Selasa, 20 November 2012

PEMIKIRAN POLITIK KLASIK SYI'AH


PEMIKIRAN POLITIK KLASIK SYI'AH

BAB I
PENDAHULUAN

a. lATAR BELAKANG 
Seperti yang telah kita ketahui bersama dan pada umumnya oleh kalangan umat muslim dunia, bahwa setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW akan banyak sekali golongan-golongan dalam umat muslim, ketika Islam dalam tahap perkembangan kebeberapa wilayah semasa Khulafa al-Rasyidun bermunculanlah golongan-golongan itu, salah satunya dari beberapa golongan tersebut termasuk yang paling menarik untuk dibahas ialah golongan Syi’ah.
Dari beberapa aliran atau kelompok muslim  tersebut telah memiliki banyak sekali pengikut diberbagai kalangan umat muslim dunia. Masing-masing kelompok ini memiliki pandangan tersendiri dalam memahami makna dan pedoman dalam menjalankan agama Islam. Tentunya ini yang menjadikan Islam terbagi-bagi dan diragukan untuk kesahihannya untuk dicari dan dipelajari. Dari golongan-golongan tersebut dapat kita maknai dan pelajari untuk memahami dan mempelajari Islam lebih dalam.
Dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan judul tentang “Pemikiran politik  Klasik  Syi’ah” dalam lingkup pembahasan ini kendati memiliki keterkaitan antara golongan-golongan lain akan tetapi penulis mencoba mengkrucutkan pembahasan mengenai pemikiran Syiah, serta beberapa sekte-sekte pada tahap perkembangannya,  namun sebelum kita merambah lebih jauh pada pembahasan mengenai pemikiran klasik Syi’ah terasa tidak sah dan tidak nyaman bila kita tidak mengetahui sejarah lahirnya golongan umat muslim ini. Dalam hal ini pula akan kita pahami bahwa dalam dunia perpolitikan para sahabat-sahabat setelah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW mengalami dinamika yang pesat sehingga melahirkan beberapa golongan-golongan muslim dengan beberapa pemikirannya seperti yang kita rasakan dan saksikan dunia Islam zaman sekarang.
Tentunya dengan berbagai macam pemikiran politik yang akan kita bahas pada kesempatan ini kita dapat mengetahui berbagai pandangan masing-masing individu sehingga kita dapat menemukan intisari dari pemikiran-pemikiran klasik kelompok ini. Maka dari itu kita harus bisa memilah dan memilih mana yang menurut kita yang paling baik dan bisa dijadikan pedoman dalam menjalani hidup.


BAB II
PEMBAHASAN

B.    PENGERTIAN SYI’AH
Semenjak Nabi Muhammad SAW wafat banyak mengalami dinamika perjuangan dan perpolitikan dalam masyarakat ummat Islam hingga berakibat pada perpecahan ummat menjadi beberapa kelompok yang diantaranya adalah kelompok  Syi’ah. Aliran  Syi’ah adalah salah satu aliran dari beberapa aliran awal dari pemikiran Islam. Syi’ah yang secara etimologis ini berarti pengikut, kelompok, golongan  dan  pendukung. Menurut  M. Amin Nurdin yang dikutip dari Harun Nasution dalam bukunya “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”  menyatakan bahwa, Kata Syi’ah adalah akar kata dari syaa’ atau syayya’a, tasyaya’a, yang berarti pihak, partai, dan kelompok.[1]
Secara terminologis beberapa pendapat yang mengemukakan yaitu :
1.      Orang yang mengikuti Ali dan termasuk bagian yang mengagungkan khalifah Ali yang kemudian disebut sebagai Syi’ahtu Ali (pengikuti Ali) yang dikemudian hari dikenal dengan kelompok Syi’ah.[2]  
2.      Pendapat yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Ikhsan Ilahi Zahir, yang dikutip dari Sayid Muhammad Amin dalam kitabnya yang disalin dari al-Azhary; bahwa Syi’ah adalah golongan pecinta anak keturunan Nabi SAW, dan mengakui akan kekuasaan mereka.[3]
3.      Yaitu pengikut suatu aliran yang mencintai keturunan Nabi Muhammad SAW dan mentaati pemimpin-pemimpin yang diangkat dari keluarga  dan keturunan Nabi (ahl al-bait).[4]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Syi'ah adalah suatu aliran dalam pemikiran Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yang mana aliran ini sangat mencintai Nabi Muhammad dan keturunannya serta setia dan sangat loyal pada Ali bin Abi Thalib dan lebih mendahulukan Ali sebagai khalifah melebihi dari sahabat-sahabat lain.  
Menurut catatan sejarah, Nabi SAW berulang kali berbicara, sepanjang hidupnya, dan terhadap berbagai hal seputar pelbagai keutamaan Ali as. Utamanya tentang kemuliaannya, juga kualitas kepemimpinannya, yang berada diurutan kedua di bawah keutamaan yang dimiliki Nabi SAW. Penghormatan dan penghargaan yang sangat tinggi terhadap Ali, menurut berbagai riwayat yang terbukti kebenaraannya, membentuk sekelompok orang di sekeliling Ali semasa Nabi SAW sendiri masih hidup. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai Syi’ah Ali, para pengikut Ali. Kelompok ini, selepas wafat Nabi SAW tetap berpegang teguh pada keyakikan awal; tidak menyokong siapa pun melebihi sosok yang mereka percaya telah ditunjuk Nabi Allah SAW sebagai penerusnya. Demikianlah, dimasa hidupnya dan selepas wafatnya, sekelompok orang terkenal sebagai Syi’ah.[5]  Dari beberapa pandangan tersebut di atas dapat pula dilihat ciri-cirinya bahwa rupanya lebih menitikberatkan pada adanya sikap dan tindakan-tindakan nyata sebagai pendukung dan pengikut setia Ali.

C.     LATAR BELAKANG  LAHIRNYA SYI’AH
Mengenai lahirnya Syi’ah, tidak terdapat data yang pasti. Yang ada adalah alasan-alasan logis yang disusun berdasarkan dugaan-dugaan sejarah tentang awal kelahirannya. Beberapa dugaan mengenai lahirnya Syi’ah atau dukungan terhadap Ali, kesemuanya dikaitkan dengan peristiwa politik, yaitu:
1.      Wafatnya Nabi dan pertemuan di Bani Tsaqifah serta keterlambatan Ali dalam membaiat Abu Bakar.
2.      Kekacauan (fitnah) pada masa Utsman bin Affan yang mencapai puncaknya dengan terbunuhnya Utsman.[6]
3.      Perang Shiffin yang diakhiri dengan Tahkim (arbitrase) untuk menyelesaikan konflik antara Ali dan Muawiyah.[7]
4.      Setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib dan karena adanya rivalitas politik dari pihak Khawarij.[8]
Di antara beberapa pendapat berbeda tentang sebab kemunculan Syi’ah, dan lebih jauh pula dijelaskan oleh sebagian ahli sejarah menganggap bahwa Syi’ah lahir pada masa akhir khalifah Utsman bin Affan dan awal kekhalifaan Ali bin Abi Thalib dan diperkuat dengan pendapat popular adalah bahwa Syi’ah lahir akibat pertentangan politik antara pengikut Mu’awiyah dan pengikut Ali dan setelah gagalnya perundingan perdamaian (Majlis Tahkim) tersebut. atas perseteruan politik itu, pihak Mu’awiyah menolak (menghianati) keputusan hasil perundingan Majlis Tahkim lalu kemudian menimbulkan perang besar antara kubu Ali dengan kubu Mu’awiyah ibn Abi Sofyan, perang ini tidak hanya mengoyak umat Islam menjadi dua kubu besar secara politik, tetapi juga melahirkan dua aliran pemikiran yang secara ekstrim selalu bertentangan yaitu Khawarij dan Syi’ah.[9] Misalnya Khawarij mengkafirkan dan menghalalkan darah Ali setelah peristiwa, sementara Syi’ah belakangan lebih mengkultuskan Ali sebagai manusia yang sah sebagai khalifah dan tanpa cacat. Kelompok Khawarij muncul dari barisan Ali atau pecahan Syi’ah yang pada saat itu yang menolak perundingan Tahkim pada perang dengan pihak Mu’awiyah dengan alasan bahwa dengan demikian itu merupakan tipu muslihat dari pihak Mu’awiyah.
Pendapat yang dikemukakan oleh  Harun Nasution bahwa, mekipun Syi’ah dan al-Khawarij bermusuhan, namun mereka sama-sama menentang Bani Umayyah dengan motif yang berlainan, al-Khawarij menentang Bani Umayyah karena mereka menganggap Bani Umayyah telah menyeleweng dari ajaran Islam, sedangkan Syi’ah menentang dinasti Bani Umayyah karena memandang mereka telah merampas kekuasaan dari Ali dan keturunannya.[10]
Kelompok Khawarij sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya “kafir mengkafirkan” terhadap orang yang melakukan dosa besar (kelompok Ali dan Mu’awiyah) yang membuat keputusan tanpa landasan Al-Quran. Sekalipun demikian aliran-aliran tersebut bersifat politik tapi kemudian untuk mendukung pandangan dan pendirian politik masing-masing, mereka memasuki kawasan pemikiran agama.
Kemunculan Syi’ah bertolak belakang oleh sebagian ummat Islam penganut demokrasi yaitu kebebasan memilih pemimpin melalui musyawarah, dan mereka tak mengenal kekuasaan warisan misalnya dari seorang raja yang telah meninggal akan diwariskan kepada anaknya dan seterusnya. Hal inilah yang menjadi keyakinan dan pandangan bahwa aliran Syi’ah adalah gerakan politik dan pemikiran yang setia terhadap Ali bin Abi Thalib, yang memiliki pandangan teologis bahwa ”yang berhak menggantikan kursi kekhalifahan setelah Rasul wafat adalah Ali bin Abi Thalib beserta keturunannya”.[11] Selain Ali mempunyai hubungan nasab juga mempunyai sifat-sifat kepemimpinan seperti tawaddu, istiqamah, jiwa pemimpin dan pemberani, demikian pula Ali telah dibaiat oleh umat Islam sebagai khalifah. Sebagai landasan pokok pikiran Syi’ah tentang keberlansungan kepemimpinan setelah Nabi Muhammad SAW wafat yang akan membawa ummat Islam menuju kejayaan selanjutnya maka  aqidah Syi’ah berporos pada imamah (imam) pemimpin yang harus diikuti oleh umat Islam yang memegang jabatan pemerintahan, penanggung jawab ummat untuk agama yang perlu diikuti dan dapat diteladani oleh seluruh ummat Islam. 
Hal ini berkaitan pada penjelasan dalam Al-Quran bahwa yang dikatakan pemimpin bertujuan sebagai pengarah dan pengayom untuk membawa masyarakat pada tatanan yang adil dan sejahtera, dalam Surah An-Nisa’: 59 yang berbunyi :

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB (
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa’[4]: 59)[12]
Dalam kaitan dengan pembahasan ini, makna ayat tersebut di atas dipahami bahwa hal yang utama bagi umat yang beriman adalah ketaatan kepada  sang khalik penciptanya (Allah SWT),  Rasul yang diutusnya (Nabi Muhammad SAW), demikian pula para ulil amri (pemimpin, imamah) yang taat pula kepada Allah SWT dan Rasul tersebut. Dari pandangan sejarahnya  kendati Syi’ah sebagai aliran yang lebih dominan dan mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap keturunan Nabi dan mempunyai ajaran politik sendiri sehingga berbeda dengan ummat muslim lainnya. Dengan demikian dapat  dikatakan bahwa hal ini menjadi salah satu landasan Syi’ah mencintai Nabi dan khalifah Ali bin Abi Thalib beserta keturunannya.
Kecintaannya terhadap para imam yang membawa petunjuk, bersifat ma’shum dan suci. Mereka adalah manusia-manusia yang diberi kepercayaan untuk mengembang “makna tersebunyi” dari ayat-ayat al-Qur’an. Makna bathin ini mula-mula diamanatkan Nabi SAW kepada Ali. Imam menetapkan dalam wasiatnya-penggantinya, yang mesti dari keturunan Ali. Pewarisan dan wasiat yang pewarisan ini kemudian menjadi obyek perdebatan, pertikaian dan perselisihan dari masa kemasa. Kelompok Zaidiyah mensyaratkan bahwa imam yang dipilih dari kelompok masyarakat haruslah seorang ‘Alawy (keturunan Ali bin Abi Thalib)[13]. Mereka juga berkeyakinan jika sistem imamah tersebut merupakan kehendak nabi sendiri, hal itu mereka buktikan dengan menunjukkan wasiat sebelum beliau wafat.[14]
Pada mulanya penggunaan istilah imam lebih popular dikalangan umat Islam Syi’ah, imam dalam keyakinan mereka adalah sesuatu yang sakral (ma’shum) sebagai salah satu dasar agama. Kedudukan imam dalam pendangan Syi’ah disamping sebagai pemimpin spiritual yang sakral juga berfungsi sebagai pemimpin politik.[15] Dapat dikatakan bahwa bahwa imam adalah gelar kekhalifahan, pemimpin spiritual, pemimpin pemerintahan yang dapat dijadikan teladan dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bermasyarakat bagi ummat Islam.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa kelahiran Syi’ah dan beberapa penyebab yang mewarna peristiwa sejarah dan dinamika timbul dan berkembangnya serta pemikiran  kelompok ummat Islam bermula pada masa terpilihnya Abu Bakar As Shiddiq, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan menjadi khalifah seluruh kaum muslimin sepakat dan tidak segolongan pun yang menolak. Namun ketika Ali bin Abi Thalib terpilih menjadi khalifah seluruh kaum muslimin mendukungnya kecuali Bani Umawiyyah yang menuntut Ali untuk mengadakan investigasi pembunuhan Utsman tetapi Ali menolak sehingga terpecahlah shaf kaum muslimin pada saat itu menjadi dua golongan. Golongan yang mendukung Ali disebut dengan Syi’ah dan golongan yang mendukung Mu’awiyah. Baru setelah peristiwa Tahkim terjadi muncullah golongan yang ketiga yang tidak menyetujui Majlis Tahkim tersebut yang dinamai Khawarij yang asalnya merupakan golongan Ali. Jadi sebenarnya kalau dilihat rentetan kejadiannya seperti itu jelaslah bahwa Khawarij merupakan golongan ketiga setelah golongan Ali (syi’ah) dan golongan Mu’awiyah.
Dari penjabaran itu dapat kita pahami bahwa yang menjadi sebab timbulnya perpecahan di kalangan umat islam pertama kali bukan dikarenakan perbedaan keyakinan dan pemikiran mengenai pokok agama tetapi melainkan dikarenakan persoalan politik semata. Tetapi karena Syi’ah sebagai aliran politik Islam, maka tentu tidak akan bisa terlepas dari hubungannya dengan agama Islam, baik itu dari segi aqidah, keimanan maupun fiqihnya sekalipun.
Oleh karena itu mereka membangun prinsip-prinsip dan landasan pemikiran mereka dengan menjadikan agama sebagai penopangnya. Sehingga tidak aneh kalau ada diantara ajaran-ajaran agama yang disalahtafsirkan atau dengan kata lainnya diselewengkan supaya bisa sejalan dan selaras dengan pemikiran mereka. Dan itulah yang terjadi juga pada aliran-aliran lainnya selain Syi’ah.
Kendati demikian perpecahan dikalangan ummat Islam terjadi sejak dari peristiwa tersebut diatas sangat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap dunia muslim.
Diisyaratkan dalam al-Qur’an surah Al-Imran yang menyatakan :

(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4.
“Dan berpegang teguhlah kalian semua pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai (berkelompok-kelompok)”.(QS. Ali-Imran [3]:103)[16]
Allah SWT memberikan gambaran betapa pentingnya membangun peradaban dalam bingkai persatuan untuk membangun prinsip dan pemikiran dengan mengesampingkan sisi perpecahan.

D.     PEMIKIRAN POLITIK DAN SEKTE-SEKTE DALAM  ISLAM  SYI’AH

1.      Pemikiran Politik Islam Syi’ah
Syi’ah  merupakan kelompok minoritas kalangan Sunni (ahlu al-sunnah wa al-jama’ah) yang memiliki pandangan politik yang berbeda dengan yang lainnya. Pemikiran politik Islam Syi’ah yang paling mendominasi adalah tentang imamah-khilafah (politik) sebagaimana telah disinggung pada pembahasan sebelumnya. Syi’ah penganut teori hak legitimasi berdasarkan hak suci Tuhan (the Devine Right of God).[17] Kaum Syi’ah berpendapat bahwa kekhalifahan, imamahnya berdasarkan pengangkatan atas kesepakatan ummat Islam baik secara terbuka maupun tersembunyi. Orang Syi’ah mengakui bahwa Muhammad sebagai Rasul dan al-Qur’an adalah benar-benar wahyu dari Allah SWT, Imam itu jabatan sakral yang ditentukan oleh Allah dan memiliki tujuan untuk kesejahteraan umat manusia.[18]
Manusia yang menerima wahyu adalah Nabi Muhammad SAW yang merupakan imam dari segala imam dalam ummat Islam, imam merupakan subyek yang sangat vital dalam sistem imamah maupun dan Syi’ah sebagai sebuah gerakan. Karena sistem imamah sendiri merupakan sistem kepemimpinan yang dilegitimasi Allah SWT, maka tidak sembarang manusia bisa disebut sebagai imam. Ada kualifikasi-kualifikasi yang harus dipenuhi untuk menjadi imam. Bagi orang Syi’ah, imam itu adalah orang yang pandai dalam segala macam cabang ilmu pengetahuan, khususnya dilapangan cabang ilmu pengetahuan agama. Dia juga seorang yang berkualitas luhur dan mulia dan tidak ternodai dengan dosa seperti juga halnya para Nabi.[19]  Dalam keyakinan sekaligus sebagai syariah, manusia yang layak menempati posisi imam hanya dua belas orang itu. Selain karena keturunan Nabi Muhammad SAW (ahl al-Bayt) mereka juga memiliki beberapa sifat dan karakteristik yang tidak mungkin dimiliki oleh manusia secara umum. Diantara sifat dan karakteristik tersebut:
a.       Imam bersifat Ma’shum (Bebas dari dosa),
b.      Imam mempunyai sifatnya dapat dicontoh (teladan moralitas)
c.       Imam berpengetahuan luas, (Berilmu)
d.      Imam sangat berkompeten dibidang pemerintahan, (Ahli pemerintah)
e.       Imam sebagai symbol revolusi atau pembela agama
Para partisan dan simptisan Syi’ah memang tidak pernah menyepakati secara aklamasi dalam memahami sosok dan kuantitas imam. Namun mayoritas Syi’ah berpegang pada perspektif bahwa imam berjumlah dua belas dengan keagungan sosoknya.
Kedua belas imam tersebut sejajar dengan fungsi dan tugasnya dengan Rasulullah, dengan minus wahyu tertentunya. Diantara tugas imam yang paling pokok adalah menjadi pemimpin spiritual umat Islam (Mursyid) sekaligus pemimpin sosial (waliy al-amr) mereka, sebagaimana yang dipraktikkan Rasulullah sebelumnya.[20] Meskipun persoalan imam adalah hal yang terpenting dalam Syi’ah, jika ditinjau dari peristiwa sejarah Syi’ah bahwa imam erat kaitannya dengan politik agama.  Menurut M. Amin Nurdin, yang dikutip dari Abu al-Fazl Ezzati dalam bukunya “The Revolutionary Islam and the Islamic Revolution” bahwa Syi’ah Istna 'Asyariyah, keimanannya adalah suatu lembaga yang tak terpisahkan dari masalah politik dan agama (walayat-dinayah).[21] Imam atau khalifah adalah satu kepentingan agama, bukan hanya kelayakan politik semata.[22] Syi’ah sebagai penganut politik dan berporos pada konsep imamah adalah sebuah keharusan dalam gerakan Syi’ah. Keyakinan demikian itu berdampak luas bagi sikap sosial dan persepsi keagamaan yang sangat eksklusif bagi pengikut Syi’ah.
Secara sosiologis, sikap  Syi’ah yang eksklusif dan tampak ekstrim itu, disamping pemujaan yang begitu tinggi terhadap “imam”, dapat dimengerti jika kita telaah latar belakang kehidupan kulturalnya, antara lain:
1)      Pengalaman traumatis akibat kedzaliman yang terus menerus dilakukan kepada ahlul bait (pemimpin Syi’ah) oleh penguasa Umayyah dan Abbasyiyah, telah membentuk sikap kepribadian yang anti pati terhadap pihak luar (out group), akibat luka yang begitu mendalam.
2)      Kultus yang mendalam terhadap keluarga raja, umumnya terwarisi dari budaya parsi. Mereka menganggap darah raja tidak seperti darah rakyat, dan keturunan Raja bagaimanapun lebih dianggap paling tepat menduduki jabatan penting dari pada yang lain. Budaya kuat diatas terbawa kedalam kehidupan mereka setelah mereka menjadi Islam.
3)      Pendukung syi’ah sebagai kekuatan politik partai, tidak jauh beda umumnya dengan para pendukung partai politik dimanapun. Ada yang bergabung dengan alasan ideologi dan ada juga karena kepentingan yang ingin diraih.
Dari pandangan sosiologis itu yang telah dilatarbelakangi oleh kehidupan kultur menjadikan aliran Syi’ah sebagai aliran yang menganut agama dan politik yang ekstrim, disisi lain Syi’ah mempunyai prinsip keyakinan dalam pemikiran dan ajarannya. Keimanan tersebut sebagai bagian dari rukun iman mereka. Syi’ah mempunyai 5 (lima) prinsip keyakinan utama dalam pemikiran dan ajarannya yaitu:
a)      Tauhid, yaitu percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b)      Al-Nubuwwah, yaitu percaya kepada kenabian Nabi Muhammad SAW.
c)      Al-Ma’ad, yaitu keimanan kepada hari kebangkitan, percaya bahwa setiap orang yang akan hidup dalam alam yang akan datang (kiamat). Di sana perbuatan masing-masing manusia akan ditimbang dan diganjar sesuai dengan amalnya.
d)     Al-‘Adl, yaitu keimanan kepada keadilan Allah. Allah itu adil dalam membimbing semua makhluk di atas bumi ini kearah kesempurnaan dengan cara-cara tertentu, sehingga segala sesuatu itu adalah baik pada tempat masing-masing. Akal manusia akan menjangkau keadilan Tuhan dan karena itu kelompok ini juga kerap disebut ahl al-‘adl.
e)      Imam, (kepemimpinan) yaitu percaya kepada Imam (pemimpin).[23]
Latar belakang pemikiran dan dasar-dasar konseptualnya berbasis politik itu kemudian dikerangkakan dalam formulasi teologis dan dijabarkan dalam sikap-sikap sosialnya. Gerakan syi’ah dapat dilihat sampai sekarang, sebagai wujud dari pengalaman historisnya yang traumatis, motivasi ideologisnya yang diwarnai bermacam sentimen sosial akibat rasa ketidakadilan yang dialaminya dalam kurun waktu yang lama, dan rasa pembelaannya yang berkobar-kobar dalam merebut kembali kehormatan cosmosnya yang ternodai.

2.      Sekte-Sekte Dalam Islam  Syi’ah
Pada perkembangan selanjutnya, aliran Syi’ah terpecah menjadi puluhan cabang atau sekte, Kendati Syi'ah telah terbagi-terbagi dalam sekte yang jumlahnya hampir tidak terhitung, secara umum mereka terbagi menjadi empat sekte dan masing-masing dari keempat sekte tersebut terbagi pula menjadi beberapa sekte kecil. dua sekte di antara mereka itu yang dapat dimasukkan ke dalam golongan umat Islam, yaitu sekte Zaidiyah dan Imamiyah.
      Adapaun sekte itu adalah:
a.       Syi’ah Ghulat (akstremis)
Syi,ah kelompok ini hampir dikatakan telah hampir punah. Mereka antara lain:
1)      As Sabaiyah
Menurut Asy Syahrastany, mereka adalah pengikut-pengikut Abdullah bin Saba’ yang konon pernah bekata kepada Sayyidina Ali: “Anta Anta”, yakni engkau adalah tuhan. Dia juga menyatakan dan mempopulerkan keyakinan bahwaAli ra, memiliki tetesan ketuhanan.
2)      Al Khaththabiyah
Mereka adalah penganut aliran Abu al Khathtab al Asady, yang menyatakan bahwa imam Ja'far ash Shadiq dan leluhurnya adalah tuhan.
3)      Al Ghurabiyah
Cabang kelompok ini, antara lain percaya bahwa sebenarnya Allah mengutus malaikat Jibril as kepada Ali bin Abi Thalib ra, tetapi malaikat itu keliru atau bahkan berkhianat sehingga menyampaikan wahyu kepada Nabi.
4)      Al Qaramithah
Kelompok ini dinisbahkan kepada seseorang yang bermukim di Kufah, Irak, yang bernama Hamdan Ibn al Asy'at, dan dikenal luas dengan gelar Qirmith (si pendek), karena perawakan dan kakinya sangat menonjol pendeknya. Kelompok ini pada mulanya kelompok yang terpengaruh oleh aliran Syi’ah Ismailiyah.

b.      Syi’ah Ismailiyah.
Syi’ah ini tersebar dalam kelompok minoritas di sekian banyak Negara, antara lain Afganistan, India, Pakistan, Syi’ah Suriah dan Yaman, serta beberapa negara Barat seperti Inggris dan Amerika Utara. Kelompok ini meyakini bahwa Ismail, putra Imam Ja’far ash Shadiq, adalah imam yang menggantikan ayahnya Jafar ash shadiq yang merupakan imam yang keenam dari aliran Syi’ah secara umum.
c.       Syi’ah Zaidiyah
Golongan ini adalah pengikut Zaid ibn Hasan ibn Ali ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Madzhab golongan inilah yang paling moderat dan paling dekat kepada ahli sunnah. Mungkin hal ini disebabkan karena Zaid adalah murid Washil bin Atha'. Pandangan golongan ini terhadap diri imam juga moderat, tak ada imam yang ditentukan Tuhan, dan tak ada wahyu untuk menetapkan imam-imam; tetapi semua keluarga Fatimah yang tidak suka kepada dunia, pemberani, murah hati, pandai berperang untuk kebenaran dunia mau berperang menutut khilafah maka sah menjadi imam. Golongan ini mensyaratkan seorang imam harus berani berperang menentang para amir dan penguasa menuntut khilafah. Oleh sebab itu jabatan khalifah menurut mereka dapat diusahakan bukan penetapan demikian saja. Sebagaimana pula pada golongan Imamia, imam pada golongan ini berakhir dengan imam yang bersembunyi. Mereka tidak percaya kepada tahayul-tahayul yang melekat pada diri-diri imam sehingga mendekatkannya pada sifat-sifat ketuhanan.[24]
d.      Syi’ah Imamiyah (Istna 'Asyariyah)
Syi’ah Imamiyah (Istna 'Asyariyah) inilah yang paling mendominasi atau penganut mayoritas Syi’ah. Itsna ‘Asyariah berarti dua belas, arti dua belas yang terbentuk sesudah  pertengahan abad ke-3 H/10 M dikaitkan dengan pengakuan bahwa mereka imam yang sah adalah keturunan dari Ali yang berjumlah 12 orang. Sehabis imam ke-12, jabatan imamah yakni jabatan tertinggi yang bersifat sentral menjadi terhenti. Dan dengan terhentinya imam yang ke-12 ini, muncullah pendapat bahwa al-Mahdi al-Muntazar telah menghilang pada tahun 265 H/878 M.[25] Biasa juga dikenal dengan nama Asyariyah atau Ja’fariyah, adalah kelompok kelompok mayoritas dalam Syi’ah yang mempercayai adanya dua belas Imam yang yang wajib diingat namanya  oleh setiap mukmin.[26] Mereka itu adalah Imam Ali bin Abi Thalib, dan keturunannya yaitu:
1)     Imam Hasan ibn Ali,
2)     Imam Husein ibn Ali,
3)     Imam Ali bin Husein (Zaenal Abidin),
4)     Imam Muhammad al – Baqir bin Ali,
5)     Imam Ja’far al – Shadiq bin Muhammad,
6)     Imam Musa al – Kadzim bin Jafar,
7)     Imam Ali al – Ridho bin Musa,
8)     Imam Muhammad al - Taqi’ bin Ali,
9)     Imam Ali al – Hadi bin Muhammad,
10)Imam Hasan al - Askari, bin Ali dan
11)Imam Muhammad al – Mahdi bin Hasan .
Kesebelas orang tersebut adalah merupakan dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Pada pandangan Syi’ah merekalah para penguasa yang sah menurut syari’at dan memperoleh hak dari Allah untuk memimpin ummat Islam.
Dari beberapa sekte yang lahir tersebut, kelompok Syi’ah Ismailiyah yang masih memperlihatkan gerakan-gerakan politik ekstrem sampai jatuhnya dinasti Abbasiya, sedang yang lainnya lebih banyak memusatkan perhatian mereka pada bidang karya tulis.[27] Dari pandangan tentang sekte-sekte yang lahir dalam aliran Syi’ah  maka dapat disimpulkan bahwa  penyebab lahirnya sekte-sekte tersebut dipengaruhi pandangan politik yang berbeda dan saling mempertahankan garis keturunan menurut keyakinan mereka tentang imam.
maka dari itu bermunculan pula paham-paham ekstrem yang menyesatkan terutama dalam bidang aqidah, filsafat dan tasawuf. Aliran Syi’ah  yang mulanya hanya bergerak dalam bidang politik, lama-kelamaan  mempunyai mazhab (hukum), pendapat dalam filsafat, ajaran dalam tawawuf, dan keyakinan dalam aqidah. Dari perkembangan tersebut dari tahun ke tahun, pengaruhnya meliputi seluruh dunia Islam, sampai ke Indonesia.





BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Syi'ah adalah suatu aliran dalam pemikiran Islam yang lahir setelah Nabi Muhammad SAW wafat, aliran ini sangat mencintai Nabi Muhammad dan keturunannya serta setia dan sangat loyal pada Ali bin Abi Thalib dan lebih mendahulukan Ali sebagai khalifah melebihi dari sahabat-sahabat lain. Memperlakukan Ali secara berlebihan dan memusuhi kelompok lainnya.
2.      Aliran Syiah sebagai aliran yang ekstrem dalam Islam juga sebagai aliran politik.
3.      Ditinjau dari teropong sejarah lahirnya golongan Syi’ah ini berawal dari akhir khalifah Utsman bin Affan dan diawal kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan adanya sengketa politik yang tajam dan bertolak belakang antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah dan pengikutnya terkait kepemimpinan yang akan meneruskan perjuangan Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat.
4.      Pemikiran Islam Syi’ah yaitu aliran Syi’ah sebagai aliran teokrasi kecuali Syi’ah Zaidiyah. Jika disarikan, pemikiran-pemikiran Syi’ah, paling tidak ada tiga poin :
a.       Yang berhak menjadi imam, yakni pemimpin masyarakat Islam baik dalam urusan keagamaan maupun urusan kenegaraan, harus menjadi hak waris bagi keluarga Nabi yakni Ali bin Abi Thalib dan anak cucunya.
b.      Imam itu hanya sah apabila mendapat nash atau diangkat oleh Nabi sendiri dan kemudian oleh imam-imam sesudahnya secara berurutan.
c.       Setiap imam yang diangkat itu adalah ma’shum, akan terpelihara dari dosa  serta menerima anugerah keistimewaan-keistimewaan.
5.      Sekte-sekte dalam aliran Syi’ah yaitu : Syi'ah Gulat (Yang telah terbagi beberapa sekte-sekte kecil), Syi'ah Zaidiyyah, Syi'ah Ismailliyyah, dan Syi'ah Imamiyyah (Isna 'Asyariyyah),
6.      Yang mendominasi kaum Syi’ah adalah Syi’ah  Imamiyyah (Isna 'Asyariyyah), yang mempercayai dua belas imam Syi’ah yang dipundak mereka terletak martabat Islam. Merekalah para penguasa yang sah menurut syariat pada pandangan Syi’ah.

DAFTAR  PUSTAKA


Ali Jauhar “Pemikiran Islam Klasik Khawarij, Syi’ah” (online) http://joebukan.blogspot.com/2011/06/.html

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung: Sygma Examedia Arkamleema,2009.

Gardet Arkoun Lous, M. Islam Kemarin dan Hari Esok. Bandung: Pustaka,1997.

Hamda Hasbullah Hanung, Sejarah Politik Islam, Panggung Pergulatan Politik Kekuasaan dari Timur Tengah Hingga Asia, Jogyakarta: Nusantara Press,2011.

Ibrahim Iskandar, “Mengenal Khawarij, Syi’ah dan Murjiah” (online) http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/05/.html.

Karim Abdul M., Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,2007.

Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press,1972,

Nurdin Amin M.,M. Sejarah Pemikiran Islam, Teologi-Ilmu Kalam. Jakarta: Amzah,2012.

Pulungan Suyuthi, Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Shiddiqi Nourouzzaman, Syi’ah dan Khawarij dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Bidang Penerbitan PLP2M,1985.

Subhani Ja’far, Syi’ah Ajaran dan Prakteknya, Jakarta; Nur Al-Huda, 2012

Thohari Aris, Pemikiran Klasik Syiah dan Khawarij. (Online) http://arieslailiyah.blogspot.com, html

Tritton AS., Muslim Teology. London: Ll ac & Goy,1974.

Zhahir Ilahi Ikhsan, Syiah Berbohong atas Nama Ahlul Bait. Surabay: PT Bina Ilmu,1987


[1]Amin Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam, Teologi-Ilmu Kalam. (Jakarta; Amzah, 2012) hlm. 176
[2]Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. (Yogyakarta; Pustaka Book Publisher, 2011), hlm.109
[3]Ikhsan Ilahi Zhahir, Syiah Berbohong atas Nama Ahlul Bait. (Surabaya; PT Bina Ilmu,1987), hlm.14
[4]Nurdin, Sejarah..., hlm. 176
[5] Ja’far Subhani, Syi’ah Ajaran dan Prakteknya, (Jakarta; Nur Al-Huda, 2012). hlm.144-145
[6] Nurdin, Sejarah...,. hlm. 163
[7]Suyuthi Pulungan. Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. (Jakarta; PT RajaGrafindo Persada, 2002). hlm.195
[8] Karim, Sejarah..., hlm.109
[9]Iskandar Ibrahim, Mengenal Khawarij, Syi’ah dan Murjiah. Dalam Website http://makalahmajannaii.blogspot.com, html. (online) diakses, 19 Sept. 2012
[10]Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press,1972), hlm.22
[11]Jauhar Ali Pemikiran Islam Klasik Khawarij, Syi’ah. Dalam Website http://joebukan.blogspot.com,.html (online), diakses, 18 Sept. 2012
[12]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Sygma Examedia Arkamleema,2009), hlm.87
[13]Arkoun Lous Gardet. Islam Kemarin dan Hari Esok. Bandung; Pustaka,1997, hlm. 32
[14]Hanung Hasbullah Hamda, Sejarah Politik Islam, Panggung Pergulatan Politik Kekuasaan dari Timur Tengah Hingga Asia, Jogyakarta: Nusantara Press,2011, hlm.144
[15]Pulungan. Fiqh..., hlm.62
[16]Al-Qur’an..., hlm.63
[17]Nourouzzaman Shiddiqi, Syi’ah dan Khawarij dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta; Bidang Penerbitan PLP2M,1985, hlm.62
[18] Karim Sejarah..., hlm.109-110
[19] Shiddiqi, Syi’ah..., hlm.64
[20] Hamda, Sejarah..., hlm.168
[21] Nurdin, Sejarah...., hlm.181
[22] AS. Tritton, Muslim Teology.(London: Ll ac & Goy:1974),hlm.62
[23] Nurdin, Sejarah...., hlm.182
[24]Aris Thohari, Pemikiran Klasik Syiah dan Khawarij. Dalam Website   http://arieslailiyah.blogspot.com, html, Diakses, 19 Sept. 2012
[25] Nurdin, Sejarah...., hlm.180
[26] Gardet. Islam..., hlm.32
[27] Shiddiqi, Syi’ah..., hlm.20-21

Tidak ada komentar: