sistem Pendidikan Islam di Masa
Khilafah Islam,Surabaya: Al-Izzah, 1996.
Halim Abdul, Nizar, Syamsul (edt.), Filsafat Pendidikan Islam;
Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Hamalik, Oemar,Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum,Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
Idi, Abdullah,Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,Yogyakarta:
AR-Ruzz Media, 2007.
Koran Harian Kompas, Rabu, 18 September 2013, Mengupas Sisi
Positif Kurikulum 2013.
Langgulung, Hasan,Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: PT.
Al-Husna Zikra, 2000.
Machali Imam, dan Ara Hidayat, Pengelolaan Pendidikan, Konsep,
Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelolah Sekolah dan Madrasah,Yogyakarta:
Kaukaba, 2012.
Maksum,
Madrasah Sejarah dan Perkembangannya,Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999.
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran
Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, Yogyakarta: Safiriah Insania
Press, 2004.
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2007.
Nasution, S.,Asas-Asas Kurikulum,Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Nata, Abuddin,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010.
Nizar, Syamsul, dan Ramayulis,Filsafat Pendidikan Islam, Telaah
Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya,Jakarta: Kalam Mulia, 2010.
Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Ketiga,Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Penjelasan atas Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, (dalam pdf), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4301.
Peraturan Pemerintah RI, Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan,
(Salinan dalam pdf), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71.
Raharjo, Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Membangun
Generasi Cerdas & Berkarakter Menuju Kemajuan Bangsa,Yogyakarta:
Baituna Publishing, 2012.
Rosyadi, Khairon,Pendidikan Profetik,Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009.
Rusman, Manajemen
Kurikulum,Jakarta: Rajawali Press, 2009.
Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),Jakarta: Kencana,
2010.
Salim Yenni, dan Salim Peter, Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer, Edisi I,Jakarta: Modern English Press, 1991.
Santoso dkk, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum,Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalijaga, 1988.
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1996.
Sudjana, Nana,Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah,Bandung:
Sinar Baru, 1991.
Sukmadinata, Syaodih, Nana,Pengembangan Kurikulum, Teori dan
Praktek,Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1997.
Syaebany, As-,Falsafat Al-Tarbiyah al-Islamiyah,
Terjemahan Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Taba, Hilda,Curriculum Development, Theori and Practice,New
York: Harcourt, Brace & World, Inc, 1962.
Wasty Soemanto, Hendiyat Soetopo dan, Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum, Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan,Jakarta: Bina
Aksara, 1986.
Yamin, Moh.,Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, (Panduan
Menciptakan Manajemen Mutu Pendidikan Berbasis Kurikulum yang Progresif dan
Inspiratif,Yogyakarta: Diva Press, 2009.
[1]Hasil
penelitian pernah menunjukkan sekitar 87.21% adalah muslim; 6.04% Kristen
Protestan; 3.58% Kristen Katolik; 1.83% Hindu; 1.03% Budha; dan 0.31% animisme.
Lihat Abd. Rachman Assegaf, Internasionalisasi Pendidikan, Sketsa
Perbandingan Pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat, (Yogyakarta: Gama
Media, 2003), hlm. 255
[2]Dalam pendidikan, kurikulum merupakan syarat yang
mutlak terutama pada proses pengajaran di sekolah yang dilakukan oleh pendidik
atau guru. Nana Syaodih Sukmadinata (1997),
mengemukakan bahwa kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan
pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional.
Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita sebagai orang tua,
sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal maupun nonformal selalu
mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang
lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan oleh karenanya kurikulum mempunyai
andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut. Lihat, Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1997), hlm.
v.
[4]Lihat, Abdullah
Idi. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta: AR-Ruzz
Media, 2007), hlm. 67.
[5]Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional, penjelasan Pasal 37 ayat (1) tertuang secara
eksplisit bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia. Penjelasan atas Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(dalam pdf), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301.
Diundangkan di Jakarta, 8 Juli Tahun 2003, hlm.32.
[6]Peter Salim dan
Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi I, (Jakarta:
Modern English Press, 1991), hlm. 802. Lihat juga, Pusat Bahasa Pendidikan
Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), hlm. 617.
[7]S. Nasution, Asas-Asas
Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 1-2. Lihat juga Moh. Yamin, Manajemen
Mutu Kurikulum Pendidikan, (Panduan Menciptakan Manajemen Mutu Pendidikan
Berbasis Kurikulum yang Progresif dan Inspiratif, (Yogyakarta: Diva Press,
2009), hlm. 21.
[8]Menurut
Al-Khauly dalam Muhaimin, menjelaskan bahwa al-Manhaj sebagai
seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam
mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Lihat, Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 1. Lihat juga Oemar Muhammad Al-Toumy
Al-Syaibany, Falsafat Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 478.
