PEMBELAJARAN
PAI DALAM KERANGKA PENDIDIKAN NILAI
Sebuah
Paradigma dan Analisis Konstruktif
Oleh:
Achmad Darwiz
Abstrak
Pendidikan
pada hakikatnya adalah memanusiakan manusia, membentuk generasi bangsa yang
lebih unggul dan berkepribadian humanis, intelektual dan spiritual, namun pada realitasnya
kini pendidikan belum dapat dimaksimalkan peranannya dalam membentuk nilai
peserta didik tersebut, pengaruh negatif lingkungan ditambah dengan kemajuan
globalisasi turut menggeser kadar nilai peserta didik dari waktu kewaktu
sehingga degradasi moral pun kian tak terbendung, melahirkan penyakit sosial
yang kian hari mewarnai dunia pendidikan dan lingkup suatu masyarakat. Pendidikan
nilai disini sangat urgen diperlukan sebagai langkah terdepan dalam membawa kondisi
generasi bangsa kearah yang lebih bernilai dan berkarakter. Pendidikan Islam
yang didalamnya memuat unsur kegiatan pembelajaran PAI merupakan mata pelajaran
yang sangat mendominasi dalam pembentukan nilai ilahiyah. Pembelajaran
PAI merupakan kegiatan pembelajaran yang lebih menekankan pada arah pembentukan
kepribadian peserta didik melalui ranah psikomotorik, kognitif maupun afektif,
sehingga pembelajaran PAI dianggap berpotensi dalam kerangka pendidikan nilai
bagi peserta didik.
Kata Kunci: Paradigma,
Pembelajaran PAI, Pendidikan Nilai.
Pendahuluan
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional bab II pasal 3 secara eksplisit menegaskan tujuan[1] pendidikan
nasional sebagai target yang akan dicapai dalam melakukan pendidikan. Salah satu titik perhatian dan pengembangan untuk mencapai
tujuan inti pendidikan tersebut adalah standar proses[2],
seperti yang termuat dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan. Hal ini diperkuat pula
dengan Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007, Standar Proses tersebut untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah. Standar penyelenggaraan
pendidikan secara umum berpijak pada perundang-undangan, peraturan pemerintah demikian
pula Permendiknas sebagaimana tersebut di atas adalah sebagai landasan
yuridisnya.
Pada hakekatnya pendidikan adalah upaya dan proses
untuk “memanusiakan manusia” ini mengandung implikasi bahwa tanpa
pendidikan maka manusia tidak menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya, yaitu
manusia yang utuh dengan segala fungsinya, baik fisik maupun psikis.[3]
Dengan demikian tuntutan kualitas (mutu) yang perlu dihasilkan dalam suatu
lembaga pendidikan selalu menjadi topik perbincangan serius dalam berbagai
kalangan. Upaya yang dilakukan dengan memaksimalkan pola pembelajaran ditiap
lembaga pendidikan. Persoalan-persoalan terkait pengelolaan, kebiajakan dan
system pendidikan hingga proses pembelajaran seolah tak pernah kering dari
sentuhan pemikiran-pemikiran yang mencita-citakan peningkatan dan terciptanya
mutu tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan Islam khususnya.
Pada abad ke 21 ini sebagai era globalisasi ditandai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi pada bidang transportasi
dan komunikasi. Kemajuan keilmuan dan tekhnologi yang begitu pesat menopang
terciptanya kenyamanan dan kemudahan hidup manusia. Kemajuan iptek tidak hanya
membawa manusia pada aspek kemudahan, dilain sisi arus deras dan terjangan
pengaruh negatif globalisasi yang tak terhindarkan bagi siapa pun terutama
generasi bangsa Indonesia hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran nilai dari
waktu ke waktu, baik nilai adat-istiadat, budaya, bahkan nilai-nilai agama yang
nyaris tak mengenal ruang dan waktu
sehingga pendidikan nilai penting mengambil peranan dalam memfilter dan
meminimalisir pengaruh negatif tersebut. Oleh karena itu nilai moral sebagai
rujukan yang dikembangkan selama ini dalam pendidikan tidak hanya didasarkan
pada nilai moral masyarakat, tetapi yang esensial dan terpenting adalah
nilai-nilai transendental yakni sumbernya dari agama−agama Islam.
Sebagai salah satu yang melandasi pemikiran pentingnya transformasi
pendidikan dalam konteks nilai-nilai moralitas keagamaan, maka menurut Hasan
Langgulung, pendidikan Islam dapat dilihat dari tiga sudut pandang yakni [4],
yang pertama, pengembangan potensi, potensi manusia sebagai karunia
Tuhan itu harus dikembangkan. Kedua, pendidikan adalah pewarisan budaya,
memindahkan (transmission) nilai-nilai budaya dari satu generasi kepada
generasi berikutnya. ketiga, interaksi antar potensi dan budaya.
Pendidikan dengan nilai memiliki relevansi yang sangat
erat. Nilai terlibat dalam tiap tindakan pendidikan baik dalam merencanakan
suatu proses belajar maupun dalam pengajaran karena dengan nilai guru dapat
memberikan tindakan pembelajaran dan evaluasi, demikian pula siswa dapat
mengukur hasil proses pembelajaran yang diterima dengan nilai tersebut.
Jika ditinjau nilai-nilai hidup dalam masyarakat sangat
banyak jumlahnya sehingga pendidikan berusaha membantu untuk mengenali,
memilih, dan menetapkan nilai-nilai tertentu sehingga dapat digunakan sebagai
landasan pengambilan keputusan untuk berprilaku secara konsisten dan menjadi
kebiasaan dalam hidup bermasyarakat.[5]
Dalam pembelajaran PAI dianggap sebagai salah satu konsep strategis dalam upaya
menciptakan peserta didik yang bernilai dan memiliki karakter. Pembelajaran PAI
penting sebagai kerangka pendidikan nilai, hal ini disebabkan dalam pembentukan
karakter berasas pada nilai dan pendidikan itu sendiri, terkhusus pendidikan
agama Islam yang orientasi pembelajarannya adalah upaya pembentukan moral dan
kecerdasan peserta didik yang beriman dan bertakwa. Disisi lain dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat, nilai menjadi sumber rujukan bagi ukuran
dan pertimbangan kelayakan pendidikan peserta didik yang telah didapatkan pada
lingkungan sekolah, karena itu dalam setiap tindakan individu baik persepsi,
sikap lembut ataupun kritis, dan keyakinan dalam pendidikan yang dialaminya
selalu diserta dengan nilai. Demikianlah urgensi pendidikan nilai sebagai
muatan dalam pendidikan agama Islam. Sebelum dieksplorasi lebih jauh tentang
PAI sebagai kerangka pendidikan nilai, perlu dipahami bahwa dalam konteks ini pendidikan
agama Islam adalah pendidikan nilai, dan pendidikan nilai itu sendiri adalah
pendidikan agama Islam.
Dari uraian tersebut di atas maka dalam makalah ini dapat
ditelaah melalui beberapa rumusan permasalahan yang perlu ditinjau lebih
mendalam. Rumusan masalah tersebut yaitu; (1) Bagaimana hakikat dan tujuan
pendidikan agama Islam?, (2) Bagaimana pendekatan pembelajaran dan asas-asas pendidikan
agama Islam?, (3) Bagaimana ruang lingkup pembelajaran
PAI?, (4) Bagaimana pengertian
pendidikan nilai dalam PAI?, (5) Mengapa penting pendidikan nilai?, (6)
Bagaimana bentuk-bentuk nilai dalam pendidikan agama Islam?, (7) Seperti apa
pendekatan dalam pendidikan nilai?, (8) Bagaimana paradigma dan analisis
kontruktif pendidikan nilai sebagai kerangka pembelajaran PAI?
Pembahasan makalah ini tentunya
bertujuan memberikan informasi dan wawasan pengetahuan terkait urgensi
pendidikan nilai dalam kerangka pembelajaran PAI di sekolah/madrasah. Dalam
tujuan yang lain tentunya sedikit dapat dijadikan rujukan dalam proses
pembinaan bagi peserta didik, pemikiran konstruktif ini yang dituangkan dengan
mengambil peran dalam pengembangan khazanah keilmuan dalam pendidikan agama Islam.
Pembahasan
1.
Hakikat dan Tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat
diartikan sebagai usaha sadar, systematis, berkelanjutan untuk mengembangkan
potensi ras, agama, menanamkan sifat, dan memberikan kecakapan sesuai dengan
tujuan pendidikan Islam. Fungsi pendidikan ditinjau dari sudut pandang
sosiologis dan antropologis adalah untuk mengembangkan kreatifitas peserta
didik. Karena itu tujuan akhir pendidikan Islam adalah untuk mengembangkan
potensi kreatif peserta didik untuk menjadi manusia yang baik menurut pandangan
manusia dan menurut pandangan agama Islam. Pada hakikatnya pendidikan Islam
adalah proses pemeliharaan dan penguatan sifat dan potensi insan menimbulkan
kesadaran untuk menemukan kebenaran. Tujuan pendidikan Islam adalah
mengembangkan potensi peserta didik serta meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan membentuk karakter siswa yang menghargai dan menjunjung
tinggi kebenaran.[6]
Menurut Jalaluddin, hakikatnya pendidikan merupakan proses dan kreatifitas
pembentukan system nilai yang menitikberatkan pada pembentukan akhlak
al-karimah pada diri individu. Dengan demikian, pengembangan potensi individu
dalam segala aspeknya harus mengacu pada nilai-nilai akhlak mulia ini.
Selanjutnya, system nilai ini melalui aktivitas pendidikan diwariskan kepada
generasi muda agar terpelihara secara lestari. Kedua sudut pandang pendidikan
dimaksud menyatu dalam kepentingan yang sama, yakni pembentukan dan pewarisan
nilai-nilai budaya yang bersumber dari ajaran Islam, yang misi utamanya adalah
pencapaian terbentuknya akhlak yang mulia.[7]
Beberapa ahli merumuskan tujuan
pendidikan Islam, seperti Al-Abrasyi yang dikutip Ramayulis dan Syamsul Nizar
menyimpulkan tujuan umum pendidikan Islam yaitu:[8]
a.
Untuk
mengadakan penbentukan akhlak yang mulia, kaum muslimin dahulu kala sampai
sekarang setuju bahwa pendidikan akhlak adalah inti pendidikan Islam, dan bahwa
mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya.
b.
Persiapan untuk
kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya
menitikberatkan pada keagamaan saja, tetapi pada kedua-duanya.
c.
Persiapan untuk
mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat, atau yang lebih terkenal sekarang
ini dengan tujuan-tujuan vokasional dan professional.
d.
Menumbuhkan
semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keinginan tahu (curiosity)
dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri.
e.
Menyiapkan
pelajar dari segi professional, tekhnikal dan pertukangan supaya dapat
menguasai profesi dan keterampilan pekerjaan tertentu agar ia dapat mencari
rezeki dalam hidup disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.
Selanjutnya pada pendapat lain yang
dikemukakan oleh Al-Gazali yang dikutip oleh Akmal Hawi mengemukakan bahwa
tujuan pendidikan Islam yang paling utama adalah beribadah dan bertaqarrub
kepada Allah, dan kesempurnaan insan yang tujuannya kebahagiaan dunia akhirat.[9]
Sedangkan Zakiah Darajat menjelaskan dalam konteks pembelajaran bahwa tujuan
pendidikan adalah sesuatu yang hendak dicapai dengan kegiatan atau usaha
pendidikan. Bila pendidikan itu berbentuk formal, tujuan pendidikan itu harus
tergambar dalam suatu kurikulum.[10]
Dari beberapa pendapat di atas maka
dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terciptanya dan
berkembangnya potensi peserta didik dalam kehidupannya sehingga menjadi manusia
utuh dan taat (beriman dan bertakwa) kepada Allah SWT, memiliki kecerdasan
spiritual, menjunjung tinggi kebenaran dan sebagai salah satu upaya
memaksimalkan kelansungan hidupnya dengan jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Pendidikan
agama Islam sebagai kerangka mata pelajaran yang diterapkan dalam pendidikan
Islam di sekolah/madrasah mengambil peranan penting sebagai upaya pencerdasan
anak didik yang pada tataran normatifnya adalah terciptanya insan yang saleh
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Dalam menuju pencapaian tujuan
pendidikan memuat langkah pembelajaran sebagai proses yang berlangsung yang
tidak hanya dalam skala waktu tertentu serta satu bidang pengajaran tertentu,
akan tetapi pembelajaran merupakan langkah yang sifatnya umum yang di dalamnya
mencakup bentuk mewadahi, menguatkan metode yang digunakan dalam cakupan suatu
bidang. Pembelajaran PAI misalnya yang tak hanya penerapan dan transfer pemahaman
dari ilmu pengetahuan, sebagaimana pembelajaran ilmu-ilmu lainnya yang hanya
memperhitungkan hasil pemahaman akan tetapi pendidikan agama Islam prosesnya
melebihi dengan adanya sisi nilai.
2.
Pendekatan dalam Pembelajaran dan Asas-Asas Pendidikan Agama Islam
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, hal yang sangat
mempengaruhi keberhasilan pembelajaran adalah tentunya ditunjang dengan metode
dan penguasaan materi pembelajaran oleh pendidik (guru), pelaksanaannya pembelajaran
Pendidikan Agama Islam tersebut pada dasarnya dapat melalui kegiatan intrakurikuler
maupun kegiatan ekstrakurikuler dengan demikian diperlukan beberapa pendekatan yang
perlu saling melengkapi dan terintegrasi antara satu dengan yang lain. Menurut
Akmal Hawi, pendekatan tersebut yaitu[11]:
a.
Pendekatan
pengalaman, yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam
rangka menanamkan nilai-nilai keagamaan.
b.
Pendekatan
pembiasaan, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
senantiasa mengamalkan ajaran agamanya.
c.
Pendekatan
emosional, yaitu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dengan
meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamnya.
d.
Pendekatan
rasional, yaitu usaha memberikan peranan kepada rasio (akal) dalam memahami dan
menerima kebenaran ajaran agama.
Dari pendekatan-pendekatan tersebut diatas dapat dikatakan sebagai
pendekatan yang pada umumnya dalam pembelajaran banyak digunakan, namun dalam
melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tersebut akan
sulit tercipta tanpa dengan perencanaan dan metode pembelajaran yang tepat.
Menggunakan pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam
maka pendidik diperlukan terlebih dahulu memahami asas-asas pendidikan sebagai
kerangka dasar dalam proses pembelajaran yakni terutama pada pembelajaran
pendidikan agam Islam. Asas utama pendidikan agama Islam adalah Al-Qur’an dan
hadist Nabi, ijtihat ulama, dan adat istiadat masyarakat.
Hasan Langgulung menguraikan asas-asas (dasar) pendidikan sebagai
asas operasionalnya tersebut yaitu: Pertama, asas-asas historis yang
mempersiapkan sipendidik dengan hasil-hasil pengamalan masa lalu, dengan
undang-undang dan peraturan-peraturannya, batas-batas dan
kekurangan-kekurangannya. Kedua, asas-asas sosial yang memberinya
kerangka budaya dari mana pendidikan itu bertolak dan bergerak; memindah
budaya, memilih dan mengembangkannya. Ketiga, asas-asas ekonomi yang
memberinya perspektif tentang potensi-potensi manusia dan keuangan, materi dan
persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan bertanggung jawab terhadap
anggaran belanjanya. Keempat, asas-asas politik dan demokrasi yang
memberinya bingkai ideology (aqidah) dari mana ia bertolak untuk mencapai
tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat. Kelima,
asas-asas psikologi yang memberinya informasi tentang watak pelajar-pelajar,
guru-guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian, dan
pengukuran dan bimbingan. Keenam, asas-asas filsafat yang berusaha
memberinya kemampuan memilih yang lebih baik, yang memberi arah suatu system,
mengontrolnya, dan memberi arah kepada semua asas-asas yang lain.[12]
Jika dicermati asas-asas tersebut dan oleh karenanya untuk mencapai
proses pendidikan nilai, maka hal ini sangat urgen bagi pendidik untuk dipahami
dalam rangka persiapan pembelajaran. Pendidikan nilai sebagai cakupan penting
berada ditiap lini mata pelajaran, terlebih pada pembelajaran PAI. Hal ini
dapat dimulai dari aspek penyusunan RPP yang memuat Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar, Tujuan Intruksional Khusus dan Indikator pembelajaran dan
lain-lain.
3.
Ruang Lingkup Pembelajaran PAI
Ruang lingkup PAI meliputi keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan antara hubungan manusia dan Allah, hubungan manusia dengan sesama
hubungan manusia dengan makhluk lain dengan lingkungannya. Ruang lingkup
pendidikan agama Islam juga identik dengan aspek-aspek pengajaran Islam karena
materi yang terkandung di dalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi
antara satu dengan yang lainnya.
Apabila dilihat dari segi pembahasannya, maka PAI yang diajarkan di
sekolah meliputi:
a.
Pengajaran
keimanan
Pengajaran
keimanan adalah proses belajar mengajar tentang aspek kepercayaan. Yang
dimaksud disini tentunya kepercayaan menurut ajaran Islam. Inti pengajaran ini
adalah tentang rukun iman.
b.
Pengajaran
Akhlak
Pengajaran
akhlak adalah bentuk pengajaran yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara
bersikap individu pada kehidupannya. Pengajaran ini berarti proses belajar
mengajar dalam mencapai tujuan supaya apa yang diajarkan berakhlak baik.
c.
Pengajaran
ibadah
Pengajaran
ibadah adalah bentuk pengajaran ibadah dan tata cara pelaksanaan. Tujuan dari
pengajaran ini agar siswa mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan benar.
Mengerti segala bentuk ibadah dan memahami arti dan tujuan pelaksanaan ibadah.
d.
Pengajaran
Fiqih
Pengajaran
fiqih adalah bentuk pengajaran tentang segala bentuk-bentuk hukum yang
bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dan dalil-dalil syar’i lainnya tujuan
pengajaran ini agar siswa mengetahui dan mengerti tentang hukum-hukum Islam dan
dapat melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
e.
Pengajaran
Al-Qur’an
Pengajaran
Al-Qur’an adalah pengajaran yang bertujuan agar siswa dapat membaca Al-Qur’an
dan mengerti kandungannya yang terdapat disetiap ayat Al-Qur’an.
f.
Pengajaran
Sejarah Kebudayaan Islam[13]
Tujuan
pengajaran ini adalah agar siswa dapat mengetahui tentang pertumbuhan dan
perkembangan Islam dari awalnya sampai zaman sekarang. Hal ini penting untuk
dilakukan sehingga siswa dapat lebih mengenal dan mencintai agamanya.
Dalam kaitan pembahasan pendidikan nilai ini maka ruang lingkup
pembelajaran PAI tersebut adalah ruang lingkup yang mencakup pendidikan nilai
yang diajarkan.
4.
Pengertian Pendidikan Nilai dalam PAI
Pengertian
Pendidikan Nilai
Dalam pendidikan nilai terdapat dua
kata dasar yakni term “Pendidikan” dan term “Nilai”. Pendidikan
berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe-“ dan
akhiran “an” yang mengandung arti
“perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan berasal dari bahasa
Yunani yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada
peserta didik.[14]
Seiring dengan perkembangannya secara etimologi diterjemahkan kedalam bahasa
Inggris “education” yang akar katanya berasal dari bahasa Latin “educere”
berarti memasukkan sesuatu, barangkali memasukkan ilmu kepada seseorang, jadi
disini ada tiga hal yang terlibat yakni ilmu, proses memasukkan, dan kepala
seseorang.[15]
Dalam bahasa Arab ada beberapa istilah yang
biasa dipergunakan dengan pengertian pendidikan seperti Ta’alim,
Tarbiyah, dan Ta’dib. Dari ketiga istilah tersebut di atas yang
biasa dipergunakan dan lebih populer adalah Tarbiyah.
Jika disimpulkan dari beberapa
istilah diatas maka pendidikan dapat dikatakan sebagai proses bimbingan atau
pertolongan yang dilakukan secara sengaja dan bertanggung jawab oleh seseorang
atau kelompok kepada anak didik sehingga memiliki pengetahuan dan menjadi insan
yang dewasa. Secara terminologi ini definisi pendidikan termuat pula dalam Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.[16]
Pada definisi pendidikan nasional
dan tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang telah dijelaskan diawal telah
memberikan indikasi bahwa pendidikan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
kesadaran guna pengembangan potensi kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan
keterampilan sehingga wujud pribadi seseorang berada pada kesalehan spiritual,
kecerdasan emosional dan intelektual. Dalam melakukan proses dan mencapai tujuan tersebut termuat komponen-komponen
yang tak dapat terpisahkan baik aktivitas pembimbingan, peranan pendidik
sebagai pelaku dalam melakukan bimbingan, adanya peserta didik, adanya peranan media
pendidikan serta tujuan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu pada konteks
ini antara pendidikan dan nilai memiliki kaitan dan relevansi yang sangat erat.
Nilai secara etimologi berasal dari
kata value, dalam bahasa Arab al-Qiyamah, dalam bahasa Indonesia
berarti nilai.[17]
Chabib Thoha mengutip Sidi Gazalba mendefinisikan nilai adalah sesuatu yang
bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya
persoalan benar dan salah yang membutuhkan pengertian empirik, melainkan soal
penghayatan yang dikehendaki disenangi dan tidak disenangi.[18] Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai adalah harga dalam arti taksiran harga;
harga sesuatu, angka kepandalam; kadar, mutu, banyak sedikitnya isi.[19] Menurut
Khoiron Rosyadi nilai adalah ukuran untuk menghukum atau memilih tindakan dan
tujuan tertentu. Nilai sesungguhnya tidak terletak pada barang atau peristiwa,
tetapi manusia memasukkan nilai kedalamnya, jadi barang mengandung nilai,
karena subyek yang tahu dan menghargai nilai itu.[20] Masduki
Duryat memberikan definisi bahwa pendidikan
nilai ialah mencakup keseluruhan aspek sebagai pengajaran atau bimbingan kepada
peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui
proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten.[21]
Nilai adalah suatu keyataan ‘tersembunyi’ di balik kenyataan-kenyataan lainnya.
Nilai ada karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai. Menilai
berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain, untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan itu
merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna,
benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Sesuatu
dikatakan mempunyai nilai apabila berguna/berharga (nilai kegunaan), benar
(nilai kebenaran), baik (nilai moral, dan etika), religius (nilai agama).[22]
Persoalan tentang nilai dipelajari pula sebagai salah satu cabang filsafat
yakni filsafat nilai (axiology).[23]
Dari beberapa definisi diatas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan nilai adalah sesuatu tindakan mengarahkan dan
membantu peserta didik atau yang berupa bimbingan dan pengajaran yang dilakukan
sehingga terbentuk dan memiliki kadar nilai yang sesuai serta menyadari
berbagai keadaannya, terbiasa bertindak dan bertanggungjawab dengan penuh
pertimbangan sesuai asas nilai yang dipahaminya.
Jika pengertian-pengertian di atas
diintegrasikan dalam proses Pendidikan Agama Islam, maka aspek bimbingan nilai yang
akan ditanamkan memiliki ruang dan peranan yang cukup dominan dalam membentuk
kadar positif peserta didik melalui pendidikan agama Islam yang di dalamnya
merupakan inti penanaman nilai. Oleh karena itu pendidikan nilai merupakan
inti, hakikat serta tujuan penting dari pendidikan itu sendiri. Abd. Aziz
mengutip Jalaluddin dan Abdullah Idi[24]
menjelaskan bahwa nilai dan implikasi aksiologi didalam pendidikan adalah
pendidikan menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut didalam kehidupan
manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak. Karena untuk mengatakan bahwa
sesuatu itu bernilai baik, bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi menilai dalam
arti mendalam untuk membina dalam kepribadian ideal.
Menurut Zaim Elmubarok mengutip
Linda, secara gari besar nilai dibagi dalam dua kelompok yaitu nilai-nilai
nurani (values of being) dan nilai-nilai memberi (values of giving).
Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang
menjadi prilaku serta cara kita memperlakukan orang lain.[25]
Nilai yang diajarakan kepada peserta
didik menjadi pokok dalam setiap pembahasan sekaligus inti dari pembelajaran khususnya
pendidikan agama Islam. Nilai-nilai tersebut menjadi tertampung dari berbagai
topik pembahasan sehingga sikap dan prilaku yang termanifestasikan dalam
kehidupan sehari-harinya merupakan cerminan dari nilai-nilai yang telah
diajarkan.
5.
Mengapa Penting Pendidikan Nilai?
Sudah
menjadi pengetahuan umum bahwa perubahan individu sebagai dari masyarakat Indonesia
yang kompleks dan tradisional kearah yang maju dan berkembang, antara lain
karena majunya pengembangan iptek yang terselenggara membawa berbagai perubahan
pada kehidupan manusia pada umumnya.[26]
Perubahan drastis sebagai akibat globalisasi dan watak lingkungan yang berciri
sekularisasi sangat berpengaruh terhadap lahirnya individu-individu yang telah
jauh dari bingkai nilai-nilai moral spiritual agama, potret dan pola hidup
generasi anak-anak bangsa yang kian tak terbendung dengan menabur benih-benih
permusuhan, kebencian, dengki dan dendam, terlebih lagi ada sederetan kaum
intelektual yang telah melanggar etika profesinya, para siswa dan mahasiswa
yang terlibat aksi-aksi kekerasan, pornografi, narkoba, seks bebas serta
beberapa penyakit sosial lainnya sehingga jauh dari nilai budaya luhur positif.
Jika direnungkan subtansi pendidikan adalah memanusiakan manusia, pendidikan
meningkatkan derajat dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Dalam hal ini
jika kita merujuk potongan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Mujadalah:
11:
Æìsùöt
ª!$#
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
öNä3ZÏB
tûïÏ%©!$#ur
(#qè?ré&
zOù=Ïèø9$#
;M»y_uy
4
ª!$#ur
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
×Î7yz
ÇÊÊÈ
Artinya: ”Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS.
Al-Mujadalah [58]:11.[27]
Hilangnya kadar nilai positif pada diri individu seperti yang telah
tercermin di atas, senada pula dengan yang dijelaskan oleh Adimassana, bahwa
nilai-nilai manusia yang rendah, yaitu pada pemerolehan “semat” (harta kekayaan
dan kenikmatannya), “pangkat” (kedudukan dan kenikmatannya) dan “derajat”
(kehormatan, gensi, nama baik, popularitas, keagungan dan segala
kenikmatannya). Lebih lanjut dikemukakan bahwa pendidikan kita dalam 35 tahun
terakhir ini kurang menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai luhur (aspek
rohani), yang menjadi motor penggerak perkembangan peserta didik kearah hidup
yang manusiawi dan bahkan kearah hidup yang adil−manusiawi (ilahi). Dengan
dihapusnya kegiatan P4 di sekolah-sekolah, belum menjamin bahwa pendidikan
nilai di sekolah akan menjadi lebih baik. Justru sampai sekarang tampaknya
pihak pemerintah atau sekolah-sekolah belum memikirkan kegiatan penggantinya, yang
diharapkan dapat menjadi wahana untuk menumbuhkan kesadaran nilai.[28]
Dalam pendidikan kita kegagalannya yang paling fatal adalah out put
dari suatu pendidikan tidak lagi memiliki kepekaan nurani yang pada dasarnya
tidak lagi berlandaskan nilai moralitas. Ragamnya fenomena penyakit sosial yang
jauh dari tujuan pendidikan dan nilai-nilai pendidikan Islam ikut mewarnai
aspek kehidupan terutama dunia pendidikan seolah menjadi potret buram yang
hingga kini belum terbuka tabir terang pencapaian yang memuaskan dan akan
membawa pada kemaslahatan umat. Jika media negatif sebagai tangan kanan
globalisasi telah melahirkan individu-individu yang pragmatis dan cenderung
sekularis, jauh dari nilai-nilai agama maka aspek kehidupan yang berketuhanan
tak lagi dipandang sebagai sesuatu urgen. Disinilah peran pendidikan Agama
Islam sebagai kerangka yang sangat mendasar dalam pendidikan nilai.
Pendidikan agama yang tentunya membawa insan akan dekat dengan
Tuhannya dan memiliki landasan nilai transendental dan fundamental Islam maka
seseorang akan tampak dalam kehidupannya semakin bermakna, memiliki karakter
kuat dan positif sehingga tiap persoalan yang dihadapi dapat dengan mudah
mengatasinya, sebaliknya tanpa pendidikan nilai agama−terutama dalam aspek
nilai-nilai dalam agama Islam maka seseorang akan memiliki orientasi hidup yang
buram, memiliki kekosongan dan kekeringan jiwa dan sulit beradaptasi dengan
lingkungan dan keadaan yang serba praktis, kompetitif dalam ranah tekhnologi
globalisasi.
6.
Bentuk-Bentuk Nilai dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Menurut Abdul
Mustakim, nilai-nilai pendidikan dalam kisah
Al-Qur’an ada enam bentuk, namun keenam nilai-nilai tersebut dapat dipandang
sebagai dasar nilai pendidikan yang pada hakikatnya sangat penting dan utama diterapkan
dalam pembelajaran PAI, nilia-nilai tersebut yaitu: Pertama, Nilai pendidikan
tauhid. Kedua, Nilai pendidikan intelektual. Ketiga, Nilai pendidikan
akhlak/moral. Keempat, Nilai pendidikan seksual. Kelima, Nilai pendidikan
spiritual, Kenam, Nilai pendidikan demokrasi.[29]
Nilai Pendidikan Tauhid, Salah satu tujuan pokok diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk
memperbaiki aqidah seseorang agar kembali kepada agama tauhid, tidak
menyekutukan Tuhan. Oleh sebab itu, ada beberapa kisah yang mengandung dan
memperkokoh nilai-nilai pendidikan tauhid.[30] Pendidikan
tauhid sejak dini, dan bahkan dalam tahap perkembangan serta pertumbuhan anak
didik hingga mencapai tingkat kedewasaan tetap perlu pendidikan ketauhidan
untuk memperkokoh sipitualitasnya, dan bahkan pada masa kini sangat menentukan
kualitas kehidupan seorang anak di kemudian hari, oleh karenanya pendidikan
tauhid ini adalah landasan hidup hal yang sangat urgen dalam pendidikan.
Nilai Pendidikan Intelektual, Allah SWT mengajak manusia untuk mengembangkan akal (daya pikir),
pendidikan dan meluaskan wawasan dan cakrawala berpikir. Melalui kisah
seseorang bisa mengembangkan dan mendidik akal pikirannya serta meluaskan
cakrawala berpikirnya, sehingga setelah mengikuti alur kisah peserta didik (pembaca/pendengar) dapat mengambil pelajaran
yang bermanfaat.[31]
Kisah-kisah pendidikan intelektual yang banyak ditampilkan dalam Al-Qur’an
memberikan inspirasi bagi pendidik untuk terus berupaya mengantarkan peserta
didik pada tingkat kecerdasan yang dibutuhkan guna mengangkat derajat
kehidupannya, sehingga dalam proses kehidupan manusia pendidikan intelektual
adalah satu tujuan utama.
Nilai Pendidikan Akhlak/Moral, pendidikan moral telah dapat dikategorikan sebagai pendidikan
nilai, pendidikan moral sebagai bentuk penanaman etika secara otonom kepada
peserta didik, dalam konteks inilah pendidikan moral dipandang sebagai esensi
pendidikan nilai yang terintegratif dengan nilai pendidikan lainnya yang tak
dapat terpisahkan.
Nilai Pendidikan Seksual, nilai pendidikan seksual memberikan peranan dan informasi penting
bagi peserta didik dalam masalah orientasi seksual, sehingga mereka dapat
memandang secara sempurna hakikat seksualitas dan tetap berjalan dalam bingkai
moral dan kebenaran. Dengan demikian unsur nilai pendidikan seksual ini tidak
lagi dipandang sebagai sesuatu yang tabu.
Nilai pendidikan Spiritual, pendidikan spitual sebagai salah satu kerangka perwujudan insan
atau peserta didik berakhlakul karimah dan memiliki kesadaran akan ibadah
sehingga kehidupannya memiliki makna, orientasi dan tujuan hidup.
Nilai pendidikan demokrasi, nilai pendidikan demokrasi ini dapat menunjukkan sikap lemah
lembut, penuh pertimbangan dan memiliki kesadaran akan adanya perbedaan, hak
dan kewajiban, baik yang tercermin dalam prilaku pendidik dalam memperlakukan
sama (adil) dalam pembelajaran PAI, hingga peserta didik pun memiliki pandangan
yang serupa.
Pendidikan nilai tersebut atas
tentunya akan mempunyai implikasi pada peserta didik sehingga memiliki pula
nilai budi pekerti. Menurut Nurul Zuriah, Budi pekerti adalah nilai-nilai hidup
manusia yang sungguh-sungguh dilaksanakan bukan sekedar karena kebiasaan,
tetapi berdasar pemahaman dan kesadaran diri untuk menjadi baik.[32]
Selain nilai budi pekerti tersebut peserta didik juga memilki karakter. Nilai
karakter adalah nilai yang melekat yang mencerminkan akhlak/prilaku yang luar
biasa tercermin pada Nabi Muhammad SAW, yaitu; (1) Siddik, (2) amanah, (3)
fatonah, (4) tablig. Keempat nilai tersebut merupakan esensi, bukan seluruhnya,
karena Nabi Muhammad SAW juga terkenal dengan karakter kesabarannya,
ketangguhannya, dan berbagai karakter lainnya.[33] Nilai
moral adalah sesuatu yang melekat dan mencerminkan pada diri seseorang yang menuntut untuk diyakini, dilaksanakan
dalam kehidupan atau dengan kata lain tuntutan prilaku yang sesuai dengan
ketentuan baik sumbernya dari hukum negara, adat istiadat, dan dari Allah
SAW.
7.
Pendekatan dalam Pendidikan Nilai Sebagai Kerangka Pembelajaran PAI
Efektifnya pendidikan nilai dapat dilakukan dan ditanamkan pada
peserta didik yang usianya masih pada pendidikan dasar, hal ini dalam hal
kepekaan masih sangat rentang sikap yang pada dasarnya mempengaruhi tindakan. Pendidikan
nilai sebagai salah satu strategi yang banyak pihak menilai sangat efektif
dalam upaya pembinaan generasi muda. Hal ini didasarkan dengan ragamnya polemik
dan fenomena sosial yang berkembang baik dekadensi moral, kenakalan remaja
dan kejahatan-kejahatan lain dalam
masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu terobosan melalui pendidikan agama
Islam secara baik dan berkesinambungan. Untuk mewujudkan hal tersebut penting
digunakan pendekatan untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan kedalam diri
peserta didik.
Menurut Zaim Elmubarok yang mengutip Martorella[34]
mengemukakan delapan pendekatan dalam pendidikan nilai atau budi pekerti yaitu Pertama,
evocation yaitu pendekatan agar peserta didik diberi kesempatan dan
keleluasaan untuk secara bebas mengekspresikan respon afektifnya terhadap
stimulus yang diterimanya. Kedua, inculcation, yaitu pendekatan
agar peserta didik menerima stimulus yang diarahkan menuju kondisi siap.
Ketiga, moral reseoning yaitu pendekatan agar terjadi transaksi intelektual
taksonomik tinggi dalam mencapai pemecahan suatu masalah. Keempat, value
clarification yaitu pendekatan melalui stimulus agar siswa diajak mencari
kejelasan ini pesan keharusan nilai moral. Kelima value analisis, yaitu
pendekatan agar siswa dirangsang untuk melakukan analisis nilai moral. Keenam,
moral awareness yaitu pendekatan agar siswa menerima stimulus dan
kebangkitan kesadarannya akan nilai tertentu. Ketujuh, commitmen approach
yaitu pendekatan agar siswa sejak awal diajak menyepakati adanya suatu pola
pikir dalam proses pendidikan nilai. Kedepalan, union approach yaitu
pendekatan agar peserta didik diarahkan untuk melaksanakan secara riil dalam
suatu kehidupan.
Namun demikian model pendekatan nilai yang populer sesuai dengan
kajian Superka yang dikutip oleh Zain Elmubarok[35]
dalam Disertasinya “A typology of valuing theories and values education
approaches” delapan pendekatan pendidikan nilai berdasarkan kepada berbagai
literatur dalam bidang psikologi, sosial, filosofi, dan pendidikan yang
berhubungan dengan nilai, yang kemudian karena alasan tekhnis dalam praktek
pendidikan, pendekatan-pendekatan tersebut diringkas menjadi lima yaitu:
a.
Pendekatan
Penanaman Nilai
Pendekatan pendidikan nilai (inculcation approach) adalah
suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai social dalam
diri siswa. Tujuan pendidikan nilai dalam pendekatan ini adalah, pertama,
diterimanya nilai-nilai social tertentu oleh siswa. Kedua, berubahnya
nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai sosial yang diinginkan. Metode
yang digunakan dalam proses pembelajaran menurut pendekatan ini antara lain:
keteladanan, penguatan positif dan negative, simulasi, permainan peranan dan
lain-lain.
b.
Pendekatan
Perkembangan Moral Kognitif (cognitive moral development approach)
Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena
karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya.
Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah
moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Tujuan yang akan dicapai
dalam pendekatan ini ada dua hal utama yaitu; pertama, membantu siswa
dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan pada nilai
yang tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya
ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral. Pendekatan ini
didasarkan pada dilema moral maka yang digunakan adalah metode kelompok.
c.
Pendekatan
Analisis Nilai (Values Analysis Approach)
Pendekatan analisis nilai memberikan penekanan dan
perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis
masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai social. Pendekatan ini lebih
menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai social jika
dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif. Tujuan utama pendidikan
nilai menurut pendekatan ini yaitu; pertama, membantu siswa untuk
menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis
masalah-masalah social, yang berhubungan dengan nilai moral tertentu. kedua,
membantu siswa untuk menggunakan proses berpikir rasional dan analitik dalam
menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai-nilai mereka. Metode
pengajaran yang sering digunakan adalah pelajaran yang secara individu atau
kelompok tentang masalah-masalah social yang memuat nilai moral, penyelidikan
kepustakaan, penyelidikan lapangan dan diskusi kelas berdasarkan pada pemikiran
rasional.
d.
Pendekatan
Klasifikasi Nilai (Values Classification Approach)
Pendekatan klasifikasi nilai memberikan penekanan pada usaha
membantu siswa dan mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk
meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Tujuan
pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada tiga; Pertama, membantu
siswa untuk menyadari dan mengindentifikasi nilai-nilai mereka serta
nilai-nilai orang lain. Kedua, membantu siswa supaya mereka mampu
berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan
nilai-nilai mereka sendiri. Ketiga, membantu siswa supaya mereka
menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran
emosional untuk memahami perasaan, nilai-nilai dan pola tingkah laku mereka
sendiri. Dalam proses pengajarannya pendekatan ini menggunakan metode dialog,
menulis, diskusi dalam kelompok besar atau kecil dan lain-lain.
e.
Pendekatan
Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach)
Pendekatan pembelajaran berbuat memberi penekanan pada usaha
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral,
baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok.
Tujuan utama pendidikan nilai berdasarkan pendekatan ini yaitu; Pertama,
memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan moral, baik secara
perorangan maupun secara bersama-sama, berdasarkan nilai mereka sendiri. Kedua,
mendorong siswa untuk melihat diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk
social dalam pergaulan sesama yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya melinkan
sebagai warga dari suatu masyarakat yang
harus yang mengambil bagian dari suatu proses demokrasi. Metode-metode
pengajaran yang digunakan yang digunakan dalam pendekatan analisis nilai dan
klarifikasi nilai digunakan juga dalam pendekatan ini. Metode-metode yang lain
yang digunakan juga adalah projek-projek tertentu yang dilakukan di sekolah
atau di masayarakat, dan praktek keterampilan dalam berorganisasi dan
berhubungan antar sesama.
Pendekatan pendidikan nilai diatas dapat dikatakan sebagai
pendekatan yang sangat tepat dalam pelaksanaan pendidikan (Pembelajaran PAI).
Salah satu alasannya adalah terkait tujuan pendidikan itu sendiri mengenai
penanaman nilai-nilai tertentu terhadap peserta didik. Dalam praktek pengajaran
PAI, faktor nilai adalah hal yang terpenting, karena pembelajaran PAI tidak
hanya menekankan pada proses dan mentransfer ilmu secara kognitif−psikomotorik
tetapi lebih pada ranah afektif atau nilai-nilai kandungan tiap pembelajaran
pendidikan agama Islam perlu diperhatikan dan sekali gus menjadi sebuah
penekanan. Karena muatan pendidikan agama Islam adalah nilai kebenaran yang
bersumber dari wahyu Allah SWT dan hadis Nabi SAW.
Pada tahap selanjutnya dalam upaya pembentukan nilai diperlukan
beberapa model/strategi pembentukan nilai dalam dalam proses pembelajaran PAI.
Abdul Quddus mengutip Una Kertawisastra dalam Strategi Klasifikasi Nilai,
mengemukakan bahwa dalam upaya membangun strategi pembentukan nilai dalam
proses pembelajaran, ada 4 strategi yaitu: (1) Tradisional, (2) Bebas, (3)
Keteladanan, (4) klasifikasi nilai.[36] Sedangkan
Noeng Muhadjir yang dikutip oleh Chabib Thoha mengemukakan strategi/model yang
berbeda pada poin yang ketiga dan keempat yaitu strategi reflektif dan
transinternal. Keempat strategi tersebut diatas dapat ditelaah sebagai berikut:[37]
1)
Strategi
Tradisional, ialah dengan
jalan memberikan nasihat atau indoktrinasi. Strategi ini ditempuh dengan jalan
memberitahukan secara langsung nilai-nilai mana yang baik dan yang kurang baik.
Kelemahan strategi ini adalah anak, sekedar tahu atau hafal jenis-jenis nilai
tertentu yang baik dan yang kurang baik, tetapi belum tentu melaksanakan.
Guru/orang tua/pendidik kadang-kadang hanya belaku sebagai juru bicara nilai
tetapi belum tentu melaksanakannya, tekanan dari strategi ini lebih bersifat
kognitif, sedangkan afektifnya kurang dikembangkan.
2)
Strategi
bebas, strategi ini merupakan kebalikan
dari strategi tradisional, yakni guru/pendidik tidak memberitahukan kepada anak
nilai-nilai yang baik dan buruk, pembentukan nilai secara bebas ialah
memberikan kebebasan sepenuhnya kepada anak untuk memilih dan menemukan nilai
yang diambilnya. Penggunaan strategi ini dengan alasan bahwa nilai yang baik
bagi orang lain belu tentu baik pula bagi anak. Kelemahan strategi ini anak
belum tentu mampu memilih nilai-nilai mana yang baik dan kurang baik. Anak
masih memerlukan bimbingan dari pendidik untuk memilih nilai yang terbaik bagi
dirinya. Strategi ini hanya dapat dikembangkan bagi pendidikan nilai yang
diperuntukkan orang-orang dewasa dan pada objek-objek nilai kemanusiaan.
Sedangkan untuk nilai-nilai ilahiyah terutama ilahiyah ubudiyah sulit untuk
menggunakan strategi bebas ini.
3)
Strategi
reflektif, merupakan cara untuk mendidik siswa
dalam menggali dan memilih nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan dengan jalan
mondar-mandir antara menggunakan pendekatan teoritik ke pendekatan empirik,
serta mondar mandir antara menggunakan pendekatan deduktif dengan pendekatan
induktif. Bila dalam strategi tradisional guru memiliki peran yang menentukan
sebab kebenaran datang dari atas sedangkan siswa tinggal menerima kebenaran itu
tanpa harus mempersoalkan hakikatnya, dan dalam pendekata bebas siswa memiliki
kesempatan seluas-luasnya untuk memilih dan menentukan mana nilai-nilai yang
benar dan salah, maka dalam strategi reflektif ini peran guru dan siswa sama-sama
terlibat secara aktif. Pendekatan ini lebih sesuai dengan tujuan tuntutan
perkembangan berpikir siswa dan sesuai dengan tujuan pendidikan nilai untuk
menumbuhkan kesadaran rasional dan keluasan wawasan terhadap nilai tersebut.
4)
Strategi
transinternal, merupakan cara
untuk mengajarkan nilai dengan jalan melakukan transformasi nilai, dilanjutkan
dengan transaksi dan transinternalisasi. Dalam strategi ini guru dan siswa
sama-sama terlibat dalam proses komunikasi verbal dan komunikasi fisik,
melainkan adanya keterlibatan komunikasi bathin
(kepribadian) antara guru dan siswa. Guru berperan sebagai penyaji
informasi, pemberi contoh dan teladan serta sebagai sumber nilai yang melekat
dalam pribadinya sedangkan siswa menerima informasi dan merespon terhadap stimulus
guru secara fisik dan biologis serta memindahkan dan mempolakan pribadinya
untuk menerima nilai-nilai kebenaran sesuai dengan kepribadian guru tersebut.
Strategi inilah yang sesuai untuk pendidikan nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
8.
Paradigma dan Analisis Konstruktif Pendidikan
Nilai Dalam Kerangka Pembelajaran PAI.
Pendidikan agama Islam yang diterapkan dalam system pendidikan
Islam, bukan hanya bertujuan untuk mentransfer nilai agama, tetapi juga
bertujuan agar penghayatan dan pengamalan ajaran agama berjalan dengan baik di
tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, pendidikan agama Islam dapat
memberikan andil dalam pembentukan jiwa dan kepribadian untuk mencapai tujuan
yang dicita-citakan. Pendidikan agama Islam yang dapat memberikan andil yang
maksimal dalam pembentukan jiwa dan kepribadian adalah pendidikan yang mengacu
pada pemahaman ajaran yang baik dan benar, mengacu pada pemikiran yang rasional
dan filosofis, pembentukan akhlak yang luhur dan merehabilitasi kehidupan akhlak
yang telah rusak.[38]
Nilai-nilai yang hendak dibentuk atau diwujudkan dalam pribadi muslim
agar lebih fungsional dan aktual adalah nilai Islam yang melandasi moralitas
(akhlak). System nilai atau system moral yang dijadikan rujukan cara berprilaku
lahiriah maupun bathiniah manusia muslim ialah nilai dan moralitas yang
diajarkan oleh agama Islam sebagai wahyu Allah yang diturungkan kepada
utusan-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW.[39] Ali
Abdul Halim Mahmud, mengemukakan bahwa nilai-nilai akhlak Islam yang harus
disebarkan pada hakikatnya yaitu nilai-nilai akhlak ini yang bersumber dari
Allah, bukan buatan manusia. Allah telah mewahyukan Qur’an berisi nilai-nilai
akhlak yang mulia kepada Nabi SAW,[40]
yang dengan detailnya melalui sunnah
Nabi SAW. Hal ini dijadikan dasar acuan dalam pembelajaran pendidikan agama
Islam dalam kerangka pendidikan nilai tersebut.
Nilai moralitas dan etika sebagai faktor dan utama dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam sangat efektif dalam mengarahkan masa
transisi perkembangan jiwa dan mental peserta didik, maka disini diperlukan
pembelajaran yang tak hanya menekankan tetapi lebih pada proses interaksi dan
keteladanan. Sehingga dalam kepentingan proses belajar, model indoktriner
dirasa tidak sesuai lagi. Metode pendidikan lebih menekankan pada pembelajaran (learning),
bukan lagi pengajaran (teaching) dan berlangsung dalam suasana demokratis,
tidak ada pemaksaan, diberikan kesempatan untuk berpikir kritis dan bebas untuk
menanggapi. Guru sebagai fasilitator serta motivator peserta didik.
Dalam konteks melaksanakan pendidikan nilai, maka seharusnya
pendidik menemukan dulu visi, misi dan sasarannya yang mengandung muatan yang
holistik, karena peserta didik sebagai subyek didik bukan hanya sekedar
mengetahui nilai dan sumber nilai, melainkan perlu dibimbing ke arah
nilai-nilai luhur yang harus diaktualisasikan dalam kehidupan pribadinya, di
dalam keluarga, masyarakat, negara dan percaturan dunia. Ia juga harus
menyadari nilai orang lain, nilai masyarakat, nilai agama orang lain, bangsa lain
serta mampu hidup arif dan bijak dalam perbedaan nilai tersebut sehingga
tercipta kerukunan hidup dan perdamaian sejati.[41]
Nilai merupakan rujukan inti dan keyakinan dari sebuah pendidikan,
oleh karena pendidikan merupakan proses transformasi dan bimbingan secara
berkala melalui muatan-muatan keteladanan yang orientasinya pada penanaman
nilai-nilai keagamaan dan tradisi budaya etika dan estetika dalam kehidupan
sehingga terbentuk pengendalian diri, kecerdasan spiritual, berakhlak dan
berkepribadian serta memiliki keterampilan bagi kebutuhan diri, keluarga,
masyarakat dan bangsanya.
Pendidikan nilai sangat identik dengan pendidikan moral, pendidikan
akhlak, pendidikan karakter. Namun pendidikan nilai merupakan dasar pembentukan
yang termuat secara sistematis melalui akar pendidikan agama Islam. Hal ini
merupakan rangkaian yang tidak dapat dihilangkan dari salah satunya, karena
dalam upaya pembentukan kepribadian yang berbudi pekerti luhur dan insan kamil ini
adalah satu kesatuan yang utuh dan saling mempengaruhi, oleh karenanya
pendidikan nilai sebagai inti dan dasar adalah suatu keharusan dalam
pembelajaran secara kontinyu.
Dalam analisis penulis upaya pengembangan pendidikan nilai dalam
pembelajaran PAI tersebut diperlukan beberapa langkah konstruktif yakni; Pertama,
bagi para pendidik dalam melakukan pendidikan nilai dituntut untuk terlebih
dahulu melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri sebagai sumber inspirasi
dan dan sumber keteladanan bagi peserta didik. Kedua, selain
keteladanan yang patut diperlihatkan oleh pendidik (guru), maka orang tua
terlebih penting mengambil peran keteladanan sebagai pendidik mutlak yang
memiliki banyak waktu dalam berinteraksi dengan peserta didik, demikian pula
dengan para pimpinan/pemerintah serta masyarakat. Ketiga, bagi
pendidik dalam melakukan pembelajaran nilai melalui PAI penting menggunakan
metode cerita yang terkait dengan kisah-kisah teladan dan imajinasi sehingga
peserta didik dapat menangkap konsep nilai yang dapat menyentuh emosinya. Keempat,
sasaran pendidikan nilai adalah terciptanya insan yang berakhlak memiliki
nilai-nilai luhur dan mulia, maka model dan pendekatan yang dilakukan adalah
pendidikan penanaman nilai itu sendiri. Kelima,
dalam menghadapi dialektika perubahan maka pentingnya pendidikan yang
berbasis masalah dengan mengintegrasikan dalam pendidikan nilai sangat tepat
bagi peserta didik dalam beradaptasi serta mengatasi problem-problem yang
dihadapinya. Keenam, pentingnya evaluasi secara berkelanjutan
untuk menilai peserta didik dalam dimensi kehidupannya sehingga tercipta ukuran
yang dimiliki dari proses pendidikan nilai baik aspek kemajuan, kelebihan dan
kekurangannya, karena pendidikan nilai tidak hanya berada pada evaluasi
tertulis (tes). Ketujuh,
pentingnya pendidik menyusun langkah strategis pendidikan nilai seiring dengan
perkembangan globalisasi (ilmu pengetahuan, tekhnologi dan informasi) yang
tetap berlandaskan pada nilai-nilai spiritual agama Islam−(Al-Qur’an dan hadis)
dan mengacu pada aspek tujuan pendidikan Islam−tujuan pendidikan nasional.
Dengan demikian pembelajaran pendidikan agama Islam menempatkan
diri pada posisi terdepan dalam perwujudan moral generasi bangsa dan sebagai
pemeran penting dalam upaya penyadaran nilai-nilai yang berbasis agama Islam. Pendidikan
agama Islam memiliki muatan yang mengandung nilai-nilai luhur moral dan etika. Maka
tugas-tugas guru−pendidik PAI merupakan implikasi dari tuntutan
akan perannya yang tidak mudah dalam melakukan pembelajaran dan penyadaran
nilai-nilai keagamaan.
Penutup
Kesimpulan
Pendidikan
Islam pada hakekatnya adalah proses pemeliharaan dan penguatan sifat dan
potensi insan menimbulkan kesadaran untuk menemukan kebenaran. Hal ini tentunya
bertujuan mengembangkan potensi serta meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan membentuk karakter seseorang (individu) atau kelompok yang
menghargai dan menjunjung tinggi kebenaran. Dalam mencapai cita-cita tersebut
tentunya dengan melalui pendidikan yang dalam hal ini pendidikan yang berbasis
pendidika agama Islam. Dalam proses pembelajaran PAI seorang pendidik harus
terlebih dahulu memahami asas-asas pendidikan dan beberapa pendekatan yang akan
digunakan untuk mempermudah proses pembelajaran tersebut.
PAI yang
diajarkan terhadap peserta didik memiliki ruang lingkup seperti pengajaran
keimanan, pengajaran akhlak, pengajaran ibadah, pengajaran fiqih, pengajaran
al-qur’an dan pengajaran sejarah kebudayaan islam. Upaya yang hendak dicapai
dalam pembelajaran PAI adalah terbentuknya nilai kepribadian terhadap individu
(peserta didik) yang sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Pembelajaran
PAI dipandang sangat urgen dalam kerangka pendidikan nilai saat ini, hal ini
dikarenakan pembelajaran PAI merupakan salah satu langkah tepat dalam merespon
benturan dan penyakit-penyakit sosial masa kini. Pendidikan nilai dipandang
sebagai sebagai suatu tindakan yang mengarahkan dan
membantu seseorang atau peserta didik yang berupa bimbingan dan pengajaran yang
dilakukan sehingga terbentuk kepribadian serta menyadari, terbiasa bertindak
dan bertanggungjawab dengan penuh pertimbangan sesuai asas nilai yang
dipahaminya. Bentuk-bentuk nilai yang hendak diajarkan adalah nilai pendidikan tauhid, nilai pendidikan intelektual,
nilai pendidikan akhlak/moral, nilai pendidikan seksual, nilai
pendidikan spiritual dan nilai pendidikan demokrasi.
Seorang pendidik dalam melakukan transsmission
pembelajaran nilai tersebut, penting memiliki dan mendesain strategi yang
digunakan dalam pembelajaran PAI tersebut sehingga inti pendidikan nilai yang
hendak diajarkan dapat tercapai pada peserta didik yang betul-betul memiliki
pandangan hidup yang berasas nilai sipitual Islam. Dalam konteks kekinian
pendidikan nilai mengalami dinamika dan polemik terutama yang dihadapi oleh
pendidik itu sendiri, namun hal ini penting dilakukan upaya pengembangan dan
mengkonstruk pembelajaran pendidikan agama Islam dalam pendidikan nilai yang
seiring dengan dinamika globalisasi. Pada sisi lain, proses pendidikan nilai
pada prinsipnya adalah berangkat dari upaya seseorang atau pendidik
mempengaruhi melalui asas keikhlasan yang difomulasikan dalam keteladanan
pribadi untuk peserta didik dan dimulai dari saat ini, seperti kata pepatah “Kalau
bukan kita siapa lagi, dan kalau bukan sekarang kapan lagi”.
DAFTAR
PUSTAKA
Aziz,
Abd. Filsafat Pendidikan Islam, Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Teras, 2009.
Adimassana,
YB., Revitalisasi Pendidikan Nilai di Dalam Sektor Pendidikan Formal, edt.
A.Atmadi dan Y.Setiyaningsih dalam Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium
Ketiga, Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Darajat, Zakiah,
dkk. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah-Nya, Bandung:
Sigma Examedia Arkanleema, 2009.
Duryat, Masduki, Pendidikan Nilai dalam PAI, dalam website: http://indexilmu.blogspot.com
/2009/05/ pendidikan-nilai-dalam-pai.html.
Elmubarok, Zaim, Membumikan Pendidikan Nilai (Mengumpulkan yang
Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai, Edt.
Dudung Rahmat Hidayat, Bandung: Alfabeta, 2009.
Hawi, Akmal, Kompetensi Guru PAI, Palembang, IAIN Raden
Fatah Press, 2005.
Ismail,
Pendidikan Nilai, dalam Website: http://ismails3ip.staff.fkip.uns.ac.id /2012/01/26/
pendidikan-nilai/,
Jagat, Satria, L. Strategi Pendidikan Nilai (Moral),
dalam Suluh Jurnal Pendidikan Islam, Ikatan Mahasiswa Pascasarjana
Kerjasama Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI dengan Mahasiswa PPs UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol.3 No.3 September-Desember 2010.
Jalaluddin, Sistem nilai dan Pembentukannya dalam Perspektif
Pendidikan Islam, dalam Jurnal Studi Islam “Medina-Te”, Program
Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang, Vol. 1
Nomor 1, Juni 2005.
Kesuma, Darma, dkk. Pendidikan Karakter, Kajian Teori dan
Praktek di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta:
Al-Husan Zikra, 2000.
__________, Hasan, Pendidikan
Islam dalam Abad ke-21, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003.
Mahmud, Halim, Abdul, Ali, Akhlak Mulia, terj. Abdul Hayyie
al-Kattani dalam at-Tarbiyah al-Khuluqiyah, Jakarta: Gema Insani, 2004.
Mustaqim, Abdul, Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kisah Al-Qur’an, eds.
Prof. Dr. H. Nizar Ali, M.Ag dan Dr. H. sumedi, M.Ag dalam Antologi
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga kerjasama
Penerbit Idea Press, 2010.
Nizar, Samsul dan Ramayulis Filsafat Pendidikan Islam, Telaah
Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(dalam pdf). Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301, (diundangkan di Jakarta, pada tanggal 8 Juli 2003).
Pawestri, Zuni, Pembelajaran PAI dalam Kerangka Pendidikan Nilai,
Edt. Khamdan, Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
(Teori, Metodologi dan Implementasi, Yogyakarta: Idea Press, 2012.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. (dalam pdf), Tambahan Lembaran Negara Indonesia Tahun 2005 Nomor
41, (diundangkan di Jakarta, pada tanggal 16 Mei 2005).
Quddus, Abdul, Re-Orientasi Pendidikan Moral Islam (Studi
Terhadap Internalisasi Nilai dalam Proses Pembelajaran pada Sekolah Menengah
Umum di Lingkungan Perguruan Muhammadiyah Kota Yogyakarta), Yogyakarta:
Tesis Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, 2003.
Retnoningsih Ana, dan Suharsono, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi Lux, Semarang: Widia Karya, 2011.
Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka
Pelajara, 2009.
Semiawan, Conny, Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, Edt.
Djony Herfan, Jakarta: PT Grasindo, 2007.
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007.
Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996.
Wardamayana, Dewi, Pandangan Islam Tentang Nilai (Moral), dalam “SULUH
Jurnal Pendidikan Islam”, Ikatan Mahasiswa Pascasarjana, Kerjasama Dirjen
Pendidikan Pendidikan Islam Departemen Agama RI dengan PPs UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Vol. 3 No. 3 September-Desember 2010.
Zuriah, Nurul, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam
Perspektif Perubahan, Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara
Kontekstual dan Futuristik, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
[1] Yaitu
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepadaTuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (dalam pdf). Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301,
(diundangkan di Jakarta, pada tanggal 8 Juli 2003), hlm. 4.
[2] Yaitu standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
(dalam pdf), Tambahan Lembaran Negara Indonesia Tahun 2005 Nomor 41,
(diundangkan di Jakarta, pada tanggal 16 Mei 2005), hlm.2.
[3]L. Satria Jagat, Strategi Pendidikan Nilai (Moral), dalam Suluh
Jurnal Pendidikan Islam, Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Kerjasama Dirjen
Pendidikan Islam Departemen Agama RI dengan Mahasiswa PPs UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Vol.3 No.3 September-Desember 2010, hlm. 131.
[4]Hasan
Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad ke-21, (Jakarta: Pustaka
Al-Husna Baru,2003).hlm.73.
[5]Nurul Zuriah, Pendidikan
Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Menggagas Platform Pendidikan
Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik, (Jakarta: Bumi Aksara,
2007), hlm. 19.
[6]Nida Sabrinah, Pendekatan Pembelajaran Nilai
dalam PAI, dalam website, http://arinnurcahyati20.
blogspot.com/2013/01/pendekatan-pembelajaran-nilai-dalam-pai.html. diakses, 20
Februari 2013, pukul, 15.30 WIB.
[7]Jalaluddin,
Sistem nilai dan Pembentukannya dalam Perspektif Pendidikan Islam, dalam
Jurnal Studi Islam “Medina-Te”, Program Pascasarjana, Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang, Vol. 1 Nomor 1, Juni 2005, hlm. 57.
[8]Ramayulis dan
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hlm. 123-124.
[9] Akmal Hawi, Kompetensi
Guru PAI, (Palembang, IAIN Raden Fatah Press), hlm. 23.
[10]Zakiah Darajat,
dkk. Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1996),
hlm. 72.
[11] Ibid, hlm. 32.
[12] Hasan
Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Al-Husan Zikra, 2000),
hlm. 4
[13]Zuni Pawestri,
Pembelajaran PAI dalam Kerangka Pendidikan Nilai, Edt. Khamdan, Strategi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Teori, Metodologi dan
Implementasi, (Yogyakarta: Idea Press, 2012), hlm. 56-57.
[14] Ramayulis dan
Samsul Nizar, Filsafat., hlm. 83.
[15] Hasan
Langgulung, Asas., hlm. 3.
[16]Merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Undang-Undang., hlm. 3
[17]Anas Sudijono, Pengantar
Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 1.
[18]Chabib Thoha, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 61.
[19]Suharsono dan
Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux, (Semarang:
Widia Karya, 2011), hlm. 337.
[20] Khoiron
Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajara, 2009), hlm.
114.
[21]Masduki Duryat, Pendidikan Nilai dalam PAI, dalam website: http://indexilmu.blogspot.com
/2009/05/pendidikan-nilai-dalam-pai.html. diakses, 20 Februari 2013, pukul 15.00 WIB.
[23]Suatu pemikiran
tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai-nilai dari Tuhan. Misalnya, nilai
norma, nilai agama, nilai keindahan (estetika). Axiologi ini mengandung
pengertian luas dari pada etika atau hinger values of life (nilai-nilai
kehidupan yang lebih tinggi). Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, Sebuah
Gagasan Membangun Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 15.
Lihat juga, H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2005), hlm. 5-7.
[25]Yang
termasuk dalam nilai-nilai nurani adalah kejujuran, keberanian, cinta damai,
Keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, dan kesesuaian.
Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktekkan atau diberikan yang
kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Yang termasuk pada kelompok
nilai-nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang,
peka tidak egois, baik hati, ramah, adil dan murah hati. Zaim Elmubarok, Membumikan
Pendidikan Nilai (Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan
Menyatukan yang Tercerai, Edt. Dudung Rahmat Hidayat, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 7.
[26]Conny Semiawan,
Perspektif Pendidikan Anak Berbakat , Edt. Djony Herfan, (Jakarta: PT
Grasindo, 2007), hlm. 16.
[27]Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah-Nya, (Bandung: Sigma Examedia
Arkanleema, 2009), hlm. 534.
[28]YB. Adimassana,
Revitalisasi Pendidikan Nilai di Dalam Sektor Pendidikan Formal, edt. A.Atmadi
dan Y.Setiyaningsih dalam Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium Ketiga,
(Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 31.
[29]Abdul Mustaqim,
Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kisah Al-Qur’an, eds. Prof. Dr. H. Nizar Ali, M.Ag
dan Dr. H. sumedi, M.Ag dalam Antologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga kerjasama Penerbit Idea Press, 2010), hlm. 232.
[32]Nurul Zuriah, Pendidikan.,
hlm. 38.
[33]Darma Kesuma,
dkk. Pendidikan Karakter, Kajian Teori dan Praktek di Sekolah, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 11.
[34] Ibid, hlm.
58.
[35] Ibid, hlm.
60-73.
[37]Lihat, Chabib
Thoha, Kapita., hlm.77-79.
[38]Abd, Aziz, Filsafat.,
hlm. 143.
[39]Dewi
Wardamayana, Pandangan Islam Tentang Nilai (Moral), dalam “SULUH Jurnal
Pendidikan Islam”, Ikatan Mahasiswa Pascasarjana, Kerjasama Dirjen
Pendidikan Pendidikan Islam Departemen Agama RI dengan PPs UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Vol. 3 No. 3 September-Desember 2010, hlm. 15.
[40]Ali Abdul Halim
Mahmud, Akhlak Mulia, terj. Abdul Hayyie al-Kattani dalam at-Tarbiyah al-Khuluqiyah, (Jakarta: Gema
Insani, 2004), hlm. 46.
[41]Ismail,
Pendidikan Nilai, dalam Website: http://ismails3ip.staff.fkip.uns.ac.id /2012/01/26/
pendidikan-nilai/, diakses, 20 Februari 2012. Pukul
15.30 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar