Senin, 23 Juli 2012

Salah satu konsep pelestarian lingkungan


KONSEP PELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Oleh : Oemar (Achmad Darwis)
Anggota Kehormatan Mapala PTM Sinjai NRA.III.28806.043.BSM


Manusia dan alam lingkungan merupakan dua unsur yang saling terkait dan tak terpisahkan. Kehadiran manusia di bumi akan selalu berhubungan dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya untuk mempertahankan hidupnya.
Manusia dan alam lingkungan  adalah relasi dan merupakan titipan Tuhan kepada manusia untuk dijaga, dilestarikan, dikelolah dan dipergunakan sesuai batas kebutuhan sebagai perwujudan manusia sebagai khalifah fil-Ardhy (Khalifah di muka bumi). Manusia sebagai subyek dan alam obyek pengelolaan gerakan manusia sebagai hubungan yang tak terpisahkan namun tendensi manusia terkadang mengakar dalam mencari kebutuhan di alam dengan tujuan kepuasan, namun berakar pula dari akibat keserakahan itu menjadi sebuah ancaman pada system kehidupan (life system) manusia itu sendiri. Fenomen-fenomena alam semacam gempa bumi, angin topan, banjir, tanah longsor bukan sekedar peristiwa dalam pengertian intrinsiknya, melainkan suatu konsekwensi yang berdimensi bathin dari aktiviatas manusia yang melanggar hukum-hukum Tuhan, (M.Thoyibi; UMS 1993). Untuk itu banyaknya bentuk-bentuk bencana sudah semestinya cukup membuat manusia sadar dan melalukan introspeksi diri atas orientasi hidupnya; baik orientasi manusia dalam menjalin relasi dengan lingkungan sosialnya (sesama manusia), manusia dengan alam, maupun orientasi manusia dengan tuhan-Nya.
Persoalan lingkungan hidup adalah persoalan prilaku manusia, krisis ekologi global adalah krisis moral secara global, dengan demikian mengatasinya haruslah dengan etika lingkungan. Diharapkan dari berbagai perumusan lingkungan akan muncul nilai dan etika dan menjadi acuan dalam pengelolaan lingkungan. Beberapa prinsip yang dapat disebutkan pada permasalahan ini seperti, pertama; perinsip kepemilikan, bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan yang maha esa (Kode Etik Pencinta Alam Indonesia) yang semestinya dijaga dan dilestarikan oleh manusia itu sendiri namun tidak berlebihan dalam menggunakannya. Kepemilikan ini bahwa alam adalah milik untuk orietasi hidup manusia dan tentunya dimensi kesadaran manusia dalam menggunakan tetap menjadi prioritas utama. Kedua; prinsip peruntukan, bahwa segala isi alam lingkungan diperuntukkan bagi manusia. Hal ini didasarkan pada ayat Al-qur’an yang artinya, “Dialah Allah yang menciptakan untuk kamu segala apa yang ada di bumi. (QS. Al-Baqarah, 2 : 29). Segala kebutuhan dan kelansungan serta kenyamanan hidupnya terhampar di bumi namun manusia pula tak mampu menyadari hingga ujung-ujungnya eksploitasi lingkungan. Ketiga; prinsip istiklaf, yaitu manusia dititipi amanah untuk mengurus bumi (alam lingkungan). Telah menjadi kewajiban bagi siapa pun untuk menjaga lingkungan alamnya itu sendiri. Dalam ayat Al-Qur’an  dijelaskan yang artinya “Dialah Tuhanmu yang menciptakan kamu dari bumi dan memerintahkannya  untuk kemakmurannya”. (Q.S. 11 : 61), sangat jelas bahwa manusia mendapat  perintah untuk memakmurkan alam lingkungan sehingga dengan melestarikan lingkungan, setidaknya manusia juga harus memahami lingkungan itu sendiri. Di ayat lain beberapa peringatan tentang kerusakan-kerusakan lingkungan sebagai bukti peringatan kepada manusia untuk menyadari orientasi dan eksistensi hidupnya yang cenderung menyepelekan peringatan Tuhan, dalam surat Ar-Ruum : 41, yang artinya “ Telah tanpak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpahakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar)”.  Dari hasil kajian ayat diatas mengundang peringatan Tuhan agar manusia mencintai alam lingkungan sekaligus merawatnya untuk mewujudkan kemakmuran. Asumsinya, relasi manusia dengan lingkungan alam seharusnya diwujudkan dalam bentuk hubungan yang saling menguntungkan. Disimpulkan oleh Abdullah Aly, bahwa kelestarian lingkungan hidup merupakan cita-cita peradaban muslim, betapa pun manusia merupakan makhluk tertinggi dan khalifah Allah dimuka bumi dan sekaligus alam dibuat lebih rendah agar dapat dipergunakan manusia, hubungan manusia dengan alam harus tetap disertai sikap rendah hati dengan menunjukkan sikap etis serta lebih apresiatif terhadap alam lingkungan. (Abdullah Aly, UMS-1993).
Manusia sebagai khalifah mempunyai tugas mengantarkan alam lingkungan untuk mencapai tujuan penciptaannya. Kekhalifaan adalah tugas yang dibebankan Allah swt kepada manusia untuk membimbing, memelihara, dan mengantar semua ciptaan Tuhan menuju tujuan penciptanya. Disisi lain prinsip tanggung jawab manusia terhadap kerusakan lingkungan adalah sebuah dimensi keharusan yang memuat kesadaran yang cinta akan lingkungan.
Beberapa yang dijelaskan pada ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an yang tidak  termuat dalam tulisan ini juga merupakan dalil tentang tujuan yang sama dalam proses pelestarian lingkungan alam sebagai tanggung jawab manusia yang bermukim di muka bumi. Akhir kata, semoga catatan refleksi sederhana ini bisa dijadikan masukan bagi siapa saja dalam menumbuhkan inspirasi dan strategi sebagai bentuk upaya pelestarian lingkungan pada masa sekarang dan masa yang akan datang..... bukankan bagitu....?.

Dikutip dari berbagai sumber.

POTRET BURAM MENABUR TAMBANG MENUAI BENCANA DI KABUPATEN SINJAI


“POTRET BURAM MENABUR TAMBANG MENUAI BENCANA DI KABUPATEN SINJAI”(Oleh: Achmad Darwis)

    Manusia dan alam, ntah kata apa yang apa yang cocok untuk menghubungkan kedua ciptaan sang khalik tersebut. Beranjak dari suatu paradigma yang tidak mesti diingkari bahwa bumi ini mekanis dan alam merupakan produk inmateri yang tidak harus dieksploitasi seenaknya dengan semua hukumnya yang bersifat relatif. Pertanyaan yang muncul kemudian apakah hantaman nafas pemikiran yang merindukan tafsiran garis alam hanya ada dalam taburan bingkai mimpi malam?, Apakah keramahan embun pagi sirna diasingkan oleh nurani yang hanya terpikir materi, apakah debu beringas kota yang mentabukan cinta pada rona geriang alam yang sesungguhnya.Alam yang memiliki kehendak yang terbatas kemudian menjadi konsekwensi perjuangan manusia yang melatarbelakangi parameter nilai dari arti kehidupan. Sebagai manusia yang sesungguhnya terlepas dari nilai yang paling mendekati kebenaran maka alam ini dipandang sebagai “makcomblang” untuk menghadapi kehidupan setelah kehidupan, ukiran kebutuhan sekarang ini dan sepanjang hidup akan menjadi pijakan kaki yang pasti.Hubungan antara manusia dan alam berubah dan bergeser dari “manusia dikuasai alam” dalam “ekonomi Tarzan” yang bekerja otot, menjadi “manusia menguasai alam” hal inilah yang memercik menjadi sebuah bencana ekologis. 
Memahami bencana tidak hanya mengantisipasi dan beradaptasi, tetapi juga bagaimana memahami hukum alam yang bekerja secara mekanis. Alam merupakan suatu dimensi objek skala kehidupan manusia yang diwarnai dengan berbagai bentuk pengelolahan, baik pengelolahan yang bersifat ekologis maupun pengelolahan yang bersifat eksploitasi. Pengelolahan yang bersifat ekologis adalah sebuah pengelolaan yang senantiasa mengedepankan prinsip-prinsip lingkungan sebagai dasar kestabilan ekologis, namun pengelolahan yang bersifat eksploitasi adalah sebuah pengelolahan yang tak hanya menganggu kestabilan ekologis namun disisi lain dampak kerusakan lingkungan pun akan dirasakan oleh manusia-masyarakat. Alam sebagai suatu kesatuan ekologis dalam rantai ekosistem, berjalan sesuai dengan keseimbangannya. Sekali tatanan tersebut terganggu, baik sengaja maupun tidak, maka yang terjadi adalah ketidakseimbangan, yang kemudian dapat mengakibatkan bencana, baik bencana yang besar atau skala yang kecil. Sekali hutan ditebang dalam volume yang besar, maka air dan beberapa material lainnya akan jatuh lepas kepermukaan yang lebih rendah. Maka hukum mekanisme keseimbangan akan terjadi, (M.Taufik K.)
 Disisi lain dampak negatif sosial pun akan lahir dari semula kestabilan nilai etika menjadi  pergeseran nilai sosial akan jelas terlihat dari sisi kehidupan masyarakat, dari ketentraman menjadi sebuah malapetaka yang amoral hingga dampak negatif sosial yang lainnya. merujuk dari permasalahan yang akan timbul itu maka perlu dan perlu perenungan bahwa keindahan alam Sinjai adalah sebuah panorama yang begitu menakjubkan dengan skala tiga dimensi yaitu laut, darat dan pegunungan, keindahan itu akan menjadi abadi jikalau saja pelestarian akan selalu ada. Namun masyarakatnya yang semestinya menyadari akan arti keindahan itu, sebagai daerah yang kaya akan kearifan lokal tentunya akan tetap menjadi yang khas keindahan alam dan budaya bagi masyarakatnya. Lalu persoalan yang kemudian timbul tentang lestarinya keindahan alam Sinjai akhir-akhir ini adalah sebagai contoh yang ramai diperbincangkan adanya barang berharga yang tertimbun diperut bumi Sinjai, salah satunya adalah  emas murni yang berada di Kec. Sinjai Borong tepatnya di Desa Bonto Katute Kab. Sinjai yang sebahagian  hutan lindung kemudian dialihfungsikan untuk mempermudah pengelolahan. Sebagai salah satu objek yang direncanakan menjadi sebuah tambang yang sangat menggiurkan bagi para investor asing yang mempunyai nurani yang terpikir materi untuk mengelolahnya. Hal inilah yang menimbulkan pro dan kontra diberbagai kalangan mulai dari pemerintah, masyarakat setempat, mahasiswa dan aktivis lingkungan terkait dengan penolakan dan perencanaan pengelolahan objek tambang tersebut, alhasil hingga sekarang tetap menjadi sebuah perdebatan yang panjang. Menjadi dilema jika keinginan meraup materi  dengan pengelolaan yang berciri eksploitasi besar-besaran tanpa barengi dengan pemahaman dan pengertian yang mendasar akan akibat yang ditimbulkan maka hal itu akan menjadi sebuah peristiwa tragis yang akan memiris pilu keindahan alam Sinjai dikemudian hari, dampak kerusakan alam-bencana alam semisal tanah longsor, banjir hingga hilangnya mata air sebagai sumber kehidupan akan menanti dan sangat mengerikan, disisi lain dampak negatif sosial akan berkembang pesat mewarnai pola kehidupan beradab selama ini. Dampak sosial tersebut akan disebabkan oleh persaingan akan keuntungan dari hasil pengelolaan tambang, maka bertebaranlah berbagai kasus seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, hingga kasus asusila mewarnai pola kehidupan itu. Rentetan bencana selama ini yang diakibatkan eksploitasi besar-besaran yang telah banyak menelan korban sudah semestinya dapat menggugah jiwa, sadar atau tidak sadar kita akan senantiasa dijadikan kemudi tujuan materi para kapitalisme dan elit-elit pemerintahan, pengusaha yang bermental KKN yang masih melihat hutan dan lahan masyarakat sebagai bisnis yang begitu menggiurkan terutama di Kab. Sinjai. Perlu dicermati bahwa langkah langkah yang ditempuh demi meminimalisir bentuk kerugian yang bakal timbul tersebut tak hanya usaha dan pekerjaan sepihak dari elemen-elemen yang memperjuangkan kelestarian alam dan nasib rakyat, akan tetapi partisipasi dan dukungan penuh dari berbagai unsur masyarakat di Kab. Sinjai secara kolektif akan kesadaran dari sekarang mengenai dampak-dampak negatif itu yang akan merugikan masyarakat Kab. Sinjai dikemudian hari. Demikian itu yang menjadi sebuah tumpuan harapan demi keberlangsungan dan kelestarian ekologis serta hak-hak hidup masyarakat. 25 Januari 2012 (dikutip dari berbagai sumber)

EKSPLORASI FLORA FAUNA TAHURA MA'RA PART II 2010


SEPUTAR TANTANGAN KEGIATAN INVESTIGASI FLORA DAN FAUNA
MA’RA PART II PADA TAHURA KEC. SINJAI BORONG 2010
Oleh : Achmad Darwiz (Oemar) Mapala PTM Sinjai NRA.III.28806.043.BSM
Ma’ra Investigation Team Part II Kaluhara Indonesia 2010

Kawasan Taman Hutan Raya Abdul Latif (Ma’ra) yang terletak di Kec. Sinjai Borong pada lembah pegunungan Lompobattang dan Bawakaraeng merupakan suatu kawasan hutan alami yang di dalamnya masih tersimpang beragam  jenis flora dan fauna yang terlindungi baik yang telah banyak dikenal maupun yang masih misteri atau terdata ciri dan bentuknya.
Beragamnya jenis flora dan fauna ini merupakan ciri tersendiri  bagi Tahura untuk tetap dilindungi agar kelestariannya tetap terjaga. Hal inilah salah satunya yang mendasari para pencinta alam Sinjai untuk kembali melakukan Investigasi jenis flora dan fauna tahun 2010 di kawasan hutan Ma’ra yang kedua kalinya meski sebelumnya telah terlaksana pada tahun 2006 silam. Dengan bermodalkan semangat pada musim hujan diawal bulan Juli 2010. Tim yang berjumlah enam orang berangkat pada sore hari 14 Juli 2010 dari kota Sinjai menuju Ma’ra pada salah satu rumah penduduk di Dusun Mattirotasi Desa Batubulerang Kecamatan Sinjai Borong. Keenam orang ini terbagi atas dua tim yaitu tim A terdiri Fandi Kaluhara (Navigator), Armandsyah/Dore Liar (kameraman), dan Ilalang Rimba (penulis) sedangkan pada tim B ada Agus Kaluhara (Navigator), Gam Adventure (Kameraman) dan Oemar/Ahmad Darwiz (sebagai penulis). Kedua tim ini akan menyelesaikan investigasi dengan target waktu selama tujuh hari. Tim tiba pada titik star pukul 00.00 WITA dilanjutkan dengan packing perlengkapan guna persiapan perjalanan awal besoknya.
Pada hari pertama kamis 15 Juli 2010 seusai sarapan pagi kedua tim bersiap-siap untuk mengawali kegiatan. Pagi hari langit cerah mentari menyeruak dibalik rimbunnya dedaunan saat suasana pagi yang dingin, jam menunjukkan pukul 08.00 WITA. Usai berdoa bersama tim mengawali perjalanan, jalan yang licin pada jalur terjal menuju sungai Balantieng I, volume air sungai yang besar akibat hujan beberapa hari sebelumnya hingga memaksa tim untuk antri menyeberang, perjalanan pun dilanjutkan hingga beberapa saat kemudian kedua tim pun terpisah menuju petualangannya masing-masing. Tim A akan menempuh jalur utama Ma’ra menuju camp pos 7 dan tim B akan  melalui jalur sungai Porong lembah Gunung Lompobattang. Setelah terpisah dan saling memberi harapan kedua tim melanjutkan perjalanan dengan membawa perlengkapan standar dalam menempuh rimba dan menyusuri sungai serta logistic selama tujuh hari maupun alat dokumentasi pengambilan gambar tiap objek yang dibutuhkan. Kawasan hutan yang alami dengan medan yang cukup bervariasi dan menantang bagi tim ini akan tetap menjadi tantangang untuk dilalui guna berhasilnya kegiatan, disamping musim hujan dan derasnya arus sungai yang akan dilalui oleh tim B. sepanjang kawasan ini terdapat satwa-satwa liar seperti babi hutan, monyet, anoa dll, tinggal bagaimana kelestariannya tetap terjaga. Kedua tim sepakat pada hari kelima dapat berjumpa kembali. Tim B menuju sungai Porong, disepanjang perjalanan menuju camp I tim menemukan jenis anggrek saat melewati sungai Ereburu yang berbau belerang, anggrek tersebut tumbuh di rawa hingga saat itulah tim sepakat menyebutnya dengan bunga anggrek rawa yang sedang mekar berwarna putih kekuningan.
Hari telah siang langit mendung dan kabut turun menyapu permukaan padang savanna yang terhampar luas dan punggungan bukit tempat dimana kami berada, hujan mulai turun satu persatu anggota tim mengeluarkan ponco dan plastic anti air untuk mengurangi resiko basah air hujan. Tim B beberapa kali menyusuri punggungan mencari jalur menuju sungai ditengah guyuran hujan yang sangat deras, tim mendapatkan perkebunan  kopi saat hari mulai gelap. Pukul 17.10 WITA tim sepakat untuk camp I yang kebetulan ada pondok penduduk diperkebunan tersebut yang cukup menampung anggota tim. Hujan mengguyur hingga malam, hari pertama telah usia tim lalu istirahat dibalik kehangatan Sliping Bag (kanton tidur) memulihkan energy untuk persiapan perjalanan lanjutan esok pagi.
Usai sarapan pagi 16 Juli 2010 tim kembali bergerak menuju sungai Porong pada penelusuran pertama, hujan belum reda sambil membuka jalur pada jurang terjal dengan kemiringan 700 tim melintasi sungai pada pohon yang melintang yang dibawah arus sungai Porong yang deras, saat itulah tantangan pertama yang dialami oleh tim B pada arus sungai. Pada penyeberangan kedua tim menggungakan tali webbing sebagai alat bantu penyeberangan, dengan mendahulu barang bawaan  seperti rangsel dan alat-alat elektronik dan dokumentasi pada kondisi ekstrim ini. Jam menunjukkan pukul 17.00  WITA tim akhirnya camp di tepian sungai yang tak jauh dari penyeberangan tadi. Habis makan malam hujan masih mengguyur dengan derasnya, anggota tim menghangatkan diri dengan Sleping Bag hingga pagi hari 17 Juli 2010. Volume air sungai terus mengalami peningkatan maka pertimbangan tim untuk melanjutkan perjalanan akhirnya tertunda untuk menyusuri sungai yang deras, tim  pun akhirnya camp pada tempat yang sama hingga cuaca membaik dan hujan reda.
Keesokan harinya pada hari keempat 18 Juli 2010 pagi hari cuaca mulai, anggota tim bangun pagi dan packing untuk siap melanjutkan pengembaraan, dengan pertimbangan tim untuk menyusuri sungai dengan arus yang deras maka alternatifnya adalah tim harus kembali ke punggungan untuk menyisir, saat memulai perjalanan tim mulai kewalahan membuka jalur hingga pada akhirnya tiba pada situasi sulit untuk sampai pada punggungan bukit dikarenakan tebing yang menghadang namun satu-satunya harapan adalah dengan memanjat tebing dengan kemiringan vertical melalui akar dan batang pohon untuk sampai pada punggungan tersebut. Saat melewati tebing curam ini, tim kembali melakukan hauling barang-barang dengan menggunakan tali webbing namun tim kewalahan melewatinya dengan situasi sambil buka jalur. Dibawah sana terlihat grade yang bervariasi dari difficult, very difficult, hingga ekstrem difficult. anggota tim yang antri melakukan pemanjatan kini benar-benar menguji nyali, harus bersabar dan konsentrasi saat melewati tebing dengan cara scrambling. Satu persatu anggota tim berhasil mencapai punggungan. Langit cerah, matahari menampakkan sinarnya memberi kehangatan bagi makhluk bumi dan tak mengenal lelah bagi anggota Investigasi tim B. kegiatan observasi dan pengambilan titik koordinat tiap objek flora dan fauna endemic terus berlanjut. Meskipun anggota tim terkadang menebas pada punggungan tersebut yang telah tertutupi dengan rimbunnya semak dan pepohonan. Pada beberapa tempat, tim menemukan beberapa jerat anoa yang dipasang oleh pemburu diantara semak rotan yang sulit dilalui oleh tim. Selama enam jam melintasi punggungan bukit tim akhirnya kembali menyisir tebing menuju sungai yang tidak begitu jauh lagi. Penyusuran sungai pun dilalui namun terkadang tim harus berbelok mencari jalan altenatif dengan menebas rotan berduri untuk mencari celah jalan yang dapat dilalui hingga menjelang malam tiba. Tim melakukan camp pada pinggiran sungai namun hujan lagi-lagi turun, suhu dingin begitu terasa menyatu dalam suasana lelah, lengkap sudah nikmatnya petualangan ini yang banyak duka. Usia makan malam anggota tim akhirnya istirahat dibalik kehangatan Sleping Bag hingga pagi hari. Gemuruh air sungai dan bunyi irama sang binatang malam serta deru suara mistik menyatu dalam konsentrasi ingatan. Mata sulit terpejam terutama penulis. namun akhirnya pulas juga.
Hari kelima 19 Juli 2010 tiba waktunya yang ditargetkan untuk berjumpa dengan tim A. penelusuran sungai kembali dimulai yang semula diplot jalur sungai yang berhulu pada Pasaran Anjayya. Tim tetap terkadang menebas belukar untuk melewati tepian sungai. Tantangan alam yang dihadapi oleh anggota tim dalam perjalanan mulai dari meningkatnya fluktuasi cuaca, terkadang hujan, berawan, cerah dan hujan lagi, ditambah serangan pacet dan agas yang dirasakan saat memulai perjalanan ini. Selain dengan membawa rangsel yang berat juga harus ekstra hati-hati melewati bebatuan licin pada sungai yang deras. Selama tujuh jam perjalanan namun belum ada tanda-tanda ditemukannya Pasaran Anjayya yang menjadi target akhir hari ini. Hingga pada kondisi tersebut tim akhirnya kembali dihadang oleh jalur ekstrim, dihadapan kami terdapat air terjun yang sulit dilalui untuk menempuh lintasan pada sisi kanan dan kiri air terjun. Meskipun harus melawan arus dengan cara scrambling pada celah bebatuan namun hal itulah solusi akhir. Beberapa saat telepas dari tantangan ini lagi-lagi dihadapan menghadang kembali air terjun serupa dengan ketinggian kurang lebih 20 meter. Pada sisi kiri terdapat sungai kecil yang memudahkan kami untuk melewatinya hingga tim kembali memutar menuju hulu sungai air terjun lalu menyusur sungai selanjutnya selama tiga jam hingga hari telah sore. Jam menunjukkan pukul 16.53 tim pun camp pada tepian sungai yang landai. Pukul 20.00 WITA usai makan malam, anggota tim mencoba menghubungi tim A melalui Handy Talky namun hasilnya pun nihil karena tim masih terperangkap pada lembah. Disisi lain dapat terhubung ke posko induk pemantauan (rumah P.Edi) saat itulah kami baru komunikasi setelah sekian hari terjebak  dan tanpa memberikan informasi. Kesempatan itulah kami pergunakan untuk melaporkan perkembangan jalannya Investigasi hingga pada kondisi tiap anggota tim serta suka dan dukanya perjalanan. Pada posko yang konvermasi ketim A tentang lokasi tim B saat itu dan meminta untuk tetap menunggu pada pos tujuh hingga kedatangan tim B meskipun kesepakatan akan bertemu pada hari kelima. Tim A sepakat untuk menunggu dengan kondisi kehabisan logistic. Malam itu kami saling memberi info dengan sedetail mugkin dan terkadang diiringi canda dan cerita pengalaman perjalanan dan posisi camp saat itu yang kurang lebih 200 meter dari Pasaran Anjayya, suasana suara mistik mengiringi canda kami namun terkadang membangkitkan bulu roma. Tak habis cerita malam itu tentang suka dukanya perjalanan, saat itu kami bertiga ditengah belantara yang jauh dari orang-orang hingga rasa mengundang untuk tidur dibalik hangatnya sleping bag masing-masing.
Pada hari keenam 20 Juli 2010 lengit cerah, mentari pagi menyelinap dibalik dedaunan, kicau burung pun ramai terdengar seolah ikut menyambut hangatnya mentari pagi. Udara yang masih dingin daun-daun pun basah oleh embun dan kicauan burung tersebut bagaikan simponi alam yang mengalun megah. Sebuah perasaan yang amat kontras bila dibandingkan dengan kehidupan perkotaan yang sumpek dan padat serta dipenuhi asap-asap polusi. Alangkah menyenangkannya berada di alam kebebasan, menghirup udara segar sepuasnya. Sehabis sarapan pagi dengan mengonsumsi mie instan, sereal coklat dan susu hangat tim pun packing dan bersiap menuju Pasaran Ajayya yang tak jauh lagi dari camp. Selama 3 jam berputar yang semula menyusuri sungai kecil pada sisi kiri camp, tim lalu kebingungan akan letak Pasar Anjayya yang ternyata ada pada sisi kanan 200 dan akhirnya tempat tersebut berhasil didapatkan. Perlahan dan pasti satu-persatu anggota tim memasuki  areal Pasar Anjayya yang ternyata sebuah lahan kosong  seluas setengah lapangan bola yang hanya ditumbuhi savana setinggi lutut orang dewasa, tim mencoba mengintip dibalik semak guna mengantisipasi adanya anoa di padang tersebut, akan tetapi kami pun belum beruntung.
Seputar tentang Pasar Anjayya yang anehnya tak ditumbuhi sebatang pohon pun di dalamnya, maka tak salah pula orang menyebutnya PASAR ANJAYYA (Pasar Setan) dari makna grammatical Bugis/Makasassar. Di atas sana tampak  memutih padang edelweis pada lereng-lereng Gunung Lompobattang. Berselang kemudian tim melanjutkan perjalanan menuju Lembah Karisma dengan menempuh jalur umum yang dipergunkan oleh para pendaki yang lintas dari Gunung Lompobattang menuju Gunung Bawakaraeng. Satu jam kemudian tim akhirnya tiba di Lembah Karisma, usai instirahat sejenak dan mengganjal perut keroncongan dengan cemilan-tim menuju pos 7 dimana tim B berada. Pertimbangan tim dengan memotong jalur ke pos 7 akan lebih cepat, Jalur mulai tak terlihat tim pu kebingungan. Inisiatif dengan membuka jalur dan terkadang menyusur jalur pencari rotan hingga akhirnya jalur menghilang pada semak beluka, terkadang pula menebas rotan dan belukar menuju dasar tebing dengan kemiringan 500 waktu pun tak disia-siakan agar tim tak terjebak malam pada sisi tebing. Rasa lapar dan haus yang hampir menjatuhkan mental  pada kondisi ini namun setelah terdengarnya teriakan dari punggungan bukit yang diperkirakan dari tim A yang sedang menanti. Tim B pun akhirnya bersemangat meskipun belum ada tanda-tanda mencapai punggungan bukit yang setinggi 1500 mdpl disebabkan dengan beratnya medan dengan situasi buka jalur. hari mulai gelap tim B tak mampu meloloskan diri dari jebakan tebing. Jam menunjukkan 18.30 wita tim akhirnya camp dengan tenda berdiri dengan posisi yang kurang tepat ditempat kemiringan. Usai ganti pakaian tim timpun istirahat dan menikmati cemilan yang masih tersis, sungguh berat dan menantangnya perjalanan selama ini semua tergambar pada raut muka tiap anggota tim B terutama penulis. Namun disatu sisi memberikan pelajaran dan pengalaman yang sangat berarti untuk selalu dekat dengan alam. Kedewasaan akan selalu muncul ketika dapat mengambil hikmah dari tiap pengalaman itu. Tim pun istirahat meskipun rasa lelah memaksa untuk tidup pulas pada sisi kemiringan.
Pagi hari cuaca cerah pada 21 Juli 2010, tepat sudah satu minggu pengembaraan ini. Sehabis packing tim melanjutkan pendakian menuju puncak bukit selama 3 jam yang terkadang melaluinya dengan cara srambling. Tim pun kembali menempuh jalur normal hingga beberapa saat kemudian tim pun berjumpa dengan tim A. rasa gembira pun menghangatkan suasana setelah berjumpa kembali, terkadang diiringi canda dan tawa  serta bertukar cerita dan pengalaman. Kedua tim pun beristirahat dan makan siang dari logistik yang masih tersisa. Pukul 12.00 wita kedua tim pun melanjutkan perjalanan menuju Ma’ra. Disepanjang perjalanan cerita dan kelakar pun tak ada habisnya mewarnai perjalanan. Tim tiba pada camp semula (rumah penduduk) pada pukul 18.40 wita yang disambut kawan-kawan yang telah lama menanti.
Akhirnya kami akan selalu berkata….. bahwa kami akan selalu berada pada interior alam yang tak bisa kami rancang kecuali kami hanya bisa menikmati dan menjaganya….  Karena alamlah yang selalu membelai dan memberikan pengalaman sekaligus  guru yang tak habis mendidik orang yang dekat dengannya.
Maju terus Eksplorasi,,,,,,

Ditulis oleh: Ahmad Darwis (Oemar) Mapala PTM Sinjai NRA.III.28806.043.BSM
        (Anggota Tim Investigation Ma’ra 2010)
         Kaluhara Indonesia.