[9]S. Nasution, Asas-Asas.,
hlm. 4-5.
[10]Hilda Taba, Curriculum
Development, Theori and Practice, (New York: Harcourt, Brace & World,
Inc, 1962), hlm. 11.
[11]Lihat Nana
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung:
Sinar Baru, 1991), hlm.3.
[12]S. Nasution, Asas-Asas.,
hlm. 8.
[14]Abd. Rachman
Assegaf, Materi Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI, (power point), Slide.
28.
[15]Subandijah, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.v
[16]Hilda Taba, Curriculum.,hlm.
10.
[17]Abd. Aziz, Filsafat
Pendidikan Islam, Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam, (Yogyakarta,
Teras, 2009), hlm. 156.
[18]Abdurrahman Al
Baghdadi, Sistem Pendidikan Islam di Masa Khilafah Islam, (Surabaya:
Al-Izzah, 1996), hlm. 9.
[20]Hasan
Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra,
2000), hlm. 337-338.
[22]Abd. Rachman
Assegaf, Materi Kuliah…
[24]Lihat Pasal 36
ayat 1,Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
hlm. 14.
[25]Manajemen
pendidikan pada dasarnya adalah alat-alat yang diperlukan dalam usaha mencapai
tujuan pendidikan. Manajemen pendidikan sebagai seluruh proses kegiatan bersama
dalam bidang pendidikan dengan mendayagunakan semua sumber daya yang ada yang
dikelolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sumber daya dalam konteks manajemen
pendidikan adalah berupa man (manusia=guru, siswa, karyawan), money
(uang=biaya), materials (bahan/alat-alat pembelajaran), methods (teknik/cara),
machines (mesin/fasilitas), market (pasar), dan minuts (waktu)..
Lihat, Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, Konsep,
Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelolah Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta:
Kaukaba, 2012), hlm. 5-6.
[26]Tujuan
pendidikan (goal, objective, atau purpose) berfungsi bukan saja bersifat
mengarahkan, tetapi juga menjadi dasar dalam menentukan isi pelajaran, metode
dan prosedur pengajaran maupun penilaian, bahkan mendasari motifasi kerja murid
dan guru di sekolah. Melihat fungsi yang demikian penting ini, maka jelaslah bahwa
tujuan pendidikan merupakan dasar yang sangat penting dalam penyusunan
kurikulum. Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 59
[27]Siregar dan
Nara dalam Rahmat Raharjo, menjelaskan bahwa landasan adalah; (a) sebuah
fondasi yang diatasnya dibangun sebuah bangunan, (b) pikiran-pikiran
abstrak yang dijadikan titik tolak atau titik berangkat bagi pelaksanaan suatu
kegiatan, (c) pandangan-pandangan abstrak yang telah teruji, yang
dipergunakan sebagai titik tolak dalam penyusunan konsep, melaksanakan konsep,
dan mengevaluasi konsep. Rahmat Raharjo sendiri memandang landasan pengembangan
kurikulum sebagai suatu gagasan, asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran
atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum dengan tetap mempertimbangkan
landasan filosofi, landasan yuridis, landasan psikologi, landasan sosiologis,
serta landasan empiris; ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Lihat Rahmat Raharjo, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, Membangun Generasi Cerdas & Berkarakter Menuju
Kemajuan Bangsa, (Yogyakarta: Baituna Publishing, 2012), hlm. 27-28. Lihat
juga, Santoso dkk, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: IAIN
Sunan Kalijaga, 1988), hlm. 1.
[28]Peraturan
Pemerintah RI, Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Salinan dalam
pdf), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71. Diundangkan di Jakarta,
7 Mei 2013.hlm. 19.
[29]Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan,
kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu.
Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan
sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran
absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran
ini lebih berorientasi ke masa lalu. Essensialisme menekankan
pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada
peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika,
sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi
kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan
perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu. Eksistensialisme menekankan
pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk
memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?. Pragmatisme
− Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani
perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar
dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta
didik aktif. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut
dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan
sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti
pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan
masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk
apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut
aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses. Lihat, Akhmad Sudrajat, dalam website; http://akhmadsudrajat.wordpress.com,
diakses 1 Desember 2013, pukul 23.36 WIB, Realisme merupakan paham atau
ajaran yg selalu bertolak dari kenyataan, Sedangkan arti Idealisme adalah:
(1) aliran ilmu filsafat yg menganggap pikiran atau cita-cita sbg
satu-satunya hal yg benar yg dapat dicamkan dan dipahami; (2) hidup
atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yg dianggap sempurna; (3) Sas aliran yg mementingkan khayal atau
fantasi untuk menunjukkan keindahan dan kesempurnaan meskipun tidak sesuai dng
kenyataan. Lihat realisme dan idealisme dalam http://artikata.com,
diakses 16 Des 2013, pukul 00.14 WIB
[30]S. Nasution, Asas-Asas.,
hlm. 28.
[32]Lihat, BAB II
Pasal 3, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[33]Ramayulis dan
Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm. 10.
[34]Abdullah Idi, Pengembangan.,
hlm.75-76
[37]Lihat Wina
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.
55-60.
[38]Syamsul Nizar,
Abdul halim (edt.), Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis
dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 58.
[39]Pentingnya
pemahaman tentang masa perkembangan ini disebabkan beberapa alasan yaitu; (1)
setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu. Pada setiap
tahapan itu anak memiliki karakteristik dan tugas-tugas perkembangan tertentu.
(2) anak didik yang sedang pada masa perkembanganmerupakan periode yang sangat
menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka. Pada masa itu anak
berada pada periode perkembangan yang sangat cepat dalam berbagai aspek
perkembangan. (3) Pemahaman akan perkembangan anak, akan memudahkan dalam
melaksanakan tugas-tugas pendidikan, terkait proses pemberian bantuan
memecahkan masalah yang dihadapi, maupun dalam antisipasi kejadian-kejadian
yang tidak diharapkan. Sedangkan pada psikologi belajar, pengembangan kurikulum
tidak dapat terlepas karena pada dasarnya kurikulum disusun untuk membelajarkan
siswa. Wina Sanjaya, Kurikulum., hlm. 48 dan 54.
[40]Zainal Arifin, Konsep
dan Model Pengembangan Kurikulum (Konsep Teoritis, Prinsip, Prosedur, Komponen,
Pendekatan, Model, Evaluasi & Inovasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011), hlm. 56
[41]Abdullah Idi, Pengembangan.,hlm.
79.
[42]Rahmat Raharjo,
Pengembangan., hlm. 29-30.
[43]Lihat, Abdullah
Idi, Pengembangan.,hlm. 92.
[45]Lihat Ibid.,
hlm. 94.
[46] Zainal Arifin,
Konsep.,hlm.78.
[47] Oemar Muhammad
Al-Toumy Al-Syaibany, Filsafat.,hlm. 524
[51]Hasan
Langgulung, Asas-Asas… hlm. 130.
[52]Abuddin Nata, Ilmu
Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 132.
[53]Hasan
Langgulung, Asas-Asas…hlm.131.
[54]Effendi dalam
Rahmat Raharjo, Pengembangan., hlm. 27.
[55]Hendiyat
Soetopo dan Wasty Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, Sebagai
Substansi Problem Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1986),
hlm. 46.
[56]Abdurrahman
Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1994), hlm.163-164.
Lihat juga Khairon Rosyadi, Pendidikan
Profetik, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 259.
[57]Paham
atau pandangan filsafat yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu
didasarkan pada ajaran agama. Lihat Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux, (Semarang: Widiya Karya, 2011), hlm. 468.
Apa yang selama ini ditiru dari dunia barat menurutnya sekuler ialah menyusun
kurikulum dari tingkat-tingkat yang
lebih rendah. Menurutnya cara ini tidak akan pernah berhasil mengingat tidak
adanya model yang sempuran dan lengkap dari keteraturan yang lebih tinggi untuk
dijadikan kriteria bagi perumusan ruang lingkup dan kandungannya. Pada
pendidikan sekuler, gambaran mengenai manusia yang utuh itu memang tidak
dimilikinya. Lihat juga Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya,
(Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 49.
[58]Tinjaun positif
ini sebagaimana diungkapkan oleh Hasan dalam Abdurrahman Saleh Abdullah, dalam
hal ini, pengakuan para sarjana muslim sama dengan barisan-barisan
tradisional yang merasa berkewajiban dan
bertanggung jawab terhadap pendidikan umat, bahwa sekuler Barat mengadakan
pendekatan dengan tidak diisyaratkan sebagai makna penyebaran agama bagi kaum
Kristiani, bukan juga anti-Islam, melainkan lebih memperlengkap instrument yang
diperlukan bagi perkembangan sosial dan kemajuan ekonomi bangsa. Lihat,
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori.,hlm. 164-165.
[59]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan
Nasional dalam Abad 21, (Yogyakarta: Safiriah Insania Press, 2004), hlm.
105.
[60] Koran Harian
Kompas, Rabu, 18 September 2013, dalam
Mengupas Sisi Positif Kurikulum 2013,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar