“POTRET BURAM MENABUR
TAMBANG MENUAI BENCANA DI KABUPATEN SINJAI”(Oleh: Achmad Darwis)
Manusia dan alam, ntah kata apa yang apa yang cocok untuk
menghubungkan kedua ciptaan sang khalik tersebut. Beranjak dari suatu paradigma
yang tidak mesti diingkari bahwa bumi ini mekanis dan alam merupakan produk
inmateri yang tidak harus dieksploitasi seenaknya dengan semua hukumnya yang
bersifat relatif. Pertanyaan yang muncul kemudian apakah hantaman nafas
pemikiran yang merindukan tafsiran garis alam hanya ada dalam taburan bingkai
mimpi malam?, Apakah keramahan embun pagi sirna diasingkan oleh nurani yang
hanya terpikir materi, apakah debu beringas kota yang mentabukan cinta pada
rona geriang alam yang sesungguhnya.Alam yang memiliki kehendak yang terbatas kemudian menjadi
konsekwensi perjuangan manusia yang melatarbelakangi parameter nilai dari arti
kehidupan. Sebagai manusia yang sesungguhnya terlepas dari nilai yang paling
mendekati kebenaran maka alam ini dipandang sebagai “makcomblang” untuk
menghadapi kehidupan setelah kehidupan, ukiran kebutuhan sekarang ini dan
sepanjang hidup akan menjadi pijakan kaki yang pasti.Hubungan antara manusia dan alam berubah dan bergeser dari “manusia dikuasai alam” dalam “ekonomi
Tarzan” yang bekerja otot, menjadi “manusia
menguasai alam” hal inilah yang memercik menjadi sebuah bencana ekologis.
Memahami bencana tidak hanya mengantisipasi dan beradaptasi, tetapi juga
bagaimana memahami hukum alam yang bekerja secara mekanis. Alam merupakan suatu dimensi objek skala kehidupan
manusia yang diwarnai dengan berbagai bentuk pengelolahan, baik pengelolahan
yang bersifat ekologis maupun pengelolahan yang bersifat eksploitasi. Pengelolahan
yang bersifat ekologis adalah sebuah pengelolaan yang senantiasa mengedepankan
prinsip-prinsip lingkungan sebagai dasar kestabilan ekologis, namun pengelolahan
yang bersifat eksploitasi adalah sebuah pengelolahan yang tak hanya menganggu
kestabilan ekologis namun disisi lain dampak kerusakan lingkungan pun akan
dirasakan oleh manusia-masyarakat. Alam sebagai suatu kesatuan ekologis dalam
rantai ekosistem, berjalan sesuai dengan keseimbangannya. Sekali tatanan
tersebut terganggu, baik sengaja maupun tidak, maka yang terjadi adalah
ketidakseimbangan, yang kemudian dapat mengakibatkan bencana, baik bencana yang
besar atau skala yang kecil. Sekali
hutan ditebang dalam volume yang besar, maka air dan beberapa material lainnya
akan jatuh lepas kepermukaan yang lebih rendah. Maka hukum mekanisme
keseimbangan akan terjadi, (M.Taufik K.)
Disisi lain dampak
negatif sosial pun akan lahir dari semula kestabilan nilai etika menjadi pergeseran nilai sosial akan jelas terlihat
dari sisi kehidupan masyarakat, dari ketentraman menjadi sebuah malapetaka yang
amoral hingga dampak negatif sosial yang lainnya. merujuk dari permasalahan yang
akan timbul itu maka perlu dan perlu perenungan bahwa keindahan
alam Sinjai adalah sebuah panorama yang begitu menakjubkan dengan skala tiga
dimensi yaitu laut, darat dan pegunungan, keindahan itu akan menjadi abadi
jikalau saja pelestarian akan selalu ada. Namun masyarakatnya yang semestinya
menyadari akan arti keindahan itu, sebagai daerah yang kaya akan kearifan lokal
tentunya akan tetap menjadi yang khas keindahan alam dan budaya bagi
masyarakatnya. Lalu persoalan yang kemudian timbul tentang lestarinya keindahan
alam Sinjai akhir-akhir ini adalah sebagai contoh yang ramai diperbincangkan adanya
barang berharga yang tertimbun diperut bumi Sinjai, salah satunya adalah emas murni yang berada di Kec. Sinjai Borong
tepatnya di Desa Bonto Katute Kab. Sinjai yang sebahagian hutan lindung kemudian dialihfungsikan untuk
mempermudah pengelolahan. Sebagai salah satu objek yang direncanakan menjadi
sebuah tambang yang sangat menggiurkan bagi para investor asing yang mempunyai
nurani yang terpikir materi untuk mengelolahnya. Hal inilah yang menimbulkan
pro dan kontra diberbagai kalangan mulai dari pemerintah, masyarakat setempat,
mahasiswa dan aktivis lingkungan terkait dengan penolakan dan perencanaan pengelolahan
objek tambang tersebut, alhasil hingga sekarang tetap menjadi sebuah perdebatan
yang panjang. Menjadi dilema jika keinginan meraup materi dengan pengelolaan yang berciri eksploitasi
besar-besaran tanpa barengi dengan pemahaman dan pengertian yang mendasar akan
akibat yang ditimbulkan maka hal itu akan menjadi sebuah peristiwa tragis yang
akan memiris pilu keindahan alam Sinjai dikemudian hari, dampak kerusakan
alam-bencana alam semisal tanah longsor, banjir hingga hilangnya mata air
sebagai sumber kehidupan akan menanti dan sangat mengerikan, disisi lain dampak
negatif sosial akan berkembang pesat mewarnai pola kehidupan beradab selama
ini. Dampak sosial tersebut akan disebabkan oleh persaingan akan keuntungan
dari hasil pengelolaan tambang, maka bertebaranlah berbagai kasus seperti
pencurian, perampokan, pembunuhan, hingga kasus asusila mewarnai pola kehidupan
itu. Rentetan bencana selama ini yang diakibatkan eksploitasi
besar-besaran yang telah banyak menelan korban sudah semestinya dapat menggugah
jiwa, sadar atau tidak sadar kita akan senantiasa dijadikan kemudi tujuan
materi para kapitalisme dan elit-elit pemerintahan, pengusaha yang bermental KKN
yang masih melihat hutan dan lahan masyarakat sebagai bisnis yang begitu
menggiurkan terutama di Kab. Sinjai. Perlu dicermati bahwa langkah langkah yang
ditempuh demi meminimalisir bentuk kerugian yang bakal timbul tersebut tak
hanya usaha dan pekerjaan sepihak dari elemen-elemen yang memperjuangkan
kelestarian alam dan nasib rakyat, akan tetapi partisipasi dan dukungan penuh
dari berbagai unsur masyarakat di Kab. Sinjai secara kolektif akan kesadaran
dari sekarang mengenai dampak-dampak negatif itu yang akan merugikan masyarakat
Kab. Sinjai dikemudian hari. Demikian itu yang menjadi sebuah tumpuan harapan
demi keberlangsungan dan kelestarian ekologis serta hak-hak hidup masyarakat. 25 Januari 2012 (dikutip dari berbagai sumber)
Manusia dan alam, ntah kata apa yang apa yang cocok untuk
menghubungkan kedua ciptaan sang khalik tersebut. Beranjak dari suatu paradigma
yang tidak mesti diingkari bahwa bumi ini mekanis dan alam merupakan produk
inmateri yang tidak harus dieksploitasi seenaknya dengan semua hukumnya yang
bersifat relatif. Pertanyaan yang muncul kemudian apakah hantaman nafas
pemikiran yang merindukan tafsiran garis alam hanya ada dalam taburan bingkai
mimpi malam?, Apakah keramahan embun pagi sirna diasingkan oleh nurani yang
hanya terpikir materi, apakah debu beringas kota yang mentabukan cinta pada
rona geriang alam yang sesungguhnya.Alam yang memiliki kehendak yang terbatas kemudian menjadi
konsekwensi perjuangan manusia yang melatarbelakangi parameter nilai dari arti
kehidupan. Sebagai manusia yang sesungguhnya terlepas dari nilai yang paling
mendekati kebenaran maka alam ini dipandang sebagai “makcomblang” untuk
menghadapi kehidupan setelah kehidupan, ukiran kebutuhan sekarang ini dan
sepanjang hidup akan menjadi pijakan kaki yang pasti.Hubungan antara manusia dan alam berubah dan bergeser dari “manusia dikuasai alam” dalam “ekonomi
Tarzan” yang bekerja otot, menjadi “manusia
menguasai alam” hal inilah yang memercik menjadi sebuah bencana ekologis.
Memahami bencana tidak hanya mengantisipasi dan beradaptasi, tetapi juga
bagaimana memahami hukum alam yang bekerja secara mekanis. Alam merupakan suatu dimensi objek skala kehidupan
manusia yang diwarnai dengan berbagai bentuk pengelolahan, baik pengelolahan
yang bersifat ekologis maupun pengelolahan yang bersifat eksploitasi. Pengelolahan
yang bersifat ekologis adalah sebuah pengelolaan yang senantiasa mengedepankan
prinsip-prinsip lingkungan sebagai dasar kestabilan ekologis, namun pengelolahan
yang bersifat eksploitasi adalah sebuah pengelolahan yang tak hanya menganggu
kestabilan ekologis namun disisi lain dampak kerusakan lingkungan pun akan
dirasakan oleh manusia-masyarakat. Alam sebagai suatu kesatuan ekologis dalam
rantai ekosistem, berjalan sesuai dengan keseimbangannya. Sekali tatanan
tersebut terganggu, baik sengaja maupun tidak, maka yang terjadi adalah
ketidakseimbangan, yang kemudian dapat mengakibatkan bencana, baik bencana yang
besar atau skala yang kecil. Sekali
hutan ditebang dalam volume yang besar, maka air dan beberapa material lainnya
akan jatuh lepas kepermukaan yang lebih rendah. Maka hukum mekanisme
keseimbangan akan terjadi, (M.Taufik K.)
Disisi lain dampak
negatif sosial pun akan lahir dari semula kestabilan nilai etika menjadi pergeseran nilai sosial akan jelas terlihat
dari sisi kehidupan masyarakat, dari ketentraman menjadi sebuah malapetaka yang
amoral hingga dampak negatif sosial yang lainnya. merujuk dari permasalahan yang
akan timbul itu maka perlu dan perlu perenungan bahwa keindahan
alam Sinjai adalah sebuah panorama yang begitu menakjubkan dengan skala tiga
dimensi yaitu laut, darat dan pegunungan, keindahan itu akan menjadi abadi
jikalau saja pelestarian akan selalu ada. Namun masyarakatnya yang semestinya
menyadari akan arti keindahan itu, sebagai daerah yang kaya akan kearifan lokal
tentunya akan tetap menjadi yang khas keindahan alam dan budaya bagi
masyarakatnya. Lalu persoalan yang kemudian timbul tentang lestarinya keindahan
alam Sinjai akhir-akhir ini adalah sebagai contoh yang ramai diperbincangkan adanya
barang berharga yang tertimbun diperut bumi Sinjai, salah satunya adalah emas murni yang berada di Kec. Sinjai Borong
tepatnya di Desa Bonto Katute Kab. Sinjai yang sebahagian hutan lindung kemudian dialihfungsikan untuk
mempermudah pengelolahan. Sebagai salah satu objek yang direncanakan menjadi
sebuah tambang yang sangat menggiurkan bagi para investor asing yang mempunyai
nurani yang terpikir materi untuk mengelolahnya. Hal inilah yang menimbulkan
pro dan kontra diberbagai kalangan mulai dari pemerintah, masyarakat setempat,
mahasiswa dan aktivis lingkungan terkait dengan penolakan dan perencanaan pengelolahan
objek tambang tersebut, alhasil hingga sekarang tetap menjadi sebuah perdebatan
yang panjang. Menjadi dilema jika keinginan meraup materi dengan pengelolaan yang berciri eksploitasi
besar-besaran tanpa barengi dengan pemahaman dan pengertian yang mendasar akan
akibat yang ditimbulkan maka hal itu akan menjadi sebuah peristiwa tragis yang
akan memiris pilu keindahan alam Sinjai dikemudian hari, dampak kerusakan
alam-bencana alam semisal tanah longsor, banjir hingga hilangnya mata air
sebagai sumber kehidupan akan menanti dan sangat mengerikan, disisi lain dampak
negatif sosial akan berkembang pesat mewarnai pola kehidupan beradab selama
ini. Dampak sosial tersebut akan disebabkan oleh persaingan akan keuntungan
dari hasil pengelolaan tambang, maka bertebaranlah berbagai kasus seperti
pencurian, perampokan, pembunuhan, hingga kasus asusila mewarnai pola kehidupan
itu. Rentetan bencana selama ini yang diakibatkan eksploitasi
besar-besaran yang telah banyak menelan korban sudah semestinya dapat menggugah
jiwa, sadar atau tidak sadar kita akan senantiasa dijadikan kemudi tujuan
materi para kapitalisme dan elit-elit pemerintahan, pengusaha yang bermental KKN
yang masih melihat hutan dan lahan masyarakat sebagai bisnis yang begitu
menggiurkan terutama di Kab. Sinjai. Perlu dicermati bahwa langkah langkah yang
ditempuh demi meminimalisir bentuk kerugian yang bakal timbul tersebut tak
hanya usaha dan pekerjaan sepihak dari elemen-elemen yang memperjuangkan
kelestarian alam dan nasib rakyat, akan tetapi partisipasi dan dukungan penuh
dari berbagai unsur masyarakat di Kab. Sinjai secara kolektif akan kesadaran
dari sekarang mengenai dampak-dampak negatif itu yang akan merugikan masyarakat
Kab. Sinjai dikemudian hari. Demikian itu yang menjadi sebuah tumpuan harapan
demi keberlangsungan dan kelestarian ekologis serta hak-hak hidup masyarakat. 25 Januari 2012 (dikutip dari berbagai sumber)
2 komentar:
kurang jelas tlisanx Bro. mungkin karena mataku yg bmaslah kaleee Yaaa
atau mungkin pengaruh templateX yang menerawang !
Thanks.....
Posting Komentar